Senin, 7 Oktober 2013 | 15:12 WIB
INILAH.COM, Jakarta - Ketua SETARA Institute Hendardi mengkhawatirkan perekrutan 30 anggota TNI untuk pejabat eselon II sebagai ancaman serius bagi reformasi militer dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sendiri.
Sebab, kata dia, rekrutmen yang sebenarnya ditujukan untuk mengisi pos investigator dan intel KPK tersebut, membahayakan KPK karena potensial bertentangan dengan prinsip independensi yang dianut KPK.
"Tanpa meragukan kredibilitas dan integritas KPK dalam menjalankan mandatnya, perekrutan 30 anggota TNI untuk pejabat eselon II merupakan ancaman serius bagi reformasi militer dan bagi KPK sendiri," tandas Hendardi dalam siaran persnya kepada INILAH.COM, Senin (7/10/2013).
Menurut dia, ada dua hal yang patut dicemaskan dari langkah pimpinan KPK ini. Pertama, perlu dicatat bahwa TNI bukanlah penegak hukum. Pelibatan anggota TNI dalam pemberantasan korupsi dan menjadi bagian KPK justru memperlambat upaya penuntasan reformasi sektor militer agar pure (murni) menjadi kekuatan pertahanan bagi bangsa ini.
Keterlibatan TNI dalam KPK, lanjut Hendardi, justru menarik kembali personel tentara menjadi bagian dari penegak hukum. Kedua, melibatkan anggota TNI dalam KPK hanya akan membuat KPK tersandera dan memperluas konflik kepentingan untuk mengusut korupsi di sektor militer.
Pengalaman KPK melakukan penindakan terhadap praktik korupsi di institusi Polri saja masih mengalami kendala serius, apalagi di tubuh TNI. Institusi TNI adalah salah satu sektor yang belum dijamah KPK terkait dugaan sejumlah praktik korupsi.
Perlu dicatat, sejumlah dugaan kasus korupsi saat ini telah melilit institusi TNI, khususnya dugaan penggelapan dalam pembelian Sukhoi, pengadaan alutsista, dan dugaan praktik tidak fair pada bisnis-bisnis yang dikelola oleh TNI. KPK hanya akan mempersulit diri untuk mengusut dugaan korupsi di institusi TNI.
"Apalagi TNI sampai saat ini masih berlindung di balik sistem peradilan militer, meski personel TNI tersebut melakukan tindak pidana umum, termasuk tindak pidana korupsi. Langkah KPK juga membuat upaya penghapusan peradilan militer dan mewujudkan prinsip kesetaraan di muka hukum menjadi semakin rumit," kata Hendardi.
Sebaiknya KPK membatalkan proses rekruitmen anggota TNI, karena tanpa TNI pun KPK sudah sangat berwibawa dan mampu menjalankan tugasnya. Meskipun, menurut KPK, para anggota TNI akan pensiun, tetapi esprit de corps (semangat korp) akan lebih kokoh mengikat personel TNI yang menyebabkan ketundukan pada korp dan komandan dibandingkan pada pimpinan KPK yang berganti setiap lima tahun.
"Semestinya pengalaman KPK berkonflik dengan Polri cukup menjadi pembelajaran. KPK akan sangat baik jika terus mengembangkan dan merekrut penyidik, investigator, dan intel secara mandiri," jelas Hendardi. [yeh]