Kamis, 02 Mei 2013 | 15:08 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sidang
lanjutan peristiwa penembakan Prajurit Batalion Artileri Medan 15/76 Tarik
Martapura, Pratu Heru Oktavianus, dengan terdakwa Brigadir Wijaya kembali
digelar di Pengadilan Negeri Palembang. Hari ini jaksa penuntut umum (JPU) Said
Ali, A. Syahri, dan Fatimah menghadirkan beberapa orang saksi dari kepolisian
dan tukang ojek yang menyaksikan langsung peristiwa berdarah itu.
Dalam kesaksiannya, Brigadir Satu
Fadli Siregar menerangkan peristiwa penembakan tersebut terjadi setelah
terdakwa dan saksi mendengar ejekan dari Pratu Heru dengan kata-kata
"polisi gilo". Sontak ketika itu juga enam orang yang tengah berada
dalam pos polisi itu menoleh ke arah sumber suara.
Mendengar ejekan itu, menurut
Fadli, terdakwa Brigadir Wijaya langsung keluar pos dan mengeluarkan tembakan
ke udara. Selang beberapa menit kemudian Wijaya kembali memuntahkan pelurunya
ke bagian punggung korban.
"Terdakwa kemudian maju
sekitar dua meter, lalu melepaskan tembakan kedua ke arah korban. Jaraknya
sekitar 4-6 meter," kata Fadli menjawab pertanyaan JPU, Kamis, 2 Mei 2013.
Menurut dia, tembakan kedua itulah yang kemungkinan besar menjadi penyebab
tewasnya Pratu Heru Oktavianus.
Sementara itu, Donny Valiandra,
pengacara terdakwa, mengatakan dalam persidangan lanjutan itu terlihat bila
penembakan terjadi secara spontan dan bukan terencana. Sehingga ia menganggap
terdakwa layak mendapatkan hukuman yang ringan dari majelis hakim.
Dia juga menambahkan pada saat
peristiwa terjadi ada kemungkinan terdakwa tengah mengalami kelelahan akibat
mendapatkan dua kali piket di hari yang sama. "Kami akan buktikan bila
peristiwa itu benar-benar spontan," kata Donny.
Brigadir Wijaya, anggota
Kepolisian Resor Ogan Komering Ulu (OKU), mulai menjalani sidang di Pengadilan
Negeri Palembang, Senin, 29 April 2013. Wijaya merupakan tersangka pelaku
penembakan terhadap Pratu Heru Oktavianus pada 27 Januari lalu di Simpang Empat
Desa Sukajadi, Kota Baturaja, OKU, Sumatera Selatan. Peristiwa tersebut
menewaskan Heru dan memicu terjadinya aksi perusakan Mapolres OKU oleh sekitar
200 personel Yon Armed pada 7 Maret lalu.