Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban tetap
mengusahakan para saksi kasus LP Cebongan bisa menyampaikan keterangan secara teleconference. Karena
itu, sejumlah peralatan pendukung terus disiapkan LPSK.
"Teleconference
bukan untuk menjatuhkan kredibilitas aparat militer. Cara ini justru
membantu mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap militer," papar
Irjen (Purn) Teguh Soedarsono, di Yogyakarta, kemarin.
Ia
menilai militer Indonesia sedang disorot terkait kasus tersebut. Untuk itu,
peradilan militer harus dilakukan secara terbuka.
Soal
persiapan perangkat, LPSK sudah berkoordinasi dengan PT Telkom dan Polri.
"Kami masih menunggu ketetapan dari Mahkamah Agung dan Peradilan Militer
Umum, soal penggunaan teknologi teleconference.
Rencananya
peranti akan dipasang di
LP Cebongan, Peradilan Militer Yogyakarta dan kantor LPSK Jakarta," lanjut
Teguh.
Teleconference
digunakan karena sejumlah saksi, yang terdiri dari sipir dan narapidana LP
Cebongan, masih trauma. Penyerbuan LP Cebongan terjadi Maret lalu, yang
menewaskan 4 tahanan kasus penusukan Sersan Satu Heru Santoso. Denpom Diponegoro
sudah menetapkan 12 anggota Kopassus Surakarta sebagai tersangka.
Masih di Yogyakarta, Gubernur Sri Sultan Hamengku
Buwono X meminta pro-kontra persidangan terhadap 12 anggota Kopassus tidak
mengganggu jalannya persidangan. "Warga Yogyakarta ada yang setuju dan
tidak terhadap tindakan para tersangka. Silakan saja, tapi jangan mengganggu jalannya
sidang." (AT/N-2), Sumber Koran: Media Indonesia (04 Juni 2013/Selasa,
Hal. 11)