Selasa, 14 Mei 2013 16:55 wib
UPAYA membuat jera para koruptor
di Tanah Air tak berjalan mulus. Selain lahir para koruptor baru, mereka yang
sudah menjalani masa hukuman masih bisa berleha-leha meski mendekam di penjara.
Fasilitas kelas wahid bisa mereka
dapatkan. Hal itu pernah didapat terpidana korupsi Artalita Suryani alias Ayin
saat mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Wanita di Tangerang. Home
theater, kasur empuk berlapis dengan bedcover dan telepon genggam, sederet
keistimewaan bagi Ayin dari petugas Lapas.
Selain itu, tak sedikit koruptor
yang masih bisa keluar masuk penjara, sebut saja pasangan suami istri, Muhammad
Nazaruddin dan Neneng Sri Wahyuni, yang berobat berhari-hari di Rumah Sakit
Abdi Waluyo, Jakarta Pusat. Bahkan, terpidana korupsi pajak, Gayus Tambunan
bisa santai menonton turnamen tenis di Bali. Padahal harusnya dia mendekam di
Rutan Mako Brimob.
Bagaimana itu bisa terjadi? Apa
yang salah? Lalu apa yang harus dilakukan agar peristiwa yang sama tak lagi
terulang? Berikut petikan wawancara Okezone dengan Pakar Hukum, Margarito
Kamis, Selasa (14/5/2013).
Apa yang membuat terpidana
korupsi bisa bermewah-mewah dan keluar masuk penjara?
Saya kira karena sikap dari
petugas Lapas. Saya kira mental para pengawas Lapas yang harus dibereskan.
Kalau itu menjadi kebijakan rasanya tidak mungkin, ini sepenuhnya merupakan
kebijakan atau permainan di level bawah. Bagaimana bisa narapidana keluar masuk
kalau tidak ada permainan.
Siapa yang Anda maksud petugas
Lapas?
Penjaga-penjaganya. Tetapi kita
patut mempertimbangkan kemungkinan keterlibatan kepala Lapas dan kepala blok,
jadi dua itu juga memang harus diawasi. Bagaimana praktek kotor itu bisa aman,
tidak mungkin hanya anak kecil yang bermain.
Menurut anda, apakah ada
keuntungan yang diambil dari petugas ketika mengizinkan narapidana keluar
penjara?
Kita tidak dapat menunjuk, tapi
kita tidak bisa abaikan juga. Tidak mungkin petugas Lapas baik hati dibiarkan
saja narapidana jalan, karena rIsikonya besar sekali. Saya tidak percaya kalau
itu gratis. Kalau gratis itu terlalu konyol.
Sampai kapan itu akan terjadi?
Selama petugas Lapas tidak dibikin
beres, selama koruptor punya duit, selama itu mereka leluasa, tidak menutup
kemungkinan ada permainan kotor.
Apa yang harus dilakukan
pemerintah?
Kementrian Hukum dan HAM perlu
mengambil langkah tidak kompromi, sidak harus terus dilanjutkan. Itu metode
bagus serta memastikan mereka (petugas Lapas) bekerja pada trek. Menteri perlu
memastikan bahwa Dirjen Lapas juga melakukan sidak.
Seharusnya kita berpikir yang
dihadapi itu bajingan, maka harus tahu apa yang harus dilakukan kalau
menghadapi bajinagn seperti koruptor. Mereka (petugas Lapas) yang harus
membentengi diri. Dibuat hukuman berat apapun sama saja kalau petugasnya masih
belum beres mentalnya. Jadi petugas Lapas harus beres, supaya beres ya itu
terus sidak-sidak.
Apakah memang koruptor harus
dimiskinkan agar tak lagi bisa berkuasa dengan uang?
Soal memiskinkan itu satu soal
lagi, ini soal pengawasannya.
Sejauh ini, bagaimana Anda
melihat pengawasan dari Kemenkum HAM?
Saya kira Kemenkum HAM sudah di
trek yang benar. Pada waktu lalu mereka sidak, cuma perlu digalakkan lagi,
mental petugas harus dibereskan. Koruptor itu pasti bermain, salah kalau
koruptor tidak bermain. Sekecil apapun kesempatannya, mereka akan bermain. Tapi
sehebat apapun niat mereka akan runtuh kalau petugas beres. Pemeriksaan
beberapa kali selalu ada keterlibatan orang dalam, ini mesti dibikin beres
dulu. Kalau perlu jenderal Angkatan Darat diterjunkan untuk jaga Lapas. Sumber : news.okezone.com