Sabtu, 08 Juni 2013

Tak Diperbaiki, Pasal RUU Kamnas Ancam Demokrasi


Jum'at, 07 Juni 2013 , 00:44:00
JAKARTA, jpnn.com – Rancangan Undang-undang RUU Keamanan Nasional (RUU Kamnas) yang diusulkan pemerintah ke DPR RI terus dikritisi. Meski DPR pernah mengembalikan RUU Kamnas ke pemerintah untuk diperbaiki, namun sampai saat ini masih ada pasal-pasal yang dianggap membahayakan hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi.

Anggota Komisi I DPR yang membidangi intelijen, pertahanan dan hubungan luar negeri, Susaningtyas Kertopati, menyatakan bahwa RUU Kamnas versi pemerintah itu harus diperbaiki.  "Karena memiliki potensi merusak tatanan demokrasi di Indonesia," katanya di Jakarta, Kamis (6/6).

Politisi Hanura yang lebih akrab disapa dengan panggilan Nuning itu menjelaskan beberapa pasal di RUU Kamnas mengundang persoalan. Misalnya  pasal 14 ayat 1 yang menjadi pintu masuk pemberlakuan status darurat militer saat ada kerusuhan sosial. "Semestinya darurat militer diberlakukan hanya kalau ada pemberontakan bersenjata atau ada serangan militer dari luar. Untuk urusan sosial, cukup darurat sipil sehingga TNI nggak perlu masuk,” jelasnya.

Selain itu, ada pula pasal 17 ayat (4) mengenai hal-hal yang diklasifikasikan sebagai ancaman potensial dan aktual, namun diatur lagi dengan  Peraturan Pemerintah. Nuning menilai pasal itu memberi ruang kepada pemerintah untuk mendefinisikan ancaman terhadap Kamnas sesuai selera penguasa. "Bisa-bisa nanti pemogokan buruh saja harus diatasi dengan militer," kritiknya.

Masih terkait keterlibatan TNI dalam RUU Kamnas, Nuning juga menyoroti pasal 27 ayat (1) yang menyebut Panglima TNI dapat menetapkan kebijakan operasi dan strategi militer sebagai penyelenggaraan Kamnas. Padahal, lanjutnya, kewenangan Panglima TNI adalah menggelar operasi militer sesuai fungsi TNI saja. ”Ini dikhawatirkan dapat digunakan untuk melakukan tugas militer yang tidak sesuai UU,” ulasnya.

Ada pula pasal 30 dalam RUU Kamnas yang memberi peluang kepada presiden untuk mengerahkan TNI untuk menanggulangi ancaman bersenjata dalam kondisi tertib sipil. Ia menganggap ketentuan itu akan menjadi pembenar masuknya TNI di kala kondisi tertib sipil.

Yang juga menjadi pertanyaan adalah ketentuan pasal 32 ayat 2 tentang pelibatan masyarakat dalam Kamnas melalui Komponen Cadangan (Komcad) dan komponen pendukung. ”Padahal RUU Komcad sendiri hingga hari ini masih digodok dan mendapat banyak penolakan,” tegas Nuning.

Peraih gelar doktor di bidang ilmu intelijen itu juga mengkritisi pasal 22 ayat (1) yang mengatur peran aktif intelijen negara dalam penyelenggaraan Kamnas. Ia menganggap pasal itu membuka peluang adanya tumpang tindih.

Rabu (4/6) lalu, RUU Kamnas juga sempat dibahas dalam seminar bertema ”Dilema Pengaturan Keamanan Nasional” di kampus President University Cikarang, Jawa Barat. Nuning juga hadir dalam seminar itu.

Pembicara lainnya dalam seminar itu adalah Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia,  Andi Gani Nuwawea. Menurutnya, kalangan buruh menempakan RUU Kamnas sebagai salah satu isu utama.

Gani menegaskan, gerakan buruh bisa terancam jika nanti RUU Kamnas sampai lolos di DPR dan disetujui jadi UU.  ”Padahal demokrasi memberikan hak yang sama kepada siapa pun, termasuk kepada gerakan buruh untuk menuntut haknya melalui unjuk rasa sesuai konstitusi yang berlaku di Indonesia. (ara/jpnn)