Jayapura, Sinar Harapan (26-02-2013, Hal. 02)
Heli milik MI TNI AD ditembak di Sinak saat mengantar bahan
makanan (Bama) untuk prajurit yang bertugas di sana, Senin (25/2). Kepala
Penerangan Daerah Militer (Kapendam) XVII/Cenderawasih Letkol Inf Jansen
Simanjuntak yang dihubungi SH membenarkan kejadian ini. Dia menjelaskan, heli
menuju ke Sinak Kabupaten Puncak, Papua karena harus membawa logistik. Selain
itu, heli juga membawa para personel Brimob dari kepolisian untuk menyelidiki
dan melakukan olah TKP ditambah personel polisi dari Brimob. Heli dengan
tujuan Sentani itu harus singgah di Mulia, Kabupaten Puncak Jaya, karena ada
dua anggota yang harus turun ke Pos Kotis.
Heli ditembak saat sedang terbang. Namun, karena suara
bising mesin heli, penumpang yang berada dalam heli tidak mendengar suara
tembakan. Dari data yang berhasil dihimpun SH, peristiwa terjadi pada hari
Senin, sekitar pukul 13.05 WIT. Heli yang diawaki pilot Kapten (Pnb) BL
Siagian dan Kopilot Lettu (Pnb) Angga, dengan rute Sentani-Sinak-Mulia berhasil
mendarat di Sentani. Heli itu ditembak dua kali dari arah utara tempat rumah
penduduk. Satu tembakan mengenai bagian bawah ekor heli dan tembus sampai ke
bagian atas. Kemudian heli landing di Mulia untuk mengecek kondisi pesawat dan
membawa enam warga. Selatar pukul 14.11 WIT, heli mendarat di Lanud Sentani,
membawa 18 warga di antaranya 12 orang dari Distrik Sinak dan enam orang dari
Kota Mulia bersama tujuh kru.
Butuh Terobosan
Pemerintah perlu melakukan terobosan baru dalam mengelola
Papua agar percepatan ekonomi, pendidikan, maupun kesejahteraan dapat
dilaksanakan dengari kondisi geografis Papua yang relatif sulit. Hal ini dapat
mengurangi persoalan keamanan di Papua. Demikian penjelasan dari anggota
Komisi 1 DPR Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, dalam Rapat Dengar Pendapat
(RDP) Komisi I dengan Panglima TNI dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN),
Senin (25/2). Menurut Nuning, embrio permasalahan di Papua adalah masalah
kesejahteraan atau ekonomi. Seharusnya ada terobosan baru dalam mengelola
Papua, sehingga percepatan ekonomi, pendidikan, maupun kesejahteraan dapat
dilaksanakan dengan kondisi geografis Papua yang relatif sulit.
"Jadi, pendekatan keamanan adalah akibat dari embrionya.
Bagaimana kinerja Menkoperekonomian dan Menkokesra?" katanya. Dia
menjelaskan, bukan hanya urusan kesejahteraan dan keadilan yang gapnya tinggi
antara Papua-Jakarta, melainkan juga persoalan keamanan yang masih menjadi
kendala tersendiri. Selama ini kebijakan menangani Papua kerap ambigu
menghadapi OPM.
Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono memaparkan, secara
garis besar BIN, TNI, dan Polri telah melakukan koordinasi komunikasi di
lapangan. Koordinasi itu memerhatikan kompleksitas persoalan tentang Papua,
termasuk di dalamnya terdapat aksi kekerasan bersenjata terhadap aparat dan
warga sipil. Panglima memandang perlunya pembenahan bersama jajaran Polhukam
menginisiasi gagasan baru dalam rangka mencari solusi komprehensif tentang
masalah papua secara damai dan bermartabat dalam bingkai NKRI. Kepala BIN
Letnan Jenderal TNT Marciano Norman menilai masalah Papua harus diselesaikan
secara komprehensif dan damai. Menurutnya, konteks permasalahan di Papua bukan
hanya dalam lingkup kesejahteraan, melainkan juga adanya kecenderungan
kelompok separatis yang menginginkan Papua merdeka.
BIN merekomendasikan dibentuknya crisis center di Papua,
sehingga komunitas intelijen secara terpadu dapat memberikan masukan
perkembangan situasi terkini. Perbedaan informasi yang diperoleh menurutnya
dapat mengakibatkan kesalahan mengambil keputusan. BIN juga tengah menjalin
komunikasi dengan pihak Organisasi Papua Merdeka (OPM), dengan maksud mengupayakan
mereka kembali menjadi bagian dari masyarakat Papua dalam wilayah kesatuan
NKRI. Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santosa menyampaikan rencana pemanggilan
Menkopolhukam mengenai Otsus Papua, dan masalah yang terjadi belakangan
seperti penembakan prajurit TNI. (M Bachtiar Nur) Sumber : Sinar Harapan