Briptu Wijaya, anggota polisi yang menembak
Pratu Heru Oktavianus hingga tewas, didakwa pasal berlapis tentang pembunuhan.
Kasus tersebut berbuntut pada penyerangan Mapolres OKU oleh sekelompok tentara
yang bersimpati terhadap korban.
Masih ingat kasus penembakan
polisi yang menewaskan anggota TNI dari Batalyon Armed 15 Martapura, Pratu Heru
Oktavianus. Kasus yang memicu penyerangan Mapolres Ogan Komering Ulu (OKU) itu
kini disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Sumatera Selatan. Pelaku
penembakan, Briptu Wijaya didakwa dengan pasal berlapis tentang pembunuhan.
Sidang perdana kasus penembakan
tersebut dijaga puluhan personel gabungan TNI-Polri bersenjata lengkap. Terdakwa
tiba di pengadilan dengan mobil tahanan dan langsung dibawa ke ruang sidang.
Ketua majelis hakim Ali Hanafi yang memimpin sidang langsung mempersilahkan
Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan dakwaan.
Jaksa mendakwa Brigadir Wijaya
dengan pasal berlapis yaitu, 340, 338, 351, dan 359 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman mati. Dalam
persidangan ini juga terungkap bahwa Brigadir Wijaya telah dengan sengaja
membunuh Pratu Heru dengan menggunakan senjata organik Polri. "Terdakwa
diancam dengan pasal berlapis," kata JPU Azhari, dalam persidangan, Senin lalu.
Dalam dakwaan disebutkan, penembakan
terjadi setelah Wijaya mendengar ejekan dari Pratu Heru dari jalan raya denga
teriakan "Polisi gilo". Saat kejadian, Pelaku tengah menjalankan tugasnya sebagai polisi
lalu lintas. Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 23.30 WIB di wilayah hukum
Baturaja, OKU. Menanggapi dakwaan tersebut, Wijaya hanya pasrah dan tidak
melakukan eksepsi.
Dalam sidang yang berlangsung
singkat tersebut, tampak pula dua petinggi militer dan Polri. Pangdam
II/Sriwijaya Mayjen Nugroho Widyotomo yang duduk bersebelahan dengan Kapolda
Sumatera Selatan Irjen Pol. Saud Usman Nasution hanya berkomentar singkat.
"Menyerahkan sepenuhnya kepada pengadilan
untuk melakukan proses hukum terhadap anggota Polri yang menembak prajurit
itu," ujar Nugroho. "Kita lihat sendiri apa yang dikatakan majelis
hakim tadi didakwa pasal berlapis," katanya menambahkan.
Pangdam berharap, dengan sidang
yang terbuka masyarakat akan mengetahui permasalahan sebenarnya.
Sementara itu, Saud Usman
berjanji, pihaknya tidak akan mencampuri masalah persidangan tersebut dan akan
diserahkan sepenuhnya kepada pengadilan. "Dengan sidang terbuka tersebut
diharapkan pelanggaran yang dilakukan anggota tidak akan terjadi lagi,"
ujar mantan Kepala Divisi Humas Mabes Polri itu.
Seperti diketahui, kasus yang
menewaskan Pratu Heru terjadi pada 27 Januari 2013 lalu di pos lalu lintas di
Polres OKU. Wijaya yang mengaku emosi karena diejek korban mengeluarkan tembakan
hingga membuat Heru tewas di lokasi kejadian.
Inilah titik mula persinggungan
di lapangan antara personel TNI AD setempat dengan kepolisian setempat. Ada
dua versi penyebab Oktavianus ditembak polisi; pertama dia diduga
melanggar lalu-lintas, dikejar polisi dan ditembak di leher serta dada oleh
Wijaya agar dia berhenti.
Versi lain menyebut, Oktavianus
dan kawan-kawannya melintas di depan pos di mana Wijaya sedang bertugas, dan mengeluarkan
kata-kata ejekan. Wijaya kemudian mengejar kawanan prajurit muda itu, dan
menembak Oktavianus di leher dan dada.
Sehari setelah penembakan hingga
Oktavianus tewas itu, petinggi TNI AD dan kepolisian setempat berdialog, saling
berjanji untuk mencegah jangan sampai hal ini meluas apalagi terulang kembali.
Dialog yang dibangun petinggi militer dan kepolisian tak berpengaruh ke anak
buah.
Pada 7 Maret lalu, puluhan
anggota TNI Yon Armed 15 yang tidak terima penembakan itu menyerang Mapolres
OKU, sejumlah polsek, serta TK Bhayangkari. Penyerangan itu mengakibatkan sebagian
besar Mapolres OKU rusak terbakar. Mereka mengaku datang ke Mapolres OKU untuk
mempertanyakan perkembangan penyelidikan dan penyidikan. Namun mereka, tidak
mendapat informasi yang memuaskan dari aparat kepolisian di sana sehingga
berbuntut penyerangan.
