Hujan lebat mengguyur Papua, ketika dua helikopter MI yang
membawa 11 jenazah korban aksi brutal kelompok Tentara Pembebasan Nasional
Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM) di Distrik Sinak, Kabupaten Puncak, Papua,
mendarat mulus di Bandara Sentani. Waktu saat itu menunjukkan pukul 11.00 siang
WIT, Minggu (24/2). Tanah Papua diliputi duka. Prajurit yang bertugas
melindungi masyarakat tewas ditembak. Mereka adalah tujuh prajurit TNI dari Yonif
753/AVT dan Kodim 1714/Puncak Jaya. Empat jenazah lainnya adalah warga sipil;
para pekerja bangunan. Suasana duka sangat mendalam.
Helikopter itu juga membawa seorang warga sipil, korban
luka tembak bernama Yohanes John. Ia,ditemani 15 rekannya, serta empat anggota
prajurit TNI Yonif 753. Wajah mereka murung. Trauma menyelimuti perawakan yang
mereka tampilkan. Ya, kejadian penembakan memang dilakukan dengan kasar dan
sadis. Proses evakuasi korban peristiwa Kamis (21/2) di Distrik Sinak ini
sempat tertahan selama tiga hari akibat cuaca buruk di Kota Jayapura dan di
lokasi kejadian. Namun akhirnya proses evakuasi berjalan aman dan lancar tanpa
ada suara tembakan. Namun, menunggu evakuasi selama tiga hari, jelas bukan
perkara mudah. Waktu berjalan terasa begitu lama saat situasi benar-benar
runyam bagi para korban. "Evakuasi jenazah berjalan aman dan normal. Tidak
ada satu pun gangguan bunyi tembakan. Masyarakat di tempat kejadian perkara
(TKP) juga sangat membantu dan mereka juga sedih," ujar Pangdam
XVlI/Cenderawasih Mayjen TNI Christian Zebua usai pelepasan tujuh jenazah TNI
secara militer di Markas Yonif 751/BS, Sentani.
Namun, raut wajah semua pengunjung tak bisa diingkari.
Marah, murung, dan sedih. Para korban dan tim evakuasi terlihat lelah dan
letih. Lebih banyak diam daripada mengisi waktu untuk sekadar mengobrol melepas
rasa duka. Seorang prajurit yang selamat terlihat menggeleng-gelengkan
kepalanya. Sesekali terdengar suara yang keluar dari mulutnya, entah apa yang
diucapkannya.
Empat anggota Pos Yonif 753 Sinak yang selamat tak mampu
menyampaikan apa pun tentang kejadian itu. Tak pernah menyangka situasi bisa
terjadi begitu cepat. Keempatnya harus kehilangan ketujuh rekan mereka.
"Mereka tidak bilang apa-apa, langsung serang kami dengan sadis. Mereka
langsung hajar kami," kata Yohanes. Ia menceritakan saat itu ia bersama
rekan-rekannya, termasuk yang tewas, Markus Kevin Rendenan, Payu, Ully, dan Rudy,
hendak menuju Bandara Sinak. Mereka ingin kembali ke Timika.
"Tiga teman kami sudah menunggu di bandara, sedangkan
kami yang delapan orang dalam perjalanan menuju bandara dengan mobil. Kami
jalan beriringan dengan tentara 753, karena mereka juga hendak ke bandara,"
tuturnya. Namun, sekitar dua kilometer dari bandara, saat melintas daerah
pegunungan, secara tiba-tiba terdengar bunyi tembakan. "Wuih, kami kaget.
Terus saling bertanya ada apa ini, ada apa ini," ujarnya. Saat saling
bertanya itulah secara tiba-tiba kelompok yang melakukan penembakan langsung
menyerang iring-iringan mobil secara membabi buta. "Tanpa bilang, tidak
bilang apa-apa. Langsung serang kami dengan pakai parang dan tembak kami,"
kata Yohanes.
Tidak ada pilihan bagi semua penumpang mobil. Upaya
menyelamatkan diri sangatlah sulit dilakukan. Ia mengaku melihat dengan jelas
bagaimana semua korban dibantai. Ia memperkirakan gerombolan penyerang
berjumlah 30 orang. "Saya lihat yang pegang senjata ada tiga orang,"
katanya. Hanya takdir yang menyelamatkannya. Ia masih sempat melarikan diri ke
dalam hutan setelah berhasil melompat dari tempat duduknya. Setelah sampai di
dalam semak-semak, ia baru menyadari lengan bahu kirinya terkena timah panas.
Ia menunggu cukup lama, dan pasrah dengan kondisinya. Beruntung ia kuat
sehingga mampu menjangkau rumah sakit terdekat di Sinak setelah menemui
kerabatnya.
"Saya tidak mau lagi kembali ke Sinak. Saya trauma.
Tetapi kalau di Jayapura saya tidak apa-apa. Saya ingin situasi keamanan di
sana membaik," ujarnya. Menurutnya, selama ini situasi di daerah tersebut
tidak banyak masalah. Namun, di luar perkiraan, yang terjadi sama sekali lain. (Odeodata
H Julia) Sumber: Koran Tidak Tahu