Jakarta, Koran Tempo (25-02-2013, Hal A5)
Setelah terjadi penembakan terhadap delapan anggota
Tentara Nasional Indonesia dan empat warga sipil di Papua pekan lalu,
kepolisian sedang mengkaji kemungkinan penerap an Instruksi Presiden Nomor 2
Tahun 2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri di Kabupaten
Puncak Jaya, Papua. "Akan dikaji apakah termasuk konflik sosial atau
teroris," kata Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Papua, Komisaris
Besar I Gede Sumerta Jaya, melalui pesan pendek kemarin.
Gede Sumerta menjelaskan, ada dua masalah yang bisa ditangani
berdasarkan Inpres Nomor 2 Tahun 2013 itu, yakni konflik sosial dan terorisme.
Menurut dia, saat ini peristiwa penembakan pekan lalu belum bisa dikategorikan
sebagai terorisme. "Karena masyarakatnya masih riskan," kata dia.
Pada 28 Januari lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
menandatangani instruksi presiden soal gangguan keamanan dalam negeri. Dalam
inpres itu, polisi dibantu TNI dan pemerintah daerah menjalankan tugas
memelihara keamanan dan ketertiban untuk menghentikan tindak kekerasan. Bantuan
TNI diberikan antara lain untuk menghadapi unjuk rasa, kerusuhan massal,
konflik sosial, dan kelompok kriminal bersenjata. Meskipun inpres gangguan
keamanan dalam negeri belum resmi diterapkan, Gede Sumerta mengatakan penerapan
serupa inpres sudah dilakukan polisi. Ia mencontohkan pengamanan pemilihan
Gubernur Papua pada akhir Januari lalu." Kami melibatkan TNI dalam
pengamanannya," kata Sumerta.
Metode pelibatan TNI dalam pengamanan tersebut sudah
dibicarakan dalam forum komunikasi pimpinan daerah tingkat I Papua. Kamis pekan
lalu, delapan anggota TNI gugur ditembak kelompok separatis Papua. Satu orang
ditembak di wilayah Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya. Sedangkan tujuh orang
lainnya ditembak di Distrik Sinak, Kabupaten Puncak. Empat warga sipil juga
ditembak. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto
mengatakan pemerintah belum meningkatkan status Papua setelah terjadi
peristiwa penembakan tersebut. "Tidak ada peningkatan status apa
pun," kata Djoko di Istana Negara, Jumat pekan lalu.
Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin juga memastikan
tak akan menambah pasukan ke Papua."Tidak ada satu pun tendensi
peningkatan kekuatan di Papua. Ini bisa dikendalikan oleh komando operasi yang
berada di lapangan," kata Sjafrie dalam konferensi pers di kantornya,
Jumat pekan lalu. Alasannya, penyerangan terhadap tentara pada Kamis pekan lalu
adalah kejadian taktis, sehingga tak berpengaruh pada pertahanan secara
strategis.
Direktur Eksekutif Imparsial, Poengky Indarti, tak setuju
atas penerapan inpres gangguan keamanan dalam negeri. Menurut dia, tak ada
situasi mendesak di Puncak Jaya yang membuat aparat dan pemerintah harus menerapkan
inpres tersebut. "Pakai penegakan hukum biasa saja," kata Poengky
ketika dihubungi kemarin. Penembakan terhadap tentara di Papua, kata Poengky,
belum bisa digolongkan sebagai konflik sosial. (Rusman Paraqbueq, Ananda Badudu) Sumber: Koran Tempo