Rabu, 20 November 2013

Moeldoko Tak Mau Komentar, Soekarwo Tolak Jadi Cawapres Aburizal



JAKARTA, KOMPAS - Panglima TNI Jenderal Moeldoko merupakan salah satu tokoh yang diusulkan pengurus daerah Partai Golkar untuk menjadi calon wakil presiden mendampingi calon presiden Partai Golkar Aburizal Bakrie. Menanggapi ini, Moeldoko mengambil sikap tak berkomentar.

Saat dikonfirmasi Kompas, Se­lasa (19/11), tentang penyebutan namanya di Partai Golkar, Moel­doko menolak berkomentar.Ia khawatir hal itu malah menjadi tidak produktif. "Saya tidak ingin berkomentar daripada nanti jadi polemik," ujar Moeldoko.

Dosen FISIP Universitas Indo­nesia, Edy Prasetyono, di tempat terpisah, mengingatkan partai politik untuk tidak mengiming-imingi TNI aktif dengan jabatan politis.

Fenomena parpol yang mena­rik-narik purnawirawan atau tentara aktif adalah bentuk ke­tidakpercayaan partai dalam me­nangani masalah strategis.

Dari sisi TNI, Edy juga meng­ingatkan, sebaiknya personel mi­liter aktif profesional mengurus strategi pertahanan dan profe­sionalisme prajurit.

Moeldoko juga baru dilantik beberapa bulan.Itu pun hasil persetujuan parpol-parpol lewat mekanisme di DPR.Pada saat dilantik, Moeldoko juga telah menyatakan komitmennya un­tuk membangun dan menguat­kan profesionalisme TNI.

"Bisa saja kalau Moeldoko mengundurkan diri.Namun, ini tidak bagus dari semua segi," kata Edy.

Selain Moeldoko, empat nama cawapres yang diusulkan DPD Golkar untuk mendampingi ARB (panggilan Aburizal) adalah Gu­bernur Jawa Timur Soekarwo, mantan Kepala Staf TNI ting­katan Darat Jenderal (Purn) Pramono Edhie Wibowo, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, dan mantan Men­teri Negara Pemberdayaan Pe­rempuan Khofifah Indar Parawansa.

Soekarwo menolak

Menanggapi hal ini, Soekarwo menolak pencalonan tersebut."Sudah saya sarnpaikan kepada Pak Aburizal Bakrie secara lang­sung saat bertemu di Surabaya.Saya ini baru dipilih rakyat seba­gai Gubernur Jatim 2013-2018.Tidak etis rasanya kalau saya tinggalkan," ujarnya.

Alasan lain, sesuai mekanisme yang berlaku di internal Partai Demokrat, hanya Ketua Majelis Tinggi, yakni Susilo Bambang Yudhoyono, yang memiliki kewenangan mengajukan calon presi­den dan wakil presiden.

Secara terpisah, anggota De­wan Pembina Partai Demokrat, Pramono Edhie Wibowo, menya­takan, ia merasa terhormat apa­bila ada kandidat lain yang me­milihnya dengan pertimbangan kompetensi. Menurut Edhie, di dalam politik, banyak kemung­kinan bisa terjadi, termasuk pe­nempatan capres dan cawapres.

"Prinsipnya, siapa pun yang dipersandingkan, entah sebagai capres ataupun cawapres, harus­lah merupakan pilihan rakyat.Hanya dengan bermodal pilihan rakyat, perjalanan amanah besar itu akan langgeng," ujar Edhie.
Hal senada disampaikan Mah­fud MD."Saya merasa terhormat mendapat penghargaan itu.Wa­lau bagaimanapun itu bentuk ap­resiasi kepada saya," ujarnya.

Menurut Mahfud, sampai saat ini, ia pun masih melakukan ko­munikasi politik dengan semua pihak untuk melakukan yang ter­baik. Namun, sampai sekarang, ia belum mengambil keputusan apa pun, baik soal pencalonan diri sebagai capres maupun cawa­pres.

"Namun, yang pasti saya "be­rangkatnya dari Partai Kebang­kitan Bangsa.Entah dengan siapa nanti dipasangkan, apakah se­bagai capres atau cawapres," kata Mahfud.

Khofifah sebelumnya juga me­nanggapi positif.Namun, dia ha­rus mohon izin dulu kepada ke­tua umum PBNU. Sumber Koran: Kompas (20 November 2013/Rabu, Hal. 02)