Penulis : Ratih
Prahesti Sudarsono | Senin, 18 Februari 2013 | 21:48 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com
- Tentara Nasional Indonesia (TNI) harus siap menghadapi perang hibrida (hybrid
war). Pembelian perlengkapan senjata TNI dalam tiga tahun terakhir ini juga
dipersiapkan untuk kemungkinan menghadapi perang tersebut.
Demikian antara
lain pernyataan Panglima TNI Jenderal TNI Agus Suhartono, yang dibacakan
Kapuskes TNI Mayjen TNI Dedy Achdiat Dasuki, pada upacara 17 Februari 2013, di
Mabes TNI Cilangkap Jakarta, Senin (18/2/2013). Sebagaimana siaran pers Pusat
Penerangan TNI, Jeneral Agus memaparkan bahwa beberapa negara maju secara khusus menaruh perhatian pada tren
baru ancaman, yaitu perang hibrida.
Ini merupakan
stategi militer yang memadukan perang konvensional, perang yang tidak teratur,
dan cyber warfare, baik berupa serangan nuklir, senjata biologi dan kimia, alat
peledak improvisasi, serta perang informasi.Menurut Panglima TNI, berbagai
dinamika dan keriuhan dalam pengadaan alutsista TNI selama tiga tahun
belakangan ini, semakin memberikan kedewasaan peran TNI.
Kesungguhan pemerintah
dalam menata pertahanan dan keamanan negara, tidak hanya diproyeksikan untuk
menghadapi musuh dari luar.Tetapi juga, menyiapkan kemungkinan berkembangnya
perang hibrida dan masalah terorisme di dalam neger, katanya.
Dalam menghadapi ancaman perang hibrida, tegas
Jenderal Agus, TNI harus mampu merespon dan segera beradaptasi dengan situasi
yang berkembang. Itu tidak lain agar dapat mengantisipasi serta mengatasinya
secara lebih cepat dan tepat.
Ia mencontohkan,
pengadaan pesawat tempur sergap Super Tucano yang sejalan dengan pengadaan
pesawat Counter Insurgency (Coin) TNI AU, tidak lain guna mengantisipasi
kemungkinan berkembangnya aksi terorisme.Demikian pula pembelian dan pengadaan
alutsista matra darat dan laut yang dimaksudkan untuk menghadapi ancaman Perang
Hibrida. Sumber : www.kompas.com