JAKARTA, KOMPAS
- Panglima TNI Jenderal Moeldoko merupakan salah satu tokoh yang diusulkan
pengurus daerah Partai Golkar untuk menjadi calon wakil presiden mendampingi
calon presiden Partai Golkar Aburizal Bakrie. Menanggapi ini, Moeldoko
mengambil sikap tak berkomentar.
Saat
dikonfirmasi Kompas, Selasa (19/11), tentang penyebutan namanya di Partai
Golkar, Moeldoko menolak berkomentar.Ia khawatir hal itu malah menjadi tidak
produktif. "Saya tidak ingin berkomentar daripada nanti jadi
polemik," ujar Moeldoko.
Dosen FISIP
Universitas Indonesia, Edy Prasetyono, di tempat terpisah, mengingatkan partai
politik untuk tidak mengiming-imingi TNI aktif dengan jabatan politis.
Fenomena parpol
yang menarik-narik purnawirawan atau tentara aktif adalah bentuk ketidakpercayaan
partai dalam menangani masalah strategis.
Dari sisi TNI,
Edy juga mengingatkan, sebaiknya personel militer aktif profesional mengurus
strategi pertahanan dan profesionalisme prajurit.
Moeldoko juga
baru dilantik beberapa bulan.Itu pun hasil persetujuan parpol-parpol lewat
mekanisme di DPR.Pada saat dilantik, Moeldoko juga telah menyatakan komitmennya
untuk membangun dan menguatkan profesionalisme TNI.
"Bisa saja
kalau Moeldoko mengundurkan diri.Namun, ini tidak bagus dari semua segi,"
kata Edy.
Selain Moeldoko,
empat nama cawapres yang diusulkan DPD Golkar untuk mendampingi ARB (panggilan
Aburizal) adalah Gubernur Jawa Timur Soekarwo, mantan Kepala Staf TNI tingkatan
Darat Jenderal (Purn) Pramono Edhie Wibowo, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi
Mahfud MD, dan mantan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Khofifah Indar
Parawansa.
Soekarwo menolak
Menanggapi hal
ini, Soekarwo menolak pencalonan tersebut."Sudah saya sarnpaikan kepada
Pak Aburizal Bakrie secara langsung saat bertemu di Surabaya.Saya ini baru
dipilih rakyat sebagai Gubernur Jatim 2013-2018.Tidak etis rasanya kalau saya
tinggalkan," ujarnya.
Alasan lain,
sesuai mekanisme yang berlaku di internal Partai Demokrat, hanya Ketua Majelis Tinggi,
yakni Susilo Bambang Yudhoyono, yang memiliki kewenangan mengajukan calon presiden
dan wakil presiden.
Secara terpisah,
anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Pramono Edhie Wibowo, menyatakan, ia
merasa terhormat apabila ada kandidat lain yang memilihnya dengan
pertimbangan kompetensi. Menurut Edhie, di dalam politik, banyak kemungkinan
bisa terjadi, termasuk penempatan capres dan cawapres.
"Prinsipnya,
siapa pun yang dipersandingkan, entah sebagai capres ataupun cawapres, haruslah
merupakan pilihan rakyat.Hanya dengan bermodal pilihan rakyat, perjalanan
amanah besar itu akan langgeng," ujar Edhie.
Hal senada
disampaikan Mahfud MD."Saya merasa terhormat mendapat penghargaan itu.Walau
bagaimanapun itu bentuk apresiasi kepada saya," ujarnya.
Menurut Mahfud,
sampai saat ini, ia pun masih melakukan komunikasi politik dengan semua pihak
untuk melakukan yang terbaik. Namun, sampai sekarang, ia belum mengambil
keputusan apa pun, baik soal pencalonan diri sebagai capres maupun cawapres.
"Namun,
yang pasti saya "berangkatnya dari Partai Kebangkitan Bangsa.Entah
dengan siapa nanti dipasangkan, apakah sebagai capres atau cawapres,"
kata Mahfud.
Khofifah
sebelumnya juga menanggapi positif.Namun, dia harus mohon izin dulu kepada ketua
umum PBNU. Sumber Koran: Kompas (20 November 2013/Rabu, Hal. 02)