Jum'at, 07 Juni 2013 , 00:44:00
JAKARTA, jpnn.com
– Rancangan Undang-undang RUU Keamanan Nasional (RUU Kamnas) yang diusulkan
pemerintah ke DPR RI terus dikritisi. Meski DPR pernah mengembalikan RUU Kamnas
ke pemerintah untuk diperbaiki, namun sampai saat ini masih ada pasal-pasal
yang dianggap membahayakan hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi.
Anggota Komisi I DPR yang membidangi intelijen,
pertahanan dan hubungan luar negeri, Susaningtyas Kertopati, menyatakan bahwa
RUU Kamnas versi pemerintah itu harus diperbaiki. "Karena memiliki potensi merusak tatanan
demokrasi di Indonesia," katanya di Jakarta, Kamis (6/6).
Politisi Hanura yang lebih akrab disapa dengan
panggilan Nuning itu menjelaskan beberapa pasal di RUU Kamnas mengundang
persoalan. Misalnya pasal 14 ayat 1 yang
menjadi pintu masuk pemberlakuan status darurat militer saat ada kerusuhan
sosial. "Semestinya darurat militer diberlakukan hanya kalau ada
pemberontakan bersenjata atau ada serangan militer dari luar. Untuk urusan
sosial, cukup darurat sipil sehingga TNI nggak perlu masuk,” jelasnya.
Selain itu, ada pula pasal 17 ayat (4) mengenai
hal-hal yang diklasifikasikan sebagai ancaman potensial dan aktual, namun
diatur lagi dengan Peraturan Pemerintah.
Nuning menilai pasal itu memberi ruang kepada pemerintah untuk mendefinisikan
ancaman terhadap Kamnas sesuai selera penguasa. "Bisa-bisa nanti pemogokan
buruh saja harus diatasi dengan militer," kritiknya.
Masih terkait keterlibatan TNI dalam RUU Kamnas,
Nuning juga menyoroti pasal 27 ayat (1) yang menyebut Panglima TNI dapat
menetapkan kebijakan operasi dan strategi militer sebagai penyelenggaraan
Kamnas. Padahal, lanjutnya, kewenangan Panglima TNI adalah menggelar operasi
militer sesuai fungsi TNI saja. ”Ini dikhawatirkan dapat digunakan untuk
melakukan tugas militer yang tidak sesuai UU,” ulasnya.
Ada pula pasal 30 dalam RUU Kamnas yang memberi
peluang kepada presiden untuk mengerahkan TNI untuk menanggulangi ancaman
bersenjata dalam kondisi tertib sipil. Ia menganggap ketentuan itu akan menjadi
pembenar masuknya TNI di kala kondisi tertib sipil.
Yang juga menjadi pertanyaan adalah ketentuan pasal
32 ayat 2 tentang pelibatan masyarakat dalam Kamnas melalui Komponen Cadangan
(Komcad) dan komponen pendukung. ”Padahal RUU Komcad sendiri hingga hari ini
masih digodok dan mendapat banyak penolakan,” tegas Nuning.
Peraih gelar doktor di bidang ilmu intelijen itu
juga mengkritisi pasal 22 ayat (1) yang mengatur peran aktif intelijen negara
dalam penyelenggaraan Kamnas. Ia menganggap pasal itu membuka peluang adanya
tumpang tindih.
Rabu (4/6) lalu, RUU Kamnas juga sempat dibahas
dalam seminar bertema ”Dilema Pengaturan Keamanan Nasional” di kampus President
University Cikarang, Jawa Barat. Nuning juga hadir dalam seminar itu.
Pembicara lainnya dalam seminar itu adalah Presiden
Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia,
Andi Gani Nuwawea. Menurutnya, kalangan buruh menempakan RUU Kamnas
sebagai salah satu isu utama.
Gani menegaskan, gerakan buruh bisa terancam jika
nanti RUU Kamnas sampai lolos di DPR dan disetujui jadi UU. ”Padahal demokrasi memberikan hak yang sama
kepada siapa pun, termasuk kepada gerakan buruh untuk menuntut haknya melalui
unjuk rasa sesuai konstitusi yang berlaku di Indonesia. (ara/jpnn)