Mabes Polri melansir, akibat
peristiwa tersebut bukan hanya Mapolres OKU yang rusak parah, dua pos lantas,
satu pospol atau subsektor juga ikut rusak. Selain itu, empat mobil terbakar, dan 70 motor rusak dan
dibakar.
Sedangkan korban luka berjumlah
empat orang. Mereka yang menjadi korban adalah Kapolsek Martapura, Kompol
Ridwan, mengalami luka rusuk di dada, Briptu Berlin Mandala, luka tusuk di dada
dan tangan, Aiptu Marwani luka tusuk di paha dan Bripka M, luka bakar.
Selain melukai empat anggota Bhayangkara,
pada saat penyerbuan, sebanyak 16 tahanan juga melarikan diri. Namun para
tahanan yang kabur berhasil ditangkap kembali dan sebagian menyerahkan diri.
Uniknya, justru Pengadilan
Militer 1-04 Palembang, lebih dulu menyidangkan 19 anggota TNI pelaku
penyerangan Mapolres OKU, empat hari sebelumnya. Sidang 19 terdakwa penyerangan
tersebut digelar di dua tempat berbeda mulai pukul 08.00 WIB. Yaitu di dalam
kantor dan di lapangan parkir oditur militer Palembang yang dipasang tenda
militer untuk menggelar sidang. Persidangan dibagi dalam enam berkas perkara.
Tiga persidangan dilakukan di dalam dan tiga lagi digelar di halaman.
Masing-masing untuk persidangan
yang di dalam dipimpin oleh majelis Hakim Letkol Sus Reki Irene dengan terdakwa Serma H Mutjobah
Fatoni dengan dakwaan pasal 160 KUHP bahwa telah menghasut supaya melakukan
perbuatan pidana atau pasal 127 KUHPM.
Kemudian terhadap Sertu Irawan,
Praka Damianus Ngongo Daga dan Pratu Temon Slamet Riadi dengan dakwaan pasal
170 ayat 1 jo ayat 2 ke-1 KUHP dan pasal 406 ayat 1 jo pasal 55 KUHP. Sedangkan
Kopda Hilmi Chalayo, Praka Henri Waluyo, Pratu Albertus Sattu, dan Pratu
Muhammad Anwar dan Prada Hasren dengan dakwaan pasal 170 ayat 1 atau pasal 406
ayat 1 jo pasal 55 KUHP.
Untuk persidangan di halaman
parkir, dipimpin majelis hakim Letkol CHK Su-trisno Setio, yang menyidangkan
terdakwa Koptu Eryadi, Pratu Febrian Teban dengan dakwaan pasal 187 ke 2 KUHP
atau pasal 170 ayat 1 dan pasal 406 ayat 1 KUHP.
Sementara Pratu Indro Prakoso,
Serda Andri Septiansyah dan Pratu Yosrizal dengan dakwaan pasal 170 ayat 1
KUHP atau pasal 351 ayat 1 KUHP dan pasal 406 ayat 1 KUHP. Serta sidang
terhadap terdakwa Praka Yoyok Adriyanto, Praka Sarbini Abdullah, Pratu Titus
Purwanto, Pratu Anggit Yusuf Saputram dan Prada Dian Catur Wijaya dengan
dakwaan pasal 170 ayat 1 KUHP atau pasal 406 ayat 1 KUHP.
Sidang ini juga sama-sama
dihadiri Kapolda dan Pangdam. Pangdam II Sriwijaya Mayjen Nugroho Widyotomo
mengatakan, saat ini berkas ke 20 tersangka sudah lengkap dan sudah siap untuk
diajukan ke pengadilan militer.
Sidang para tersangka terbagi
menjadi tujuh berkas, enam berkas digelar di Pengadilan Militer Palembang dan
satu berkas akan digelar di Pengadilan Militer Tinggi Medan yang khusus untuk
menyidangkan perkara yang tersangkanya berpangkat Perwira Menengah.
"Namun kita upayakan agar sidang untuk satu perwira lagi dilaksanakan di
Palembang mengingat saksi ada di Palembang," terang Pangdam.
Dalam persidangan diuraikan
tentang kegiatan yang di lakukan oleh masing-masing terdakwa sesuai dengan
peran dan tugas masing-masing pada saat kejadian. Sidang dibuka untuk umum
agar jalannya sidang dapat berlangsung secara transparan dan terbuka. (Darman Tanjung), Sumber: Majalah Forum (12 Mei
2013/Minggu, Hal. 33)