JAKARTA, KOMPAS.com, Rabu, 6 November 2013 | 17:16 WIB, Penulis : Dian Maharani — Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Endriantono Sutarto menilai, penyadapan yang dilakukan Amerika Serikat (AS) dan Australia terhadap Indonesia telah menyalahi etika dalam hubungan antar-negara. Pemerintah Indonesia memang semestinya memprotes keras penyadapan itu.
"Tidak boleh lakukan penyadapan, misalnya telepon orang dari pejabat itu. Itu menyalahi etika. Karena itu, sebagai korban, maka seharusnya kita melakukan protes keras jika kita bisa membuktikan bahwa itu telah terjadi," kata Endriantono di Wisma Kodel, Jakarta, Rabu (6/11/2013).
Bakal calon presiden Partai Demokrat itu mengatakan, sah saja jika suatu negara ingin mendapatkan informasi seluas-luasnya dari negara lain. Namun, cara mendapat informasi itu tidak boleh dengan penyadapan.
"Bahwa tiap negara mempunyai keinginan informasi yang seluas-luasnya dari negara lain, baik itu lawan maupun kawan adalah hal yang wajar. Tapi, etikanya tidak boleh dilakukan dengan cara seperti itu (penyadapan)," katanya.
Seperti diberitakan, badan intelijen AS diketahui menyadap komunikasi negara-negara sekutu mereka di Eropa. AS juga disebut menyadap komunikasi Pemerintah Indonesia. Australia juga diberitakan melakukan hal yang sama terhadap Indonesia.
Laporan terbaru yang diturunkan laman harian Sydney Morning Herald (www.smh.com.au) pada Kamis (31/10/2013) dini hari waktu setempat, atau Rabu malam WIB, menyebutkan, kantor Kedutaan Besar Australia di Jakarta turut menjadi lokasi penyadapan sinyal elektronik.
Pemerintah Indonesia telah meminta konfirmasi kepada Kedutaan Besar Amerika Serikat dan Australia mengenai penyadapan yang diduga telah dilakukan kedua negara tersebut terhadap Indonesia. Hasilnya, baik AS maupun Australia tidak membenarkan, juga tidak menyangkal. (Editor : Sandro Gatra)