[SEMARANG] Sedikitnya 50 orang mahasiswa dan warga asal Maluku di Se¬marang menuntut aparat berwenang, khususnya Odi¬tur Militer II-10 Semarang segera mengadili para pela¬ku penculikan dan pengani¬ayaan yang menewaskan Rido Hehanussa. Pemuda asal Saparua, Maluku yang telah merantau 10 tahun di Jawa dan menjadi warga Kota Semarang itu, tewas setelah diculik dan dianiaya sejumlah oknum anggota TNI, Kamis (30/5) silam, na¬mun para pelakunya yakni enam orang oknum anggota Batalyon 401 Banteng Raider hingga kini tak kunjung disidangkan.
Warga yang menama¬kan diri Solidaritas Aksi Masyarakat Maluku Sema¬rang untuk Rido Hehanussa itu memulai aksi damai di eks bundaran air mancur Ja¬lan Pahlawan, Senin (4/11). Mereka membawa sejum¬lah poster bertuliskan de¬sakan terhadap Oditur Mili¬ter untuk mengadili pembu¬nuh Rido.
"Sudah lima bulan, per¬kara ini tak lunjung tuntas. Enam pelakunya sudah di¬tangkap dan ditahan. Tapi kapan diadili? Jangan sam¬pai kasus ini hilang begitu saja, dan saudara kami mati sia-sia," tegas coordinator aksi, Rudi Dolhalewan. Aksi kemudian dilanjutkan ke Oditurat Militer II-10 Ja¬lan Kertanegara. Warga ha¬nya berorasi di depan pintu oditurat militer.
Rudi menyatakan, pi¬haknya menuntut para pela¬ku penculikan, penganiaya¬an dan pembunuhan terha¬dap Rido Hehanussa yang sudah ditangkap dan ditahan polisi militer segera diadili demi ditegakkannya hukum dan keadilan di negeri ini.
Rudi menegaskan, ka¬sus ini harus diusut setun¬tas-tuntasnya dan memba¬wa para pelakunya ke pengadilan dan dihukum setim¬pal sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukan. Menuntut kepada siapapun pihak di negeri ini, khu¬susnya aparat penegak hu¬kum dan penjaga keamanan negara, untuk menghargai dan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, khusus¬nya hak untuk hidup, seperti yang tercantum dalam Dek-larasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang disah¬kan PBB pada 10 Desember 1948. Hak hidup juga dija¬min dalam Pasal 28A UUD 1945.
Mereka juga menuntut dihentikannya cara-cara ke¬kerasan dalam penuntasan kasus apapun di negeri ini, melainkan membawa ka¬sus-kasus tersebut kepada proses hukum. Sebab nega¬ra ini adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan.
Setelah puas berorasi, pihak_Oditurat Militer meneri¬ma perwakilan pengunjuk rasa untuk berdialog. Kepala Seksi Pengolahan Perkara Odmil II-10 Semarang, Ma¬yor CHK Sukisno mengata¬kan, berkas perkara kasus tersebut telah dilimpahkan ke pihak Pengadilan Militer II-10 awal Oktober lalu. [142], Sumber Koran: Suara Pembaruan (06 November 2013/Rabu, Hal. 15)