SENIN, 21 OKTOBER
2013 | 15:29 WIB
TEMPO.CO, Kupang - Pemerintah Indonesia
dan Timor Leste saling klaim lokasi sengketa di Desa Nelu, Kecamatan Naibenu,
Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT) yang merupakan
wilayah perbatasan kedua negara sebagai milik mereka.
Kepala
Badan Pengelola Perbatasan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Eduard
Gana mengatakan, tanah yang disengketakan oleh warga Desa Nelu, Kecamatan
Naibenu, Kabupaten Timor Tengah Utara, dan warga Leolbatan, Distrik Oekusi,
Timor Leste, masuk wilayah Indonesia.
Menurut
Eduard, warga Leolbatan merusak pilar yang menjadi pembatas antara wilayah
Indonesia dan Timor Leste. Padahal, batas antara kedua negara telah disepakati
tahun 2009 lalu.
Pembangunan
jalan yang dilakukan pemerintah Timor Leste juga telah memasuki wilayah
Indonesia. Sebab, lokasi jalan tersebut terletak di Dusun Sunsea, Desa Nelu,
yang secara geografis merupakan bagian dari wilayah Indonesia. ”Aksi warga Desa
Nelu yang memblokir jalan yang dibangun pemerintah Timor Leste, karena ingin
menjaga kedaulatan wilayah Indonesia,” kata Eduard kepada Tempo, Senin, 21
Oktober 2013.
Penetapan
batas negara, kata Eduard, juga didasarkan pada perundingan antara Portugis dan
Belanda, yang membagi wilayah jajahannya tahun 1404-1406. Itu sebabnya,
pemerintah pusat diminta menugaskan aparatnya, khususnya dari Kementerian Luar
negeri, untuk melakukan sosialisasi berkaitan dengan batas antara kedua negara.
”Sosilisasi masalah batas negara, memang menjadi tugas dan wewenang pemerintah
pusat,” ujar Eduard.
Konsul
Timor Leste Feliciano da Costa mengatakan, sesuai kesepakatan antara kedua
negara tahun 2009, wilayah yang disengketakan tersebut masuk wilayah Timor
Leste, termasuk kuburan tua di Desa Nelu.
Feliciano
justru menuduh warga Nelu yang merusak pilar batas wilayah kedua negara. Karena
itu, dia meminta aparat penegak hukum untuk menindak tegas pelaku perusakan.
"Siapa yang merusak pilar itu akan berurusan dengan hukum," ucapnya.
Feliciano
juga menilai pemerintah Indonesia kurang memberikan sosialisasi kepada
masyarakat di perbatasan, sehingga masyarakat tidak tahu batas wilayah antara
kedua negara. "Kata kuncinya kurang sosialisasi dari pemerintah
Indonesia," tuturnya.
Warga
desa di kedua negara, pertengahan Oktober 2013 lalu, terlibat bentrokan selama
tiga hari. Bentrokan dipicu sengketa tanah tersebut. Kedua kelompok warga yang
masih merupakan kerabat tersebut terlibat saling serang. Warga Desa Nelu merasa
harus mempertahankan tanahnya, karena pembangunan jalan yang dilakukan
pemerintah Timor Leste telah melewati batas wilayah, bahkan masuk ke wilayah
Indonesia sejauh 500 meter. Bahkan, jalan tersebut menerabas tanah kuburan
warga Nelu.
Sebaliknya,
warga Leolbatan, Distrik Oekusi, Timor Leste, yang merasa tanah itu miliknya,
mempertahankannya. (YOHANES SEO)