JAKARTA, Kementerian Pertahanan menyatakan akan
membentuk komponen cadangan setingkat prajurit infanteri saat ini. Kemhan juga
menjamin personel TNI akan berjumlah lebih sedikit dengan kualifikasi yang
lebih tinggi.
"Dengan komponen cadangan, anggaran bisa untuk
profesionalisme, kesejahteraan, dan alat utama sistem persenjataan," kata
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Selasa (18/6), di Jakarta.
Menurut Purnomo, TNI akan merekrut personel lebih
sedikit daripada jumlah yang pensiun. Biaya rutin, seperti belanja pegawai yang
sekarang komposisinya 50 persen dari total anggaran, akan dikurangi.
Sekjen Kemhan Budiman mengatakan, kebutuhan untuk
mempertahankan Indonesia adalah 1-2 persen dari jumlah penduduk atau 2 juta-5
juta orang. Kalau kebutuhan ini diisi dengan militer profesional, biaya akan
meningkat. Komponen cadangan dianggap sebagai solusi karena biayanya hanya 10
persen dari militer. "Ini bukan bala cadangan zaman dulu. Banyak senior
menganggap seperti itu. Ini seperti cadangan di negara-negara maju," kata
Budiman.
Menurut rencana, kualifikasi pasukan militer ditingkatkan.
Infanteri akan memiliki kualifikasi seperti pasukan khusus atau raider saat
ini. "Yang seperti infanteri kita isi dari komponen cadangan,"
lanjutnya.
Budiman menambahkan, anggaran digunakan untuk
meningkatkan kualifikasi militer. Baru sisanya untuk komponen cadangan. Ia
mengatakan, Kemhan menambah uang untuk latihan. "Dulu di TNI AD, anggaran
latihan hanya Rp 90 miliar-Rp 100 miliar, mulai 2012 sudah Rp 250 miliar,"
ujarnya.
Budiman menegaskan, ini bukan wajib militer. Menurut
dia, hal ini merupakan hak warga negara. Mereka yang wajib adalah mereka yang
berasal dari instansi yang diperlukan kalau ada perang. Latihan persis seperti
militer selama dua minggu. Setelah itu, mereka masuk sebulan sekali pada akhir
pekan. Kewajiban ini dilakukan 3-5 tahun.
Purnomo mengatakan, komponen cadangan ini yang akan
dikerahkan kalau ada bencana alam. Dengan demikian, militer bisa dikerahkan
untuk tugas yang lebih penting.
Pengamat militer Al Araf dari Imparsial
berpendapat, efisiensi anggaran seharusnya hanya untuk persenjataan,
kesejahteraan, dan pelatihan prajurit. "Bukan untuk membuat komponen
cadangan yang efektivitasnya diragukan," ujarnya.
Al Araf mengatakan, sejumlah negara di Uni Eropa
yang dulu punya wajib militer saat ini sudah menghapus program itu. Mereka
mengurangi personel militer dan beberapa kesatuan atau batalyon yang tidak
efektif lagi. Mereka fokus di penguatan dengan teknologi dengan jumlah tentara
terbatas dan sangat profesional.
Ia mengingatkan, konsep perang saat ini adalah
perang teknologi. Konflik juga lebih banyak di dalam negeri daripada antar
Negara. (EDN), Sumber Koran: Kompas (19
Juni 2013/Rabu, Hal. 05)