Kamis, 02 Mei 2013 | 08:05
Jakarta - Siapa pun yang menjadi
Panglima Kodam XVII Cenderawasih, diharapkan mengerti budaya Papua dan bisa
merangkul Rakyat Papua dengan kasih. Pangdam juga harus secara profesional
melaksanakan reformasi TNI di Papua. "Pangdam harus mampu meningkatkan
koordinasi yang baik dengan Kepolisian di Papua," kata Direktur Eksekutif
Imparsial, Poengky Indarti saat dihubungi, Rabu (1/5). Tentang Pangdam
Cendrawasih Mayjend TNI, Cristian Zebua, menurut Poengky, terlalu dini untuk
mengukur kinerjanya karena baru bertugas beberapa bulan.
“Harus diakui, selama
kepemimpinan beliau tercipta kerja sama yang baik antara Pangdam dan Kapolda,
sehingga menciptakan situasi yang kondusif di Papua. Yang paling disayangkan,
jatuhnya korban 8 anggota TNI yang meninggal dunia dibunuh kelompok bersenjata.
Kami berharap, kasus tersebut dapat diusut tuntas siapa para pelakunya dan
harus diproses pidana. Kami juga berharap kasus serupa tidak terjadi lagi,”
ujarnya.
Poengky juga berpendapat, penting
sekali bagi Pangdam untuk menjaga pertahanan negara agar mampu menahan serangan
musuh dari luar Indonesia. Pangdam juga harus tegas terhadap bawahannya,
terlebih jika ada pelanggaran hukum dan tindak kekerasan yang dilakukan anak
buahnya, maka harus ditindak tegas. "Termasuk memberantas bisnis-bisnis
ilegal yang mungkin dilakukan anak buahnya di Papua," katanya.
Langgar SOP
Saat menjadi pembicara pada
seminar “Aktualisasi Nilai wawasan Kebangsaan Dalam Rangka Memanfaatkan
Kewaspadaan Nasional” pada "Gebyar 50 Tahun Irian Barat Kembali ke
NKRI" Pangdam Cendrawasih Mayjend TNI, Cristian Zebua menjelaskan tentang
tewasnya 8 anggota TNI di Sinak, Kabupaten Puncak, Kamis (21/2) lalu.
"Mereka melanggar standar
oprasional (SOP) yang sudah ditegaskan. Mereka percaya pada omongan orang lain,
agar tidak membawa senjata hari itu. Padahal, senjata adalah istri kedua yang
tidak bisa dilepas. Mereka lebih percaya omongan yang tipu-tipu dari mereka,
lalu mereka melanggar SOP.
Ternyata di tengah jalan, mereka
digorok tanpa adanya perlawanan. Nangis saya mendengar itu,” ujar Pangdam
dihadapan peserta seminar, antara lain pelajar, mahasiswa, organisasi
kepemudaan di Aula BLK Kabupaten Sorong, Papua Barat, Selasa (30/4) siang.
Dikatakan, aksi kekerasan itu dilakukan
oleh penjahat bersenjata. “Waktu prajurit saya melakukan pengejaran, saya
bilang stop. Kembali lakukan konsisilidasi. Saya marah kepada penjahat
bersenjata, bukan kepada rakyat,” kata Pangdam. Sumber : www.beritasatu.com