Selasa, 07 Mei 2013

Polisi Penembak Tentara Terancam Hukuman Mati


Briptu Wijaya, anggota polisi yang menembak Pratu Heru Oktavianus hingga tewas, didakwa pasal berlapis tentang pembunuhan. Kasus tersebut berbuntut pada penyerangan Mapolres OKU oleh sekelompok tentara yang bersimpati ter­hadap korban.

Masih ingat kasus penembakan polisi yang menewaskan anggota TNI dari Batalyon Armed 15 Martapura, Pratu Heru Oktavianus. Kasus yang memicu penyerangan Mapol­res Ogan Komering Ulu (OKU) itu kini disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Sumatera Selatan. Pelaku penembakan, Briptu Wijaya didakwa de­ngan pasal berlapis tentang pembunu­han.

Sidang perdana kasus penembakan tersebut dijaga puluhan personel gabungan TNI-Polri bersenjata lengkap. Terdak­wa tiba di pengadilan dengan mobil tahanan dan langsung dibawa ke ruang sidang. Ketua majelis hakim Ali Hanafi yang memimpin sidang langsung mempersilahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan dakwaan.

Jaksa mendakwa Brigadir Wijaya den­gan pasal berlapis yaitu, 340, 338, 351, dan 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pida­na (KUHP) dengan ancaman hukuman mati. Dalam persidangan ini juga te­rungkap bahwa Brigadir Wijaya telah de­ngan sengaja membunuh Pratu Heru de­ngan menggunakan senjata organik Pol­ri. "Terdakwa diancam dengan pasal ber­lapis," kata JPU Azhari, dalam persi­dangan, Senin lalu.

Dalam dakwaan disebutkan, penem­bakan terjadi setelah Wijaya mendengar ejekan dari Pratu Heru dari jalan raya denga teriakan "Polisi gilo". Saat kejadi­an, Pelaku tengah menjalankan tugasnya sebagai polisi lalu lintas. Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 23.30 WIB di wila­yah hukum Baturaja, OKU. Menanggapi dakwaan tersebut, Wijaya hanya pasrah dan tidak melakukan eksepsi.

Dalam sidang yang berlangsung sing­kat tersebut, tampak pula dua petinggi militer dan Polri. Pangdam II/Sriwijaya Mayjen Nugroho Widyotomo yang duduk bersebelahan dengan Kapolda Sumatera Selatan Irjen Pol. Saud Usman Nasution hanya berkomentar singkat.

"Menyerahkan sepenuhnya kepada pe­ngadilan untuk melakukan proses hu­kum terhadap anggota Polri yang me­nembak prajurit itu," ujar Nugroho. "Ki­ta lihat sendiri apa yang dikatakan ma­jelis hakim tadi didakwa pasal berlapis," katanya menambahkan.

Pangdam berharap, dengan sidang yang terbuka masyarakat akan mengeta­hui permasalahan sebenarnya.

Sementara itu, Saud Usman berjanji, pihaknya tidak akan mencampuri masa­lah persidangan tersebut dan akan di­serahkan sepenuhnya kepada pengadi­lan. "Dengan sidang terbuka tersebut di­harapkan pelanggaran yang dilakukan anggota tidak akan terjadi lagi," ujar mantan Kepala Divisi Humas Mabes Pol­ri itu.

Seperti diketahui, kasus yang mene­waskan Pratu Heru terjadi pada 27 Januari 2013 lalu di pos lalu lintas di Polres OKU. Wijaya yang mengaku emosi karena diejek korban mengeluarkan tem­bakan hingga membuat Heru tewas di lokasi kejadian.

Inilah titik mula persinggungan di la­pangan antara personel TNI AD setem­pat dengan kepolisian setempat. Ada dua versi penyebab Oktavianus ditembak polisi; pertama dia diduga melanggar lalu-lintas, dikejar polisi dan ditembak di leher serta dada oleh Wijaya agar dia berhenti.

Versi lain menyebut, Oktavianus dan kawan-kawannya melintas di depan pos di mana Wijaya sedang bertugas, dan me­ngeluarkan kata-kata ejekan. Wijaya ke­mudian mengejar kawanan prajurit mu­da itu, dan menembak Oktavianus di le­her dan dada.

Sehari setelah penembakan hingga Oktavianus tewas itu, petinggi TNI AD dan kepolisian setempat berdialog, saling berjanji untuk mencegah jangan sampai hal ini meluas apalagi terulang kembali. Dialog yang dibangun petinggi militer dan kepolisian tak berpengaruh ke anak buah.

