Minggu, 10 November 2013 | 15:27 WIB, JAKARTA, KOMPAS.com — Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo menyatakan pihaknya masih khawatir bahwa penyelenggaraan pemilihan umum 2014 dapat berlangsung jujur dan adil. Kisruh penetapan daftar pemilih tetap (DPT) dan netralitas TNI/Polri menjadi latar belakang kekhawatiran tersebut.
Tjahjo menjelaskan, masih terjadi kekisruhan dalam DPT karena sampai saat ini masih tersisa sekitar 7 juta data pemilih yang bermasalah karena tak memiliki nomor induk kependudukan (NIK). Menurut Tjahjo, kekisruhan ini tak perlu terjadi jika pemerintah atau Komisi Pemilihan Umum dapat proaktif menjemput bola menyelesaikan pemilih yang tidak memiliki NIK.
Berdasarkan diskusi dan temuan di lapangan, PDI Perjuangan menemukan fakta bahwa rata-rata pemilih yang tidak memiliki NIK adalah masyarakat yang tergolong karena keterbatasannya, misalnya tidak memiliki biaya untuk mengurus e-KTP, tidak mengerti, atau memang tidak tertarik untuk mengurusnya.
"Rata-rata mereka ini adalah golongan marhaen. Ada baiknya pemberian NIK dilakukan secara aktif oleh pemerintah, kalau tidak peserta pemilu berpotensi kehilangan kursi setara dengan 35-50 kursi," kata Tjahjo, dalam pernyataan tertulis yang diterima Minggu (10/11/2013).
Selain kisruh DPT, Tjahjo melanjutkan, PDI Perjuangan juga mengkhawatirkan gangguan dari apa yang disebutnya sebagai faktor X pada pemilihan umum tahun depan. Salah satu contoh yang ia kemukakan adalah teridentifikasinya keterlibatan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) dalam penyelenggaraannya. Padahal, pemilihan umum baru dapat benar-benar sukses dengan bantuan semua sesuai dengan kapasitasnya.
"Ini membahayakan, Lemsaneg intelijen murni institusi TNI. Kalau gitu, di mana netralitas TNI? Wajar kalau Partai politik melihat posisi pemilu 2014 terancam," ujarnya. (Penulis : Indra Akuntono, Editor : Caroline Damanik)