Jakarta, Jurnal Nasional (25-02-2013, Hal. 01)
Setelah terhadang berbagai hambatan, tim berhasil
mengevakuasi 11 jenazah korban penembakan di Distrik Sinak, Kabupaten Puncak
Jaya menuju Bandara Sentani, Jayapura, Papua, kemarin (24/2). Mereka adalah
korban penembakan pada hari Kamis, 21 Februari 2013 di Tingginambut Puncak
Jaya dan Sinak Puncak Jaya. Dua helikopter membawa sebelas jenazah tiba di
Bandara Sentani pukul 11.00 WIT setelah menempuh penerbangan selama dua jam.
Sebelas jenazah tersebut terdiri dari tujuh jenazah anggota TNI AD dan empat
warga sipil. Jenazah sempat disemayamkan di Markas Yonif 751/Raider Sentani
untuk dilaksanakan autopsi dan upacara militer penerimaan jenazah.
Pada pukul 14.30 WIT, Panglima Kodam XVII/Cenderawasih,
Mayor Jenderal TNI Christian Zebua, memimpin upacara militer pemberangkatan
jenazah Prajurit TNI AD. Jenazah prajurit TNI AD selanjutnya diserahkan
kepada pihak keluarga masing-masing. Lima jenazah prajurit TNI AD diberangkatkan
dengan pesawat Garuda. Almarhum Sertu Ramadhan diberangkatkan ke Kupang, Nusa
Tenggara Timur, Alm Sertu M Udin ke Surabaya dan selanjutnya dibawa ke Sidoarjo,
Jawa Timur. Alm Sertu Frans diberangkatkan ke Makassar (Sulawesi Selatan), Alm
Sertu Ebi Juliana ke Jakarta untuk selanjutnya dibawa ke Sukabumi, Jawa Barat.
Alm Praka Jojon dibawa ke Makassar dan selanjutnya dibawa ke Kendari, Sulawesi
Tenggara.
Jenazah Alm Praka Wemprit dan Alm Pratu Mustofa masih
disemayamkan di Yonif 751/ Raider. Rencananya jenazah Alm Praka Wemprit dan Alm
Pratu Mustofa diberangkatkan, Senin (25/2) ke Nabire. Empat jenazah warga sipil
masih disemayamkan di Rumah Sakit Dian Harapan Jayapura karena menunggu
koordinasi dengan keluarga. Empat jenazah warga sipil itu adalah Yohanis, Uli,
Markus, dan Rudi. "Dengan demikian, artinya seluruh korban tewas
penembakan di Tingginambut dan Sinak sudah dipindahkan," kata Kepala Sub
Dinas (Kasubdis) Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Dispenad), Kolonel
Zainal M, di Jakarta, Minggu (24/2).
Sebelumnya, aparat keamanan sudah berhasil mengangkut
terlebih dahulu Pratu Wahyu Prabowo. Zainal menjelaskan pada Jumat (22/2)
evakuasi tujuh jenazah di Puncak Jaya, Papua batal dilaksanakan. Helikopter
Puma SA-330 milik TNI AU yang hendak mengevakuasi tujuh jenazah itu ditembaki
dari sebuah rumah sekitar pukul 08.15 WIT di Helipad Lapangan Koramil Distrik
Sinak Mulia, Kabupaten Puncak Jaya, Papua.
Ketua Sinode Gereja Kristen Injili (GKI) di Tanah Papua,
Pendeta Alberth Yoku, S.Th mengatakan para pelaku kejahatan dan tindak
kriminal tersebut agar bisa diproses hukum sesuai dengan perbuatannya.
"Tindakan hukum bagi mereka yang melakukan tindakan-tindakan seperti itu
(penembakan, Red) harus ditegakkan," katanya di Jayapura seperti dikutip
dari Antara. Pendeta Alberth Yoku juga mengimbau kepada pemerintah provinsi
dan daerah yang ada di wilayah itu agar memerhatikan peningkatan sumber
kesejahteraan dan sumber budi pekerti/pengetahuan yang bagi bagi warga setempat.
"Mari kita lakukan pembangunan yang mengarah kepada peningkatan sumber
kesejahteraan dan sumber budi pekerti dan pengetahuan yang baik bagi semua
manusia," katanya.
Sinode GKI di Tanah Papua, lanjut Pendeta Yoku menyerukan
bahwa tidak boleh ada manusia yang merampas hak Tuhan soal masalah hak hidup.
Manusia yang jahat yang melakukan hal itu harus bertobat karena jika tidak
bertobat maka kutuk Tuhan akan jatuh kepada pribadinya, keluarganya dan
kehidupannya. Terkait peristiwa penembakan yang terjadi tiga hari lalu, GKI
di Tanah Papua mendoakan supaya kejahatan berubah menjadi kebaikan, keluarga-keluarga
yang mengalami duka diberi kekuatan oleh Tuhan dan menerima sebagai bagian
dari hidup yang sedang dijalani.
"Sebagai pimpinan gereja yang utama ingin kami sampaikan
bahwa pembunuhan dalam bentuk apa pun kepada sesama manusia itu tidak
dibenarkan. Manusia itu telah mengambil kewenangan Tuhan Yang Maha Kuasa dan
itu melanggar hukum Tuhan, yakni jangan membunuh," katanya. "Karena
itu harus bertobat karena mereka (pelaku, Red) nanti akan dimurkai oleh Tuhan
Allah yang memberikan hidup kepada seluruh umat manusia," ujarnya. (Friederich
Batari/Salviah Ika Padmasari) Sumber: Jurnal Nasional