Senin, 13 Mei 2013

Ciptakan Sepatu Anti-Perkosaan


Bogor,   Perempuan yang kerap bepergian seorang diri kelak tak perlu khawatir lagi. Seorang siswa kelas 2 SMPN 1 Kota Bogor, Hibar Syahrul Gafur (15), baru saja menciptakan sepatu yang diklaim bisa mencegah pelecehan seksual.

Sepatu ciptaan Hibar ini baru saja menyabet medali emas di ajang International Exhibition of Young Inventors (IEYI) di Malaysia. Sepatu tersebut sempat menyedot perhatian para pengunjung pa­meran. Mereka kagum akan keampuhannya karena sepatu itu bisa menimbulkan sengatan listrik yang dapat melumpuhkan orang yang akan berbuat jahat.

Sepatu berhak tinggi ini di dalamnya memiliki rongga. Ruang be­rongga tersebut berfungsi untuk menempatkan batrei yang bertegangan listrik 450 volt. Tujuannya adalah untuk memberikan efek getar. Terdapat guntaian kabel yang terhubung dengan baterai dan fungsinya untuk proses pengisian ulang baterai. Ditemui Warta Kota usai pulang dari Malaysia, Minggu (12/5) pe­tang, putra kedua pasangan Kopral Kepala (Kopka) TNI AD Jamaludin (46)-Sri Hendrayanti (42) ini me­nuturkan keberhasilannya menciptakan sepatu antikekerasan seksual bagi perempuan. 'Awalnya' saya prihatin melihat tayangan di televisi soal kekerasan seksual ter­hadap perempuan. Kemudian saya berpikir untuk menciptakan alat khusus buat perempuan agar bisa melindungi dirinya dari ancaman pelaku kejahatan," ujar Hibar.

Dijumpai di rumahnya di Kampung Babakan Cimahpar RT 05/09. No 45, Kelurahan Cimahpar. Bogor Utara, Kota Bogor, siswa kelas VIII (2), SMPN 1 Kota Bogor itu menjelaskan, awalnya dia akan menciptakan sebuah bra yang dilengkapi aliran listrik. Tapi, rencana itu dibatal­kan karena dikhawatirkan aliran listrik malah akan berbahaya bagi perempuan yang memakainya. "Kemudian muncul ide untuk membuat sepatu perempuan yang dilengkapi aliran listrik." katanya.

Rencana untuk membuat sepatu yang dilengkapi batrei ini kemudian disampaikan ke­pada guru fisika di sekolahnya. Gagasan Hibar langsung disam­but positif oleh gurunya.

Lewat bimbingan Warsito dan Aip, guru Fisika dan guru pembim­bing dari luar sekolah, Hibar mulai menciptakan sebuah rangkaian listrik yang dipasang di bagian alas sepatu perempuan tersebut.

Ide untuk membuat sepatu yang mengandung aliran listrik muncul sekitar bulan Agustus 2012 tahun lalu. Awalnya, Hibar mempelajari cara membuat rangkaian listrik secara otodidak, lewat internet, dan membaca buku. "Sekitar sebulan saya belajar soal rangkaian listrik," ujar remaja yang gemar belajar ma­tematika itu.

Dengan daya listrik bertegangan 450 volt, sepatu antiperkosaan ciptaan Hibar bisa membuat orang yang tersengat meringis kesakitan. Tak hanya itu. jika sepatu yang ba­gian ujunganya dilapisi lempengan kecil dari besi itu ditempelkan ke tubuh selama semenit, bisa mem­buat orang lemas. "Awalnya masih banyak kekurangan, terutama saat hujan, sepatu yang saya buat kemasukan air dan itu bisa mem­bahayakan pemakainya karena rangkaian listrik bisa konslet,” katanya.

Untuk menghasilkan daya lis­trik bertegangan 450 volt, Hibar cukup memasang batrei kotak 9 volt dirangkai dengan sirkuit dan beberapa komponen yang ditem­pelkan PCB. "Semua rangkaian dipasang di bagian alas sepatu, dilengkapi tombol on/off dan in­dikator lampu untuk mengetahui kekuatan batrei," ujarnya.

Jika batre habis, lampu indi­kator akan mati, dan tinggal dicharges, layaknya telepon selular. "Butuh waktu 2 sampai 3 jam, untuk mengecas. Dan sepatu itu bisa digunakan selama 24 jam," kata remaja yang selalu masuk 3 besar di kelasnya.

Didebat pengunjung
Menurut Hibar, selain melaku­kan uji coba kepada manusia, se­patu anti kekerasan seksual hasil ciptaannya juga pernah diujikan ke seekor ayam. Dan hasilnya, dalam hitungan detik, ayam ne­geri itu pun langsung jatuh lemas. "Ngujinya ke ayam negeri, kalau ayam kampung mahal," kata Hibar setengah bercanda.

Dia menjelaskan, sepatu anti kekerasan seksual ciptaannya terdapat dua model. Yaitu sepatu dengan tegangan 450 volt dan 470 volt. Untuk sepatu dengan tegangan 470 volt, kata Hibar, masih bisa menyimpan listrik selama 5 menit meskipun sudah dimatikan. "Bedanya masih bisa menyimpan listrik meskipun su­dah dimatikan," katanya.

