Jubah
hitam sekitar 1926 dipakai oleh Kyai Agung Caringin ketika memimpin para santri
dan masyarakat di daerah Menes Banten, dalam melancarakan perlawanan terhadap
penjajah Belanda. Sedangkan Jubah putih dipakai oleh H Hasan Arief sekitar
tahun 1916. Saat itu; beliau memimpin para santri di daerah Cimareme Garut
melawan Belanda. Kedua jubah itu terpajang rapi di di dinding museum yang baru
selesai di rehap itu.
"Menurut
cerita keluarga kedua tokoh ini, setiap melakukan perlawanan dengan penjajah,
Kyai Agung Caringin dan Hasan Arief selalu memakai jubah ini, sehingga pihak penjajah tidak bisa
melihat mereka, bisa disebut jubah ini sakti karena bisa menghilang,"
jelas Sersan Mayor Apang Mustafa dan Sertu Emon, pemandu Museum kepada Harian Pelita saat berkunjung ke
Museum itu Sabtu lalu.
Kedua
pemandu setia ini menceritakan,
sejarah perjuangan H. Hasan Arief adalah ketika Marsose Belanda, beliau tidak
mau menyerahkan hasil bumi kepada penjajah. "Saat itu beliau bersama
santri sedang shalat dhuhur di masjid yang terbuat dari bambu. Penjajah datang dan menendang pintu
hingga jebol, langsung dibrondong, dan semua tewas, itu terjadi pada
1926," tambah Sertu Emon.
Selain
baju kurung yang bisa hilang ini, KH. Hasan Arief meninggalkan beduk dan
keris. Keris tidak diserahkan kepada siapapun, terus melekat dibadannya.
"Baju atau jubah ini diberikan oleh keluarga beliau, digunakan zaman
sebelum kemerdekaan, saat penjajah masuk ke RI. Beliau sering pakai jubah ini
saat menghadapi musuh, dan sampai sakarang masih awet," ungkap Apang.
Sama
halnya dengan Kyai Agung Caringin, sejarahnya waktu baju kurung dipakai beliau
saat berjuang melawan musuh, tidak kelihatan.
Kyai
Agung Caringin, berperang secara konvensional. Pergerakannya mulai teluk
Jakarta hingga Pandeglang. "Wafatnya dalam peperangan juga, dan muncul tokoh-tokoh
pejuang lain.
Peninggalannya golok wasiat, pedang sibela, dan keris.
Dimintai komentarnya, Kabintaldam III/Slw Kol. Inf Hindro Susilo menjelaskan,
gedung museum Mandala Wangsit Siliwangi ini, baru saja direhab. "Baru
tahun ini ada bantuan dari Pangdam, karena beliau peduli sama museum, mulai
Pebruari lalu, mulai di rehab.
Selama ini tidak ada bantuan untuk anggaran pemeliharaan dari Pemerintah
Propinsi Jabar, maupun Pemerintah Kota Bandung," tegas Hindro singkat. (ma), Sumber Koran: Harian Pelita (03
Juni 2013/Senin, Hal. 06)