Pada 7 Maret lalu, puluhan anggota TNI Yon Armed 15 yang tidak terima penembakan itu menyerang Mapolres OKU, sejumlah polsek, serta TK Bhayangkari. Penyerangan itu mengakibat­kan sebagian besar Mapolres OKU rusak terbakar. Mereka mengaku datang ke Mapolres OKU untuk mempertanyakan perkembangan penyelidikan dan pe­nyidikan. Namun mereka, tidak mendap­at informasi yang memuaskan dari ap­arat kepolisian di sana sehingga berbun­tut penyerangan.

Mabes Polri melansir, akibat peristiwa tersebut bukan hanya Mapolres OKU yang rusak parah, dua pos lantas, satu pospol atau subsektor juga ikut rusak. Se­lain itu, empat mobil terbakar, dan 70 motor rusak dan dibakar.

Sedangkan korban luka berjumlah empat orang. Mereka yang menjadi kor­ban adalah Kapolsek Martapura, Kompol Ridwan, mengalami luka rusuk di dada, Briptu Berlin Mandala, luka tusuk di dada dan tangan, Aiptu Marwani luka tusuk di paha dan Bripka M, luka bakar.

Selain melukai empat anggota Bhayangkara, pada saat penyerbuan, seba­nyak 16 tahanan juga melarikan diri. Na­mun para tahanan yang kabur berhasil ditangkap kembali dan sebagian menyerahkan diri.

Uniknya, justru Pengadilan Militer 1-04 Palembang, lebih dulu menyidangkan 19 anggota TNI pelaku penyerangan Mapolres OKU, empat hari sebelumnya. Sidang 19 terdakwa penyerangan terse­but digelar di dua tempat berbeda mulai pukul 08.00 WIB. Yaitu di dalam kantor dan di lapangan parkir oditur militer Palembang yang dipasang tenda militer untuk menggelar sidang. Persidangan dibagi dalam enam berkas perkara. Tiga persidangan dilakukan di dalam dan tiga lagi digelar di halaman.

Masing-masing untuk persidangan yang di dalam dipimpin oleh majelis Hakim Letkol Sus Reki Irene dengan ter­dakwa Serma H Mutjobah Fatoni den­gan dakwaan pasal 160 KUHP bahwa telah menghasut supaya melakukan per­buatan pidana atau pasal 127 KUHPM.

Kemudian terhadap Sertu Irawan, Praka Damianus Ngongo Daga dan Pratu Temon Slamet Riadi dengan dakwaan pasal 170 ayat 1 jo ayat 2 ke-1 KUHP dan pasal 406 ayat 1 jo pasal 55 KUHP. Sedangkan Kopda Hilmi Chalayo, Praka Henri Waluyo, Pratu Albertus Sattu, dan Pratu Muhammad Anwar dan Prada Hasren dengan dakwaan pasal 170 ayat 1 atau pasal 406 ayat 1 jo pasal 55 KUHP.

Untuk persidangan di halaman parkir, dipimpin majelis hakim Letkol CHK Su-trisno Setio, yang menyidangkan terdak­wa Koptu Eryadi, Pratu Febrian Teban dengan dakwaan pasal 187 ke 2 KUHP atau pasal 170 ayat 1 dan pasal 406 ayat 1 KUHP.

Sementara Pratu Indro Prakoso, Serda Andri Septiansyah dan Pratu Yosrizal dengan dakwaan pasal 170 ayat 1 KUHP atau pasal 351 ayat 1 KUHP dan pasal 406 ayat 1 KUHP. Serta sidang terhadap terdakwa Praka Yoyok Adriyanto, Praka Sarbini Abdullah, Pratu Titus Purwanto, Pratu Anggit Yusuf Saputram dan Prada Dian Catur Wijaya dengan dakwaan pasal 170 ayat 1 KUHP atau pasal 406 ayat 1 KUHP.

Sidang ini juga sama-sama dihadiri Kapolda dan Pangdam. Pangdam II Sriwijaya Mayjen Nugroho Widyotomo mengatakan, saat ini berkas ke 20 tersangka sudah lengkap dan sudah siap untuk diajukan ke pengadilan militer.

Sidang para tersangka terbagi menjadi tujuh berkas, enam berkas digelar di Pengadilan Militer Palembang dan satu berkas akan digelar di Pengadilan Militer Tinggi Medan yang khusus untuk menyi­dangkan perkara yang tersangkanya ber­pangkat Perwira Menengah. "Namun kita upayakan agar sidang untuk satu perwira lagi dilaksanakan di Palembang mengingat saksi ada di Palembang," terang Pangdam.

Dalam persidangan diuraikan tentang kegiatan yang di lakukan oleh masing-masing terdakwa sesuai dengan peran dan tugas masing-masing pada saat keja­dian. Sidang dibuka untuk umum agar jalannya sidang dapat berlangsung se­cara transparan dan terbuka. (Darman Tanjung), Sumber: Majalah Forum (12 Mei 2013/Minggu, Hal. 33)