Rabu, 06 November 2013

Penembakan Mojokerto Bermotif Dendam ke Polisi

MOJOKERTO, Senin, 04/11/2013 | 20:38 WIB- Penembakan salah sasaran yang terjadi di Mojokerto, Jawa Timur, pada 2 September 2013 lalu diduga bermotif balas dendam ke polisi. Tersangka penembakan adalah perwira Tentara Nasional Indonesia (TNI) berpangkat kapten, yakni Kapten (Inf) Wari Hartono. 

Wari sebenarnya mencari anggota Kepolisian Resor Mojoketo Kota, Brigadir Polisi Zulfadli Saomaroma alias Fadli. Namun dia salah sasaran karena yang ditembak justru warga sipil bernama Fahmi Baharun. Fahmi ditembak di rumah kontrakannya di Desa Tunggalpager, Kecamatan Pungging, Kabupaten Mojokerto. Rumah tersebut sebelumnya memang dihuni Fadli. Tersangka mengira Fadli masih tinggal di rumah kontrakan tersebut, padahal sudah pindah. 

Wari saat ini menjabat Perwira Seksi Intelijen Komdo Distrik Militer 1007/ Banjarmasin. Sebelum ke Banjarmasin, tersangka sempat menjabat Pasi Intelijen Batalyon Infantri (Yonif) 503 Mojokerto. Dalam melancarkan aksinya, Wari dibantu tiga tersangka warga sipil, yakni Munif, Anif, dan Sodikin. Ketiganya warga Mojokerto. Sore tadi Wari menjalani rekonstruksi di Pasuruan dan Mojokerto dengan kawalan petugas Pomdam V/Brawijaya dan Subdenpom V/2/1 Mojokerto.

Menurut Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Mojokerto Ajun Komisaris I Gede Suartika, tiga tersangka warga sipil adalah teman baik Wari. Menurut pengakuan tiga tersangka tersebut, Wari menembak untuk membalaskan dendam Munif dan Anif. "Munif dan Anif katanya pernah dipukuli Fadli saat ditahan dalam sebuah kasus," kata Gede, Senin (4/11). 

Mendengar cerita itu, Wari berniat membalaskan dendam Munif dan Anif ke Fadli. Wari dan tiga temannya kemudian mengatur rencana balas dendam di sebuah vila di kawasan Tretes, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan. "Wari dan tiga tersangka sipil ini teman baik, makanya Wari bersedia membalaskan dendam mereka ke Fadli," ujar Gede. 

Soal pemukulan kepada Munif dan Anif oleh Brigadir Fadli saat dalam penahanan, menurut Gede, hal itu tidak mungkin dilakukan. "Dalam prosedur, hal seperti itu tidak diperkenankan," katanya. Gede tidak menjelaskan kasus pidana apa yang pernah melibatkan Munif dan Anif. 

Soal kepemilikan pistol yang digunakan Wari untuk menembak, menurut Gede, para tersangka saling menuduh. "Munif mengaku itu milik Wari dan Wari mengaku itu milik Munif," katanya. Penyidik Polres Mojokerto telah meminta keterangan kepada Wari dan tiga tersangka sipil lainnya. "Semua tersangka sudah kami mintai keterangan," ujarnya. 

Kepala Polres Mojokerto Ajun Komisaris Besar Muji Ediyanto mengatakan, penyidikan kasus tersebut melibatkan penyidik polisi militer. "Tiga tersangka yang sipil ditangani polres sedangkan yang oknum TNI ditangani Pomdam," ujarnya. 

Atas keterlibatannya dalam pembunuhan berencana itu, Munif, Anif, dan Sodikin dijerat Pasal 55 juncto Pasal 56 juncto Pasal 57 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ancaman pidananya penjara maksimal 15 tahun. 

Ketiganya juga dijerat Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951 karena ikut menyimpan senjata api tanpa izin baik sebelum dan sesudah digunakan untuk kejahatan. Ancaman pidananya adalah hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara maksimal 20 tahun.

Sedangkan tersangka Wari bisa dikenai tindak pidana pembunuhan berencana sebagaimana diatur pasal 340 KUHP dengan ancaman pidana hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara maksimal 20 tahun. (tmp)