Penulis : Kontributor Makassar,
Hendra Cipto | Kamis, 9 Mei 2013 | 15:36 WIB
MAKASSAR, KOMPAS.com — Korban
premanisme di Kota Makassar terus berjatuhan, tetapi aparat kepolisian terkesan
acuh. Untuk itu, masyarakat akan meminta bantuan TNI untuk memberantas
premanisme.
"Mulai hari ini, 9 Mei 2013,
kami menyatakan mosi tidak percaya lagi kepada Kapolda Sulsel Irjen Mudji
Waluyo. Kapolda gagal memberikan jaminan perlindungan menyeluruh terhadap
jurnalis yang bertugas di wilayah Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan,"
kata Upi Asmaradhana, Koordinator Relawan Komite Perlindungan Jurnalis dan
Kebebasan Berekspresi, dalam rilis terbuka, Kamis (9/5/2013).
Pernyataan itu dimunculkan
menyusul berbagai kejadian kekerasan terhadap masyarakat dan wartawan. Seperti
halnya yang terjadi semalam, dua korban premanisme terluka dan barang berharga
miliknya raib dibawa pelaku.
Korban adalah seorang wartawan
Trans TV di Makassar, Muhammad Ardiansyah, yang saat kejadian sedang berada di
Jalan Urip Sumohardjo, Kamis sekitar pukul 04.40 Wita. Seorang lagi warga
bernama Andi dipanah dan laptopnya dirampas pelaku di Jalan AP Pettarani.
Ardiansyah ditikam di bagian paha
kanan dengan dua luka sedalam 5 cm dan goresan kecil. Korban kemudian dilarikan
ke UGD Rumah Sakit Ibnu Sina untuk menjalani perawatan.
Kejadian diawali dengan
diserempetnya motor korban dan kunci langsung dicabut oleh pelaku premanisme.
Korban kemudian berusaha mengejar pelaku untuk mengambil kunci motor, tetapi
pelaku memanggil rekannya. Rekan pelaku balik menyerang korban. Korban dipanah
kemudian ditikam dengan sebilah badik di bagian paha.
Sementara itu, Andi terkena anak
panah di bahu kanan dan dilarikan ke RS Bhayangkara. Sebelumnya, pada 6 April
lalu, Harun, jurnalis Fajar TV, menjadi korban kekerasan oleh kelompok pemuda
saat melintas di Jalan Veteran Utara. Polisi menangkap salah seorang yang
diduga pelaku. Namun, dengan alasan tidak cukup bukti, ia lalu dilepaskan.
Padahal, dalam pemeriksaannya dia mengaku ikut dalam rombongan geng motor
tersebut.
Aksi premanisme juga dialami
ratusan pedagang dan ribuan pengunjung Pantai Losari. Puluhan preman yang telah
menguasai Pantai Losari itu sering memeras dan mengancam pedagang jika
permintaannya tidak dipenuhi.