Rabu, 19 Juni 2013

PERTAHANAN_Kemhan Bentuk Komponen Cadangan Sekelas Infanteri


JAKARTA,   Kementerian Pertahanan menyatakan akan membentuk komponen cadangan setingkat prajurit infanteri saat ini. Kemhan juga menjamin personel TNI akan berjumlah lebih sedikit dengan kualifikasi yang lebih tinggi.

"Dengan komponen cadangan, anggaran bisa untuk profesionalisme, kesejahteraan, dan alat utama sistem persenjataan," kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Selasa (18/6), di Jakarta.

Menurut Purnomo, TNI akan merekrut personel lebih sedikit daripada jumlah yang pensiun. Biaya rutin, seperti belanja pegawai yang sekarang komposisinya 50 persen dari total anggaran, akan dikurangi.

Sekjen Kemhan Budiman mengatakan, kebutuhan untuk mempertahankan Indonesia adalah 1-2 persen dari jumlah penduduk atau 2 juta-5 juta orang. Kalau kebutuhan ini diisi dengan militer profesional, biaya akan meningkat. Komponen cadangan dianggap sebagai solusi karena biayanya hanya 10 persen dari militer. "Ini bukan bala cadangan zaman dulu. Banyak senior menganggap seperti itu. Ini seperti cadangan di negara-negara maju," kata Budiman.

Menurut rencana, kualifikasi pasukan militer ditingkatkan. Infanteri akan memiliki kualifikasi seperti pasukan khusus atau raider saat ini. "Yang seperti infanteri kita isi dari komponen cadangan," lanjutnya.

Budiman menambahkan, anggaran digunakan untuk meningkatkan kualifikasi militer. Baru sisanya untuk komponen cadangan. Ia mengatakan, Kemhan menambah uang untuk latihan. "Dulu di TNI AD, anggaran latihan hanya Rp 90 miliar-Rp 100 miliar, mulai 2012 sudah Rp 250 miliar," ujarnya.

Budiman menegaskan, ini bukan wajib militer. Menurut dia, hal ini merupakan hak warga negara. Mereka yang wajib adalah mereka yang berasal dari instansi yang diperlukan kalau ada perang. Latihan persis seperti militer selama dua minggu. Setelah itu, mereka masuk sebulan sekali pada akhir pekan. Kewajiban ini dilakukan 3-5 tahun.

Purnomo mengatakan, komponen cadangan ini yang akan dikerahkan kalau ada bencana alam. Dengan demikian, militer bisa dikerahkan untuk tugas yang lebih penting.

Pengamat militer Al Araf dari Imparsial berpendapat, efisiensi anggaran seharusnya hanya untuk persenjataan, kesejahteraan, dan pelatihan prajurit. "Bukan untuk membuat komponen cadangan yang efektivitasnya diragukan," ujarnya.

Al Araf mengatakan, sejumlah negara di Uni Eropa yang dulu punya wajib militer saat ini sudah menghapus program itu. Mereka mengurangi personel militer dan beberapa kesatuan atau batalyon yang tidak efektif lagi. Mereka fokus di penguatan dengan teknologi dengan jumlah tentara terbatas dan sangat profesional.

Ia mengingatkan, konsep perang saat ini adalah perang teknologi. Konflik juga lebih banyak di dalam negeri daripada antar Negara. (EDN), Sumber Koran: Kompas (19 Juni 2013/Rabu, Hal. 05)