Selasa, 22 Oktober 2013

Efek Negatif Jika Intelijen Terlibat Pemilu



Keterlibatan Lembaga Sandi Ne­gara iLemsaneg) dalam penye­lenggaraan Pemilu 2014 terus menuai kritik.Sebab, Lemsaneg seba­gai sebuah lembaga intelijen tidak se­patutnya terlibat dalam kegiatan sipil seperti pemilu.

Wakil Ketua Komisi I Bidang Per­tahanan Tubagus Hasanudin menga­takan, pelibatan Lemsaneg dalam penyelenggaraan pemilu bisa menggang­gu citra intelijen Indonesia di mata du­nia.Menurutnya, di sejumlah negara seperti Singapura, Australia, dan Ame­rika Serikat, tidak ada satu pun contoh yang memperlihatkan campur tangan intelijen dalam hajatan sipil.

"Lemsaneg yang di Singapura ber­nama Internal Security Department,atau National Security Agent di Ame­rika, dan Australia Security Internal Organisation di Australia tak pernah ikut campur urusan pemilu," kata Hasanudin, Senin (21/10).

Hasanudin mengkritik sikap peme­rintah yang cenderung menyalahguna­kan kewenangan intelijen. Menurutnya, kerja sama yang dibangun Komisi Pe­milihan Umum (KPU) dengan Lemsa­neg semestinya tidak dibiarkan peme­rintah.

Pemerintah, kata dia, terkesan membiarkan lembaga sandi ini terlalu masuk dalam ranah public yang bukan menjadi tanggung jawabnya.Menurut­nya, menjelang Pemilu 2014 intelijen acap diberi tugas yang tidak menjadi tanggung jawab mereka."Akhir-akhir ini pemerintah cenderung mudah se­kali memanfaatkan aparat intelijen un­tuk tugas-tugas yang tidak menjaditanggung jawab mereka," kata Hasa­nudin.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti menga­takan bahwa koalisi masyarakat sipil juga akan menyampaikan protes keras ke KPU dan Komisi II DPR agar kerja sama itu dibatalkan. "Kami tidak punya jaminan Lemsaneg dapat dipercaya.Tidak ada sejarahnya intelijen masuk pengamanan data KPU," ujar Ray.

Menurutnya, KPU perlu mencari mitra yang bisa diterima semua pihak untuk menjaga data KPU dari tindakan jahat para peretas.Menurutnya, men­jaga saling percaya dengan peserta pemilu jauh lebih utama dari mengamankan suara di program teknologi informasi KPU."Sebab, pada legalnya kita tetap memakai hitungan manual sebagai dasar bagi penetapan hasil pemilu." katanya.

Menurutnya, jika di awal saja telah muncul saling curiga, akan mengen­dap terus hingga terbuka peluang bagi masyarakat untuk mencurigai hasil pemilu. "Hal-hal seperti ini memang sebaiknya dihindari sejak awal," ujarnya.

KPU, Ray melanjutkan, sebaiknya menghindari kerja sama dengan lem­baga mana pun yang mendatangkan rasa tak nyaman bagi para peserta pemilu. "Memastikan rasa nyaman dan merasa diperlakukan dangan adil dan jujur itu merupakan sarat awal bagi KPU untuk membangun relasi sinergis dengan peserta pemilu." kata Ray.

Sebelumnya, Ketua Badan Peng­awas Pemilu (Bawaslu) Muhammad mengatakan data pemilu bukanlah data rahasia sehingga siapa saja harus bisa mengakses data tersebut, teruta­ma Bawaslu dan peserta pemilu. "Data
pemilu tidakbisa diklasifikasikan seba­gai data rahasia dari sudut pandang intelijen," jelas Muhammad.

Dia berharap kerja sama antara KPU dan Lemsaneg tidak bisa menjadi alasan untuk kemudian menyulitkan dan menutup akses memperoleh data bagi Bawaslu, media massa, masya­rakat, partai politik, dan pemantau.

Kepala Lemsaneg Mayjen TNI Djoko Setiadi mengatakan, kerja sama ter­sebut dalam rangka peningkatan kualitas dalam penyelenggaraan pemilu, terutama menyangkut proteksi data pemilu. Namun, Lemsaneg menye­rahkan sepenuhnya kepada KPU untuk memutuskan kerja sama tersebut di­lanjutkan atau tidak. "Banyak yang menolak, mungkin sifatnya asistensi, artinya kita dalam arti membantu.Hilangkan kesan ada pemaksaan," kata Djoko.(Muhammad Akbar Wijaya &ed: muhammad fakhruddin), Sumber Koran: Republika(22 Oktober 2013/Selasa, Hal. 04)