Reporter : Ramadhian
Fadillah
Kamis, 17 Oktober
2013 04:30
Merdeka.com - Butuh kerja keras
bagi TNI untuk memadamkan pemberontakan anggota Pasukan Gerilya Rakyat Serawak
(PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) dari tahun 1967-1974.
Mereka sangat mengenal medan di perbatasan Kalimantan. Sebagian rakyat di sana
juga mendukung perjuangan PGRS/Paraku sehingga gerilyawan tetap mendapatkan
suplai logistik.
Maka
intelijen TNI harus putar otak. Sebab perang melawan gerilya tak bisa dilakukan
selalu dengan kekerasan. Merebut hati lawan agar mau berbalik bekerjasama
dengan TNI jauh lebih menguntungkan.
Cerita
menarik soal sepak terjang intelijen ini dibeberkan oleh Jenderal Purn AM
Hendropriyono dalam berjudul Operasi Sandi Yudha, Menumpas Gerakan Klandestin
yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas tahun 2013.
Untuk
mengetahui persembunyian dan mengenali para tokoh PGRS/Paraku, tentu dibutuhkan
mantan pejuang organisasi tersebut yang mau bekerja sama. Kapten Hendropriyono
kemudian mencarinya di dalam penjara Sei Raya Pontianak. Di sinilah para tokoh
PGRS/Paraku yang sudah diadili dipenjara.
Kapten
Hendro menemukan Phang Lee Chong, bekas komandan Pasukan Barisan Rakyat yang
pernah menyerang Pangkalan Angkatan Udara Singkawang II. Setelah
bercakap-cakap, Hendro yakin Phang Lee Chong dapat mengenali target-target
utama TNI. Phang pun akhirnya mau bekerjasama dengan TNI.
Salah
satu kunci agar musuh mau bekerja sama dengan TNI adalah dengan memperlakukan
tawanan dengan baik. Membujuk musuh menyerah melalui keluarga yang didekati
serta memberi iming-iming hadiah.
Maka
Phang Lee Chok menyamar menjadi polisi lalu lintas. Bersama Tim Halilintar,
pimpinan Hendro, mereka merazia pengendara mobil dan motor. Seorang pemuda
bernama Atet ikut terjaring.
Ternyata
Atet adalah mantan kekasih seorang wanita bernama Siat Moy. Si jelita ini malah
kemudian dinikahi oleh Ah San, salah satu petinggi PGRS/Paraku dengan jabatan
Sekretaris Wilayah III Mempawah. Atet kemudian disingkirkan oleh Ah San ke
Comittee wilayah II.
"Kami
mulai mencari data tambahan tentang hubungan asmara antara Atet dan Siat Moy.
Ternyata walau Siat Moy telah menjadi istri Ah San, cinta kasih mereka tetap
membara. Dengan pendekatan secara pribadi yang hati-hati disertai dukungan
fasilitas yang relevan, bara cinta tersebut menyala kembali. Sampai mereka
sepakat untuk menjalin kembali pertautan hati yang menjadi retak selama
ini," beber Kapten Hendropriyono.
"Akhirnya
Siat Moy mau menunjukkan pos komando wilayah III dan persembunyian Ah San,
asalkan saya berjanji juga untuk tidak membunuh Ah San," lanjut Hendro.
Dengan
informasi dari Siat Moy akhirnya tim berhasil mendekati kurir Ah San yang
bernama Akau. Untuk menggoyang pendirian Akau, Atet menunjukkan surat dari ayah
Akau. Lalu diputar cassette player yang berisi suara ayah dan adik Akau meminta
Akau kembali ke tengah keluarga.
"Akau
terperangah ketika mendengar suara adik bungsunya yang memohon dia untuk
kembali mengantarnya ke sekolah seperti dulu dilakukannya," jelas Hendro.
Maka
dengan bekal itu, Kapten Hendro mulai menyiapkan tim. 11 Anggota Puspassus
disiapkan hanya bersenjatakan pisau komando. Operasi senyap untuk menangkap Ah
San hidup-hidup. 11 Orang ini siap bertarung satu lawan satu dengan Ah San dan
pengawalnya.
Operasi
penangkapan Ah San berlangsung seru. Sayangnya Ah San tak bisa ditangkap
hidup-hidup. Dia tewas lewat duel yang seru dengan kapten Hendro. [ian]