Rancangan Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan (RUU Ormas) dinilai akan membahayakan praktik demokrasi di Indonesia. Apabila RUU itu diberlakukan, akan membungkam inisiatif masyarakat sipil dalam menyuarakan aspirasi publik.
"RUU ini sangat berbahaya karena dapat mematikan aspirasi
masyarakat sipil," kata sosiolog dari UGM Arie Sudjito, kemarin.
Ia menyatakan ada sejumlah pasal dalam RUU tersebut yang
potensial menciptakan proses birokratisasi ormas. Sebab, masyarakat harus
melalui proses yang birokratis untuk berserikat menyuarakan aspirasi.
"Jika berserikat pun harus melalui birokrasi yang
rumit, lantas ke mana masyarakat menyampaikan aspirasi ? Apalagi, parpol saat
ini sulit dipercaya," ujarnya.
Meski demikian ia mengakui bahwa adanya RUU Ormas sebagai
reaksi atas kemunculan ormas milisi yang membahayakan kehidupan masyarakat
sipil. Namun, bukan berarti solusinya justru mengontrol secara ketat kegiatan
masyarakat sipil yang lain.
"Ormas front yang menggunakan kekerasan itu cukup dikenai
hukum pidana. Atau bisa juga dengan membuat perda larangan bagi ormas melakukan
pemalakan," tegas Arie.
Hal terpenting dalam pengaturan ormas, imbuhnya, yakni
bagaimana membuat ormas atau LSM lebih akuntabel dan sesuai fungsi untuk memperkuat
peran masyarakat sipil. "Kan menjadi aneh bila mengaku negara demokrasi,
tapi watak perlakuan terhadap ormas tidak demokratis," tukasnya.
Dalam menanggapi penilaian tersebut, pihak DPR mengaku telah
berkomunikasi dengan berbagai LSM terkait pembahasan RUU Ormas. Karena itu,
mereka tidak mengerti mengapa RUU itu terus mendapat penolakan.
"Ormas besar seperti NU dan Muhammadiyah sudah clear. Karena
itu, saya tidak mengerti substansi apa membuat banyak penolakan," kata
Ketua Panja RUU Ormas Abdul Malik Haramain.
Dirjen Kesbangpol Kemendagri Tantribali Lamo juga menegaskan
tidak ada substansi dalam RUU itu yang berisi pemangkasan demokrasi maupun
kebebasan berserikat dan berkumpul. Karena, merujuk pada Pasal 28 (j) UUD 1945
yang memang memerlukan pembatasan. Tetapi, pembatasan itu perlu memperhatikan
aspek adat istiadat, agama, dan lingkungan sekitar.
Berkenaan dengan RUU itu pula, kemarin, Wakil Ketua DPR
Priyo Budi Santoso menerima perwakilan pengunjuk rasa dari unsur buruh dan LSM
yang tergabung dalam Koalisi Perjuangan Hak Sipil dan Buruh (Kapak), di Gedung
DPR, Jakarta.
Sementara itu, lebih dari seratus orang buruh dan aktivis
LSM berunjuk rasa di depan pintu gerbang utama Gedung DPR. Mereka menuntut agar
DPR menghentikan pembahasan RUU Ormas dan RUU Keamanan Nasional (Kamnas),
sekaligus mengusulkan menggantinya dengan RUU Perkumpulan.
Sementara itu, Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo
Yusgiantoro menanggapi penolakan terhadap RUU Kamnas hanya oleh segelintir
orang, sebaliknya mayoritas masyarakat mendukung RUU tersebut. "RUU
Kamnas yang menolak itu-itu saja, hanya segelintir orang kok," tandas
Purnomo.
(SW/AN/P-3) Emir Chairullah emir@mediaindonesia.com, Sumber : Media Indonesia
(SW/AN/P-3) Emir Chairullah emir@mediaindonesia.com, Sumber : Media Indonesia