Ketika mengikuti pameran, Hibar mengakui banyak peng­unjung yang tertarik terhadap hasil karyanya. Namun dia pun sempat menangis ketika seorang pengunjung mencecarnya de­ngan perntanyaan fisika.

"Saya menangis karena tidak bisa menjawab pertanyaan peng­unjung. Saya kan masih SMP, ditanya soal yang berat seperti itu.' katanya.

Namun teman-temanya meng­hiburnya karena hal seperti biasa dalam pameran. "Saya pun tegar kembali. Saya masih SMP, ditanya pertanyaan yang biasa dipelajari mahasiswa, ya jelas kelabakan," ujarnya.

Finalis LIPI
Keberhasilan HiBar meraih medali emas dalam ajang ITEX 13 di Malaysia tidak lepas dari keikutsertaannya dalam lomba yang digelar di Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia (LIPI) tahun 2012 lalu. Saat itu dia masuk dalam salah satu finalis Young Investor Award (NYIA) ke-5 dengan judul Sepatu Anti Kekerasan Seksual tanggal 25 September 2012.

"Waktu itu saya daftar ke LIPI, kemudian dapat panggilan untuk ikut kompetesi dan masuk finalis," ujar lulusan SDN Cimahpar I ini.

Sekitar Februari lalu, LIPI mengundang Hibar untuk mengikuti ITEX 13 di Malaysia. Mendapat kesempatan langka ini, Hibar tidak menyia-nyiakannya dan langsung melakukan berbagai persiapan. "Bulan April saya melakukan pengembangan sepatu ciptaan saya sebelum di­bawa ke Malaysia," katanya.

Selain dirinya, ada enam orang siswa lainnya yang juga dibe­rangkat LIPI ke Malaysia untuk mengikuti kompetisi Internasional yang diikuti 21 Negara itu. "Alhamdulilah saya mendapatkan medali emas," ujarnya.

Disiplin
Di mata Jamaludin, orangtua Hibar, kunci keberhasilan anak keduanya itu adalah karena disip­lin. Sebagai anggota TNI AD yang bertugas di Pusdikzi di Bogor, Jamaludin menerapkan kedisip­linan bagi kedua anaknya.

"Anak saya belajar secara otodidak, tidak ada kursus-kursus karena biayanya mahal. Semua itu berkat kedisiplinan yang saya terapkan di keluarga ini," ujarnya.

Pria yang sudah 24 tahun menjadi anggota TNI itu, meng­aku tidak memiliki uang banyak untuk mempersiapkan Hibar berangkat ke Malaysia.

Untuk mempersiapkan sepatu hasil karya anaknya, mereka me­nyiapkan dana pribadi. Bahkan, Jamaludin membentuk tim kecil di rumahnya.

"Saya bertugas menyiapkan segala keperluan untuk bahan dan peralatan sepatu, ibunya mengajari anak saya, dan kakaknya mengajarkan bahasa Inggris," kata pria yang nyambi menjadi tukang ojek itu.

Prototipe yang dibawanya pada ajang IEYI adalah sepatu jenis wedges berwarna putih. Sepatu ini tampak biasa saja, dengan dua tembaga tampak pada bagian sol depan sepatu. Di tembaga inilah tersimpan tenaga listrik berte­gangan 450 volt yang bersumber dari batrei 9 volt. Untuk membuat sepatu tersebut, Hibar merogoh kocek sebesar Rp 1,3 juta.

Bersama rekan-rekannya, Hibar disambut oleh keluarga dan tim LIPI di tempat kedatangan Bandara Soekarno Hatta, Minggu (12/5). Dengan bangga Hibar membuka sepatu perempuan yang menjadi prototype atau alat peraga selama kompetisi di sana.

Untuk membuktikan kalau sepatunya memang mengeluar­kan arus listrik tegangan tinggi, Hibar mengambil sebuah pisau dan menggesekkannya ke ujung sepatu perempuan yang dide­sainnya. Percikan api pun keluar, tidak harrya sekali, berkali-kali tiap pisau tersebut digesekkan ke sepatu yang sudah ditempel arus ristrik buatannya. "Jadi tinggal tendang saja, langsung KO deh," ujarnya sambil tersenyum.

Meningkat
Jika di kemudian hari ciptaan Hibar ini bisa diproduksi massal, para perempuan yang memakai­nya bisa lebih tenang, tidak per­lu terlalu khawatir bakal terjadi gangguan. Apalagi data Komnas Perempuan menunjukkan bahwa angka kekerasan skesual pada perempuan di Indonesia cende­rung meningkat.

Pada 2012, ada kenaikkan dibanding sebelumnya sebesar 4,35 persen atau menjadi 4.293 kasus. Jenis dan bentuk keke­rasan yang paling banyak terjadi ialah kekerasan seksual (2.521 kasus), diantaranya pemerkosa­an (840 kasus) dan pencabulan (780 kasus). (wid/ver), Sumber Koran: Warta Kota (13 Mei 2013/Senin, Hal. 01)