Rabu, 15 Mei 2013

Kalau Perlu Jenderal TNI Ikut Jaga Penjara Koruptor



Selasa, 14 Mei 2013 16:55 wib

UPAYA membuat jera para koruptor di Tanah Air tak berjalan mulus. Selain lahir para koruptor baru, mereka yang sudah menjalani masa hukuman masih bisa berleha-leha meski mendekam di penjara.

Fasilitas kelas wahid bisa mereka dapatkan. Hal itu pernah didapat terpidana korupsi Artalita Suryani alias Ayin saat mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Wanita di Tangerang. Home theater, kasur empuk berlapis dengan bedcover dan telepon genggam, sederet keistimewaan bagi Ayin dari petugas Lapas.

Selain itu, tak sedikit koruptor yang masih bisa keluar masuk penjara, sebut saja pasangan suami istri, Muhammad Nazaruddin dan Neneng Sri Wahyuni, yang berobat berhari-hari di Rumah Sakit Abdi Waluyo, Jakarta Pusat. Bahkan, terpidana korupsi pajak, Gayus Tambunan bisa santai menonton turnamen tenis di Bali. Padahal harusnya dia mendekam di Rutan Mako Brimob.

Bagaimana itu bisa terjadi? Apa yang salah? Lalu apa yang harus dilakukan agar peristiwa yang sama tak lagi terulang? Berikut petikan wawancara Okezone dengan Pakar Hukum, Margarito Kamis, Selasa (14/5/2013).

Apa yang membuat terpidana korupsi bisa bermewah-mewah dan keluar masuk penjara?

Saya kira karena sikap dari petugas Lapas. Saya kira mental para pengawas Lapas yang harus dibereskan. Kalau itu menjadi kebijakan rasanya tidak mungkin, ini sepenuhnya merupakan kebijakan atau permainan di level bawah. Bagaimana bisa narapidana keluar masuk kalau tidak ada permainan.

Siapa yang Anda maksud petugas Lapas?

Penjaga-penjaganya. Tetapi kita patut mempertimbangkan kemungkinan keterlibatan kepala Lapas dan kepala blok, jadi dua itu juga memang harus diawasi. Bagaimana praktek kotor itu bisa aman, tidak mungkin hanya anak kecil yang bermain.

Menurut anda, apakah ada keuntungan yang diambil dari petugas ketika mengizinkan narapidana keluar penjara?

Kita tidak dapat menunjuk, tapi kita tidak bisa abaikan juga. Tidak mungkin petugas Lapas baik hati dibiarkan saja narapidana jalan, karena rIsikonya besar sekali. Saya tidak percaya kalau itu gratis. Kalau gratis itu terlalu konyol.

Sampai kapan itu akan terjadi?

Selama petugas Lapas tidak dibikin beres, selama koruptor punya duit, selama itu mereka leluasa, tidak menutup kemungkinan ada permainan kotor.

Apa yang harus dilakukan pemerintah?

Kementrian Hukum dan HAM perlu mengambil langkah tidak kompromi, sidak harus terus dilanjutkan. Itu metode bagus serta memastikan mereka (petugas Lapas) bekerja pada trek. Menteri perlu memastikan bahwa Dirjen Lapas juga melakukan sidak.

Seharusnya kita berpikir yang dihadapi itu bajingan, maka harus tahu apa yang harus dilakukan kalau menghadapi bajinagn seperti koruptor. Mereka (petugas Lapas) yang harus membentengi diri. Dibuat hukuman berat apapun sama saja kalau petugasnya masih belum beres mentalnya. Jadi petugas Lapas harus beres, supaya beres ya itu terus sidak-sidak.

Apakah memang koruptor harus dimiskinkan agar tak lagi bisa berkuasa dengan uang?

Soal memiskinkan itu satu soal lagi, ini soal pengawasannya.

Sejauh ini, bagaimana Anda melihat pengawasan dari Kemenkum HAM?

Saya kira Kemenkum HAM sudah di trek yang benar. Pada waktu lalu mereka sidak, cuma perlu digalakkan lagi, mental petugas harus dibereskan. Koruptor itu pasti bermain, salah kalau koruptor tidak bermain. Sekecil apapun kesempatannya, mereka akan bermain. Tapi sehebat apapun niat mereka akan runtuh kalau petugas beres. Pemeriksaan beberapa kali selalu ada keterlibatan orang dalam, ini mesti dibikin beres dulu. Kalau perlu jenderal Angkatan Darat diterjunkan untuk jaga Lapas. Sumber : news.okezone.com