Rakyat Merdeka (24-02-2013, Hal. 06)
Kalangan DPR gregetan dengan sikap Panglima TNI Laksamana
Agus Suhartono. Komisi Pertahanan DPR mendesak Panglima (TNI) datang ke Papua
langsung. "Ini Panglima TNI kenapa tidak segera ke Papua. Ini delapan
orang mati, jumlah yang besar," kata Wakil Ketua Komisi I DPR, TB
Hasanuddin, kemarin. Politisi PDI Perjungan ini mengatakan, dalam kasus kelompok
bersenjata, intelijen sebenarnya sudah memberikan informasi. Sayangnya, sebut
dia, informasi yang sudah didapat itu tidak diikuti dengan kebijakan taktis.
"Aparat sudah tahu; lokasi, kekuatan, bahkan sudah
komunikasi langsung dengan kelompok bersenjata. Namun, dari informasi yang
diolah itu tidak dibuat kebijakan. Apa mau disergap, apa mau nego. Ini tidak
ada perintah apa pun," ungkapnya. Menurut pensiunan Mayor Jenderal TNI
ini, persoalan di Papua sangat kompleks. Bukan hanya ekonomi, diskriminasi,
tapi juga persepsi masyarakat perlu diperbaiki. Dia berharap TNI dan Polri
bisa bekerjasama guna menekan konflik dan separatisme yang tak kunjung hilang.
"Masalah di Papua bukan sebatas hanya kekerasan dan
masalah keamanan. Tapi akar masalahnya ada di ekonomi, di mana dana otonomi
khusus dikorupsi oleh elit pusat dan daerah." Berdasarkan pantauannya selama
ini, kata Hasanuddin, TNI dan Polri masih berjalan sendiri-sendiri. Begitu juga
dengan sejumlah kementerian dan lembaga Negara lainnya. "Mereka tidak
sinergis. Akibatnya, masalah itu tak kunjung selesai dan aparat yang jadi
target operasi kelompok bersenjata."
Terpisah, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Hanura,
Susaningtyas Nefo Handayani Kertapati menyesalkan tewasnya delapan TNI di
Papua. Dia menilai, peristiwa berdarah itu sebagai bentuk kecolongan intelijen.
"Seharusnya peristiwa semacam tersebut tidak terulang lantaran hal
serupa pernah terjadi. Sistem deteksi dini di sektor intelijen masih belum
efektif," katanya. Sekalipun begitu, dia berharap, TNI tidak bersikap
reaktif atas kejadian ini. Dia mengingatkan, reaksi yang berlebihan justru hanya
akan mengangkat Papua ke dunia internasional.
Saat ini, kata Nuning, sapaan Susaningtyas, peningkatan jumlah
senjata di Papua menjadi ancaman bagi pemerintah. Dia bilang, bila tidak
serius memberikan solusi secara komprehensif terhadap semua persoalan di sana,
Papua akan terus bergolak. "Eskalasi kasus senjata ini sudah lama terjadi
dan akan berlangsung selama pemerintah tak berikan solusi soal Papua. Sampai
sekarang belum ada konsep solusi yang komprehensif, bermartabat dan
damai," imbuhnya.
DPD Sudah Kasih Rekomendasi
Terpisah, Wakil Ketua DPD La Ode Ida mengatakan, sebelum
terjadinya insiden penembakan, kalangan senator sudah memperingatkan
pemerintah. Peringatan tersebut berupa hasil rekomendasi yang dibuat Pansus
Papua DPD. "Sudah kami sampaikan bahwa pemerintah perlu berdialog. Tapi
rekomendasi ini selalu diabaikan. Aceh selesai dengan dialog, kenapa Papua
tidak? Ini diskriminasi. Cobalah pemerintah ajak mereka berdiskusi,"
katanya.
Agar kasus ini tidak merembet semakin besar. La Ode menyarankan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selaku pemegang kekuasaan, menggelar dialog
dengan para kelompok bersenjata agar persoalan Papua bisa segera selesai. "Kami
melihat ke belakang, sudah sering terjadi (penembakan). Setidaknya sudah ada
50 orang ditembak hingga tewas tahun lalu. Problemnya adalah kenapa tidak
diselesaikan? Ini pertanyaan mendasar yang perlu dijawab pemerintah,"
kata senator Sulawesi Tenggara ini. Wakil Ketua DPRD Papua Barat Jimmy
Demianus Ijie mengatakan, kasus penembakan 8 anggota TNI hanyalah masalah di
permukaan Papua. Jimmy menuturkan, warga Papua hingga kini masih belum
merasakan kemerdekaan. (SIS/QAR) Sumber: Koran Rakyat Merdeka