Rabu, 01 Mei 2013

Bio-terorisme Kepentingan Bisnis Vaksin



Negara berkembang yang memiliki perekonomian cukup baik termasuk Indonesia diketahui cukup rentan dengan serangan teror meng­gunakan senjata biologi atau bio-terorisme, termasuk dengan cara menebar wabah penyakit. Selain memiliki Pusat Pengendali Krisis yang dibawahi Kementerian Ko­ordinator bidang Politik Hu­kum dan Keamanan, Indone­sia juga memiliki upaya lain dalam mendeteksi ancaman ini. Salah satunya pemben­tukan Desk Chemical Biology Nuclier Radiology Explotion (Cibeme) di Kementerian Pertahanan. Bagaimana ben­tuk upaya dan sejauh mana ancaman bio-terorisme, berikut petikan wawancara SH dengan Staf Ahli Menteri Pertahanan yang sekaligus menjabat Ketua Ciberne, Mayjend hartind Asrin, bebe­rapa waktu lalu.

Apa sebenarnya Ciberne?
Desk Ciberne dibentuk de­ngan dasar Keputusan Men­teri Pertahanan (Kepmenhan) pada Juni 2012 dengan staf ahli menhan bidang ke­amanan sebagai ketua desk. Sewaktu terbentuk belum bekerja maksimal. Pada 19 Februari 2013 ditandata­ngani oleh sekjen, struktur ketua Ciberne adalah saya, wakilnya dir anstra ditjen serahan dan membawahi ke­pala bidang kimia (tim kerja bidang kimia), kepala bidang biologi (tim kerja bidang biologi, kepala subbidang radiologi (tim kerja bidang radiologi), nuclier (tim kerja bidang nuklir), explotion (tim kerja explotion atau bahan peledak), kepala bidang di­pimpin kolonel.

Apa peran Ciberne?
Desk ini berperan sebagai embrio untuk menjadi badan nasional tentang ciberne. Ciberne ini di bidang kebijakan di Kemenhan nanti dijadikan pada posisi nir-mi-liter (ancaman nonmiliter). Nir-militer nanti menganali­sis sejauh mana ancaman ciberne ini.

Seperti apa ancaman bio-teror­isme?
Ancamannya lebih gila dari senjata konvensional. Misalnya, satu gram antraks merusaknya lebih gila, demi­kian juga H5N1. Semua negara nantinya akan meng­antisipasi ancaman senjata biologi, kimia, dan lainnya. Ancaman ke depan tentang ciberne ini, contoh flu bu­rung H5N1, yang baru ada flu burung baru H7N9, ini varian baru, tetap dari bina­tang (unggas) ke orang. Kega­nasannya bisa manusianya lebih dahulu meninggal.

Ini rawan, contoh di Kuba, pernah pesawat terbang tabur serbuk putih. Tindakan itu dilihat oleh pesawat domestik yang lalu melapor ke pengendalinya. Setelah dicek ternyata pesawat asing. Be­lakangan diketahui ternyata yang ditabur adalah virus antraks. Akhirnya seminggu setelah laporan, di desa di Kuba orang kena antraks. In­dikasinya hampir sama, uni­versal. Hebatnya, salah satu perusahaan besar dari satu negara menawarkan vaksin penawarnya.

Demikian juga bio-teror­isme di daerah Jawa yang terjadi 2012 akhir dan 2013. Secara penyaluran penyakit kan seharusnya melalui China. Waktu itu adanya di China dan Vietnam penyakit itu, nama variannya baru.

Seharusnya kalau masuk dari China menyebarnya di Sumatera, tapi kok di Jawa. Itu kan aneh. Secara pola geografi nggak mungkin. Ada orang yang melakukan, ana­lisisnya begitu. Orangnya sia­pa? Kita belum bisa buktikan karena waktu itu gejalanya belum begitu signifikan. Ramalan intelijen ada bio-terorismenya. Ada ditabur atau disuntikkan virusnya ke binatang kemudian dilepas, karena dalam pola penyeba­rannya nggak normal.

Sebenarnya apa motif bio-teror­isme, apakah menguasai negara?
Tujuannya adalah bisnis vaksin. Itu mahal. Di Indone­sia pernah satu kasus besar terjadi tahun 2007. WHO minta contoh virus. Kemudi­an ditawari Indonesia suruh beli (vaksin-red).

Akhirnya terbongkar sindikat reformasi WHO yang tidak adil. Virus Indo­nesia dijual ke perusahaan global negara Barat, dibikin vaksin dan dijual ke negara miskin. Terjadi reformasi di WHO gara-gara tindakan he­bat Ibu Siti Fadilah.

Bio-terorisme itu lebih condong ke bisnis vaksin bukan untuk menguasai ne­gara. Bisa juga untuk negara, digunakan seperti waktu di Irak, tetapi senjata biologis atau kimia dilarang dalam aturan konvensi internasio­nal meskipun negara maju memilikinya.

Potensi apa yang dimiliki se­hingga Indonesia rentan menjadi sasaran bio-terorisme?
Indonesia penduduknya banyak, ekonomi cukup.ba­nyak. Kalau disebar wabah, vaksinnya akan mahal. Harganya triliunan.

Apa langkah kerja desk Ciberne menyikapi ancaman bio-teror­isme?
Kami sudah satu kali mela­kukan pertemuan di Kemenhan pada 26 Februari dengan 14 stakeholder merangkum semua bidang tingkat nasio­nal. Ada 13 pakar dikumpul­kan yaitu staf ahli menkes bidang teknologi kesehatan dan globalisasi, staf ahli menristek bidang kesehatan dan kesehatan obat, direktur ke­mitraan dan inkubator bisnis Universitas Indonesia, pene­liti senior lembaga eijkman (lembaga peneliti tentang penyakit kimia dan radiologi), ketua zoonosis rcsearch centre Airlangga, pejabat BPPT (ahli penelitian kimia dan bahan peledak), direktur kerja sama internasional pengamanan Kemenlu, kasubdit senjata pemusnah massal Kemenlu, direktur WHO, tim pengarah BNPB, direktur teknik kesiap-siagaan nuklir Bapeten, pene­liti senior lembaga eijkman, Kapsudokkes Polri, mewakili direktur Bais, kasubdit zoono­sis Kemenkes. Mereka senang Kemenhan sudah memiliki desk ini. Dengan adanya desk Ciberne ini kita mempunyai formulasi dan networking, per­tama di tingkat nasional.

Kapan sebaiknya badan nasional tentang ciberne terbentuk?
Ancaman sudah mulai ba­nyak, negara secara terbuka sudah menggunakan itu. Tim di Desk Ciberne dibentuk untuk pencegahan hingga penanggulangan, tapi kita bersifat koordinasi. Leading sector-nya adalah Kemenkes. Saat ini di lingkungan Kemen­han kita sedang merumuskan memasukkannya ke dalam nir-militer. Bagusnya renstra 2014-2019. Sebelum 2020 ha­rus sudah ada badannya.

Apa upaya lain mengantisipasi ancaman ini?
Yang diharapkan cegah dini tangkal dini, lihat orang asing datang ditanya identi­tas, nomor telepon alamat. Diperlukan kepedulian dan kepekaan masyarakat ter­hadap ancaman ini, curiga orang asing masuk di kam­pung yang disusul wabah penyakit. (M Bachtiar Nur), Sumber Koran: Sinar Harapan (30 April 2013/Selasa, Hal. 03)