Jumat, 01 November 2013

Penqabdian Sang Penjaga Cawang di Perbatasan



KEDATANGAN empat pria berseragam militer sontak disambut tepuk tangan penuh suka cita oleh pelajar Sekolah Dasar Katolik Dafala, di De­sa Dafala, Kecamatan Belu, Kabupaten Atambua, Nusa Tenggara Timor.

Meski berseragam loreng, na­mun mereka tidak terlihat se­bagai sosok yang garang kare­na identik dengan perang, ber­senjata, dan lain-lain.Mereka justru terlihat seperti seorang bapak yang tengah menemui anak-anaknya di Sekolah Dasar Tertua di Dafala itu, penuh ak­rab dan bersahabat.

Begitulah gambaran petugas keamanan perbatasan.Tugas Satgas Pamtas di perbatasan bukan sekedar angkat senja­ta, perang, dan menjaga ke­daulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).Me­reka juga memiliki kepedulian terhadap warga perbatasan, diantaranya membantu mengajar bagi sekolah perbatasan yang kekurangan guru.

"Kami ingin hibahkan selu­ruh potensi yang kami miliki untuk mengabdi pada negeri, salah satunya dengan menga­jar di sekolah ini," ujar Koman­dan Pos Dafala Mayor Inf Okky Misherawan saat ditemui Peli­ta, disela-sela kegiatan belajar-mengajar di SD Tertua di Dafa­la itu, belum lama ini.

Melihat semangat belajar dan jiwa nasionalisme siswa perba­tasan Atambua, terasa mengha­rukan, tak terkecuali bagi ten­tara penjaga perbatasan. Dise­la menjaga perbatasan negara, pasukan Batalion Infanteri TNI Angkatan Darat di Desa Dafala Atambua, yang berbatasan lang­sung dengan Timor Leste, ter­ketuk jiwanya, membantu me­ngajar sekolah dasar setempat yang kekurangan guru.

Di luar kelas, terdengar pula suara keras siswa sedang me­laksanakan baris-berbaris.Se­sekali mereka lantunkan lagu "Padamu Negeri", "Indonesia Raya" buah karya Ir Supratman, serta lagu-lagu kebangsaan lainnya.

Memang, TNI yang ngajar di sekolah itu merasa tak cukup hanya mengisi materi dalam ke­las, mereka juga mengajari ke­disiplinan serta memupuk jiwa nasionalisme kepada putra-pu­tri ujung negeri itu."Melalui lagu-lagu kebangsaan serta baris-berbaris, kita ingin memupuk kedisiplinan serta rasa memiliki terhadap negeri ini," ujar salah seorang praju­rit, Davos yang saat itu tengah mengajari siswa baris-berbaris.

Kedekatan budaya, hubu­ngan kerabat, serta kedekatan secara geografis dengan Timor Leste memang bisa membuat ideologi kebangsaan serta jiwa nasionalisme mereka rentan bergeser.Terlebih masyarakat Timor Leste di perbatasan Atam­bua, secara ekonomi, rata-rata lebih mapan dari masyarakat.

Dengan begitu, bagi mereka materi kelas tentu tidaklah cu­kup.Mereka harus benar-benar mampu membuat para siswa lebih mencintai negeri ini.Salah satunya dengan mengajari me­reka lagu-lagu nasional.Mereka ingin mengatakan bahwa tugas pengaman perbatasan bukan hanya menunggu serangan mu­suh.Lebih dari itu, mereka ha­rus mampu membumikan mili­tansi dan kecintaan masyarakat perbatasan terhadap negeri ini.

Dengan telaten, tentara ini membimbing satu persatu pu­tra-putri bangsa dari ujung timur nusantara ini, tanpa se­dikit pun mengeluh."Harus sa­bar, dengan fasilitas seadanya," lanjut Okky Misherawan.

Menurut pria kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan itu, se­jauh ini siswa dan pihak seko­lah menyambut baik kehadiran pengajar dari TNI.Bahkan pi­haknya pun ingin merubah citra di masyarakat bahwa tenta­ra bukanlah orang-orang yang garang, senang berperang, dan membawa senjata.

Ambisinya memberikan citra positif TNI di mata masyarakat pun terbukti, dengan terciptanya suasana akrab dan ber­sahabat yang dibangun anta­ra TNI dengan masyarakat, dan anak-anak.Sedikit demi se­dikit menghilangkan kesan te­gas dan keras seorang tentara, terutama saat mereka berhadapan dengan anak didik.Se­hingga, siswa yang semula takut akhirnya terbiasa dan senang.

Tak hanya siswa, pihak seko­lah pun menyambut baik ke­datangan para militer ini di sekolahnya. Menurut Kepala Sekolah SD Katolik Dafala Ibu Filsiana Aluf, prajurit yang nga­jar di SD tertua di Atambua itu tak hanya memberikan pers­pektif baru bagi siswanya teta­pi juga mampu membuat me­reka lebih disiplin dan percaya diri. "Mereka sangat akrab de­ngan siswa kami di sini.Mere­ka latih anak-anak kami kedi­siplinan dan rasa percaya diri. Mereka sangat membantu pro­ses belajar-mengajar di sini. Kami senang sekali kedatangan mereka," ujarnya.

Kehadiran prajurit Satgas Pamtas RI-RDTL tak hanya mengisi materi pokok dalam ke­las, tetapi juga mengajari mere­ka baris-berbaris.Dan yang ter­penting, mereka mampu bang­kitkan kembali rasa kepemi­likan mereka terhadap negeri ini meski mereka berada di perba­tasan.

"Mereka mengajarkan anak-anak lagu Indonesia Raya ser­ta lagu-lagu nasional lainnya, dalam rangka memupuk rasa nasionalisme mereka," katanya.

Dukungan pihak sekolah dan masyarakat setempat serta se­mangat belajar luar biasa dari anak-anak di perbatasan ini membuat para tentara makin bersemangat. Faktor jarak dan keterbatasan fasilitas bukan­lah hambatan, mereka merasa sama dengan putra bangsa lain­nya, ingin cerdas dan memiliki cita-cita mulia.

SD Katolik Dafala merupakan sekolah dasar pertama di Da­fala yang berdiri pada 1 Agus­tus 1948, di Desa Dafala, keca­matan Belu, Kabupaten Atam­bua. Sekolah tersebut terdiri dari 8 kelas, yaitu kelas 1, 2 A dan 2B, 3, 4, 5, dan kelas 6, dengan jumlah siswa lebih dari 200 anak. (cr-22), Sumber Koran: Pelita (31 Oktober 2013/Kamis, Hal. 10)