Jayapura, Pemerintah dan aparat keamanan diminta menghentikan segenap
tindakan represif yang terjadi dan sedang direncanakan di Papua dan Papua
Barat. Hal ini mengingat sudah terlalu banyak jatuh korban rakyat sipil orang
asli Papua dan juga aparat keamanan, serta warga lainnya.
"Kami meminta pemerintah daerah, para
petinggi militer dan kepolisian di Tanah Papua, seperti Kapolda Papua dan
Panglima Kodam XVII Cenderawasih agar segera menghentikan aksi-aksi kekerasan
itu," kata Yan Christian Warinussy kepada SP, Senin (6/5).
Dia menegaskan, berbagai peristiwa kekerasan yang
menimbulkan korban jiwa,
baik rakyat sipil maupun aparat TNI dan Polri, tidak murni aksi kriminal.
"Tapi, aparat cenderung menuding rakyat sipil menyerang aparat keamanan
terlebih dahulu, sehingga aparat bereaksi dan jatuh korban. Ini cerita lama dan basi, serta dapat
diketahui dengan gampang, siapa yang merancangnya," kata peraih
penghargaan internasional di bidang HAM "John Humphrey Freedom Award Tahun 2005" dari Kanada itu.
Dikatakan, aksi-aksi kekerasan di kawasan Puncak
Jaya, seperti Tingginambut dan sekitarnya, maupun di Jayapura, Wamena, Biak,
Serui, Nabire, dan Timika, serta terakhir ini di Aimas, Sorong sudah dapat
diidentifikasi oleh para aktivis HAM di Tanah Papua maupun dunia internasional,
sebagai sesuatu yang tidak murni.
"Bagaimana mungkin ditemukan begitu banyak
senjata api, pakaian loreng dan sepatu laras, seperti yang selalu digunakan aparat
TNI,
serta senjata rakitan di rumah Isak Klaibin. Ini tentu menimbulkan pertanyaan
besar, siapakah yang selama ini bergaul degan Klaibin dan dengan siapa yang
bekerja sama selama ini?" katanya.
Isak Klaibin, disebut sebagai pemimpin kelompok
massa di Distrik Aimas, Sorong, yang pada Rabu (1/5) lalu, nekat mengerahkan
massa hendak mengibarkan bendera Bintang Kejora. Namun, kejadian itu berhasil
dihalangi aparat, dan terjadi bentrokan mengakibatkan tiga warga Aimas tewas
tertembak.
Dikatakan, trend yang muncul dewasa ini, pada institusi
keamanan di Tanah Papua adalah menghambat rakyat sipil untuk menjalankan
haknya secara bebas dan demokratis dalam berkumpul dan menyampaikan pendapat,
sebagaimana dijamin UU Nomor 39/1999 tentang HAM dan Deklarasi Universal
tentang HAM tahun 1948 maupun Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan
Politik.
Ditegaskan, penembakan warga sipil di Aimas,
adalah suatu bentuk tindakan pelanggaran HAM berat, yang seharusnya segera
ditangani oleh Komnas HAM RI.
Korban Bertambah
Sementara itu, korban meninggal akibat penembakan
di Distrik Aimas, Sorong, Papua Barat, bertambah lagi sehingga jumlah korban
meninggal seluruhnya menjadi tiga orang. Korban terakhir yang meninggal Ny
Solamina Klaivin (37), yang setelah dirawat enam hari di Rumah Sakit Se Be Solo, Sorong,
akhirnya mengembuskan napas terakhir, Selasa (7/5) dinihari sekitar pukul 01.00
WIT. Korban mengalami tiga luka tembak di bagian perut, paha, dan lengan kanan.
Plt Komnas HAM Papua, Frits Bernard Ramandey
menjelaskan kondisi Salomina memburuk sejak pukul 22.00 WIT dan pada pukul
01.00 WIT meninggal dunia. "Jenazah almarhum pagi ini telah diambil
keluarga dan dibawa ke kampung mereka di Distrik Aimas," jelasnya.
Ia menyayangkan kejadian tersebut, apalagi Papua
kini menjadi sorotan dunia internasional.
Dua korban tewas sebelumnya adalah Abner Malagawak
(22) dan Thomas Blesia (28). Para korban diduga ditembak aparat, karena nekat
mengibarkan bendera Bintang Kejora, pada momentum peringatan 50 tahun
integrasi Papua ke NKRI, Rabu (1/5) dini hari lalu.
Deklarasi Merdeka
Dalam kejadian di Aimas, Polda Papua menemukan
sejumlah dokumen gerakan bersenjata TPN-OPM seperti pakaian loreng dan
bendera Bintang Kejora.
"Kami menemukan persiapan dan kesiapan dari
kelompok yang dipimpin Isak Kalaibin untuk berbuat tindak kekerasan pada 1
Mei," kata Wakapolda Papua
Brigjen Pol Drs Paulus Waterpauw.
Disebutkan, dalam olah tempat kejadian perkara,
ditemukan pula alat tajam, panah, busur, tombak, parang, senpi rakitan, magazine
dan lain-lain. "Bendera Bintang kejora dan sejumlah kelengkapan administrasi
berupa kartu anggota dan dokumen lainnya dalam perjuangan TPN/OPM telah
disita," katanya.
Langkah selanjutnya,
kata dia, akan diselidiki adanya penghasutan, pengajakan yang dikategorikan
perbuatan melawan hukum. Pihaknya meminta Isak menyerahkan diri untuk
mempertanggungjawabkan apa yang telah dilakukan. (154), Sumber Koran: Suara Pembaruan
(07 Mei 2013/Selasa, Hal. 15)