KEDATANGAN empat
pria berseragam militer sontak disambut tepuk tangan penuh suka cita oleh
pelajar Sekolah Dasar Katolik Dafala, di Desa Dafala, Kecamatan Belu,
Kabupaten Atambua, Nusa Tenggara Timor.
Meski berseragam
loreng, namun mereka tidak terlihat sebagai sosok yang garang karena identik
dengan perang, bersenjata, dan lain-lain.Mereka justru terlihat seperti seorang
bapak yang tengah menemui anak-anaknya di Sekolah Dasar Tertua di Dafala itu,
penuh akrab dan bersahabat.
Begitulah
gambaran petugas keamanan perbatasan.Tugas Satgas Pamtas di perbatasan bukan
sekedar angkat senjata, perang, dan menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).Mereka juga memiliki kepedulian terhadap warga perbatasan, diantaranya
membantu mengajar bagi sekolah perbatasan yang kekurangan guru.
"Kami ingin
hibahkan seluruh potensi yang kami miliki untuk mengabdi pada negeri, salah
satunya dengan mengajar di sekolah ini," ujar Komandan Pos Dafala Mayor
Inf Okky Misherawan saat ditemui Pelita, disela-sela kegiatan belajar-mengajar
di SD Tertua di Dafala itu, belum lama ini.
Melihat semangat
belajar dan jiwa nasionalisme siswa perbatasan Atambua, terasa mengharukan,
tak terkecuali bagi tentara penjaga perbatasan. Disela menjaga perbatasan
negara, pasukan Batalion Infanteri TNI Angkatan Darat di Desa Dafala Atambua,
yang berbatasan langsung dengan Timor Leste, terketuk jiwanya, membantu mengajar
sekolah dasar setempat yang kekurangan guru.
Di luar kelas,
terdengar pula suara keras siswa sedang melaksanakan baris-berbaris.Sesekali
mereka lantunkan lagu "Padamu Negeri", "Indonesia Raya"
buah karya Ir Supratman, serta lagu-lagu kebangsaan lainnya.
Memang, TNI yang
ngajar di sekolah itu merasa tak cukup hanya mengisi materi dalam kelas,
mereka juga mengajari kedisiplinan serta memupuk jiwa nasionalisme kepada
putra-putri ujung negeri itu."Melalui lagu-lagu kebangsaan serta
baris-berbaris, kita ingin memupuk kedisiplinan serta rasa memiliki terhadap
negeri ini," ujar salah seorang prajurit, Davos yang saat itu tengah
mengajari siswa baris-berbaris.
Kedekatan
budaya, hubungan kerabat, serta kedekatan secara geografis dengan Timor Leste
memang bisa membuat ideologi kebangsaan serta jiwa nasionalisme mereka rentan
bergeser.Terlebih masyarakat Timor Leste di perbatasan Atambua, secara
ekonomi, rata-rata lebih mapan dari masyarakat.
Dengan begitu,
bagi mereka materi kelas tentu tidaklah cukup.Mereka harus benar-benar mampu
membuat para siswa lebih mencintai negeri ini.Salah satunya dengan mengajari mereka
lagu-lagu nasional.Mereka ingin mengatakan bahwa tugas pengaman perbatasan
bukan hanya menunggu serangan musuh.Lebih dari itu, mereka harus mampu
membumikan militansi dan kecintaan masyarakat perbatasan terhadap negeri ini.
Dengan telaten,
tentara ini membimbing satu persatu putra-putri bangsa dari ujung timur
nusantara ini, tanpa sedikit pun mengeluh."Harus sabar, dengan fasilitas
seadanya," lanjut Okky Misherawan.
Menurut pria
kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan itu, sejauh ini siswa dan pihak sekolah
menyambut baik kehadiran pengajar dari TNI.Bahkan pihaknya pun ingin merubah
citra di masyarakat bahwa tentara bukanlah orang-orang yang garang, senang
berperang, dan membawa senjata.
Ambisinya
memberikan citra positif TNI di mata masyarakat pun terbukti, dengan terciptanya
suasana akrab dan bersahabat yang dibangun antara TNI dengan masyarakat, dan anak-anak.Sedikit
demi sedikit menghilangkan kesan tegas dan keras seorang tentara, terutama
saat mereka berhadapan dengan anak didik.Sehingga, siswa yang semula takut
akhirnya terbiasa dan senang.
Tak hanya siswa,
pihak sekolah pun menyambut baik kedatangan para militer ini di sekolahnya.
Menurut Kepala Sekolah SD Katolik Dafala Ibu Filsiana Aluf, prajurit yang ngajar
di SD tertua di Atambua itu tak hanya memberikan perspektif baru bagi siswanya
tetapi juga mampu membuat mereka lebih disiplin dan percaya diri.
"Mereka sangat akrab dengan siswa kami di sini.Mereka latih anak-anak
kami kedisiplinan dan rasa percaya diri. Mereka sangat membantu proses
belajar-mengajar di sini. Kami senang sekali kedatangan mereka," ujarnya.
Kehadiran
prajurit Satgas Pamtas RI-RDTL tak hanya mengisi materi pokok dalam kelas,
tetapi juga mengajari mereka baris-berbaris.Dan yang terpenting, mereka mampu
bangkitkan kembali rasa kepemilikan mereka terhadap negeri ini meski mereka
berada di perbatasan.
"Mereka
mengajarkan anak-anak lagu Indonesia Raya serta lagu-lagu nasional lainnya,
dalam rangka memupuk rasa nasionalisme mereka," katanya.
Dukungan pihak
sekolah dan masyarakat setempat serta semangat belajar luar biasa dari
anak-anak di perbatasan ini membuat para tentara makin bersemangat. Faktor
jarak dan keterbatasan fasilitas bukanlah hambatan, mereka merasa sama dengan
putra bangsa lainnya, ingin cerdas dan memiliki cita-cita mulia.
SD Katolik
Dafala merupakan sekolah dasar pertama di Dafala yang berdiri pada 1 Agustus
1948, di Desa Dafala, kecamatan Belu, Kabupaten Atambua. Sekolah tersebut
terdiri dari 8 kelas, yaitu kelas 1, 2 A dan 2B, 3, 4, 5, dan kelas 6, dengan
jumlah siswa lebih dari 200 anak. (cr-22), Sumber Koran: Pelita (31 Oktober
2013/Kamis, Hal. 10)