Rabu, 30 Oktober 2013

Legislator pertanyakan pembelian program mata-mata oleh Kemenhan



Selasa, 29 Oktober 2013 11:32 WIB | 1305 Views

Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR RI, Husnan Bey Fananie mempertanyakan pembelian program mata-mata intelijen FinFisher atau juga dikenal dengan nama FinSpy seharga 5,6 juta dollar AS dari Inggris oleh Kementerian Pertahanan (Kemenhan).

"Tentu kita akan pertanyakan pembelian program tersebut. Pada masa persidangan mendatang, Komisi I DPR RI akan mengagendakan rapat kerja dengan Kemenhan dan Panglima TNI beserta jajarannya, guna meminta penjelasan, sejauh mana FinFisher yang baru dibeli itu akan digunakan," kata Husnan, Jakarta, Senin.

Sebab, kata politisi PPP itu, ada kekhawatiran dari sejumlah pihak bahwa alat itu disalahgunakan. Apalagi jika itu terkait dengan pelaksaan pemilu 2014. "Komisi I DPR RI juga tidak ingin jika alat tersebut yang dibeli Kemenhan dari uang rakyat, akan dipergunakan memata-matai kegiatan rakyatnya sendiri," ujar dia.

Komisi I DPR RI sendiri, katanya, mendukung upaya-upaya modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsita) pada TNI. Termasuk teknologi canggih yang diperlukan bagi institusi Badan Intelejen Negara (BIN) dalam rangka memperkuat ketahanan negara.

Karena realitanya memang banyak alutsista TNI perlu terus dimodernisasi, termasuk perangkat canggih yang mesti terus di perbarui pihak intelejen guna memperkuat sistem dan alat pertahanan negara,.

"Kalaupun nantinya ditemukan penyalahgunaan dan penyimpangan dari penggunaan alat tersebut, dengan sistem negara RI yang sudah demokrasi dan di era keterbukaan serta keterbukaan informasi, itu akan sangat mudah terdeteksi dan diketahui masyarakat," kata dia.

FinFisher itu merupakan program pemantau jarak jauh yang dikembangkan oleh Gamma International asal Inggris. Produk ini dipasarkan dan dijual secara eksklusive untuk penegak hukum dan badan intelijen suatu negara.

Diberitakan Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan, Brigjen TNI Sisriadi mengatakan, program itu akan digunakan oleh Badan Intelijen Strategis (Bais), Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Menurutnya, program tersebut bukanlah alat sadap, melainkan alat anti-sadap. Pengadaan peralatan intelijen itu digunakan agar proses pertukaran informasi antara Bais, TNI dan kantor-kantor Atase Pertahanan RI di seluruh dunia dapat berlangsung dengan aman.