Mesin jahit
merek Singer berwarna putih itu masih terbungkus plastik. Tergeletak di atas
meja rumah Nona di Bantul, itulah kado ulang tahun terakhir Yohanis Juan Manbait
untuk keluarganya tersebut. Bersama Hendrik Angel Sahetapy, Gameliel
Yermiyanto Rohi Riwu, dan Adrianus Candra Galaja, Sabtu dinihari tiga pekan
lalu, Juan tewas diserang anggota Komando Pasukan Khusus Grup 2 Kandang
Menjangan, Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, saat ditahan di
penjara Cebongan, Sleman. Tiga hari sebelumnya, mereka berempat ditangkap
karena dituduh membunuh Sersan Kepala Santoso di Hugo's Cafe di depan Hotel
Sheraton Mustika, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Nona
berulang tahun ke-31 pada 20 Januari lalu, tapi hadiah itu diberikan Juan
delapan hari kemudian. Ketika Nona berulang tahun, Juan tengah menjalani rehabilitasi
ketergantungan narkotik di Rumah Sakit Grhasia, Pakem, Sleman. Mesin jahit
seharga Rp 1,9 juta itu dia hadiahkan kepada Nona sehari setelah keluar dari
rumah sakit. "Bang Jo minta saya belajar menjahit dan membuatkan baju
untuknya," kata Nona.
Singer
ini mengingatkan Nona pada pesan Juan ketika mereka bertemu terakhir kali di
tahanan Kepolisian Daerah Yogyakarta, sehari sebelum Juan dihabisi di Cebongan.
Menurut Nona, Juan hari itu mendengar selentingan kabar bakal jadi sasaran
balas dendam teman-teman Santoso di Kopassus Kandang Menjangan. Juan mengatakan
ada kabar dia akan ditembak. "Bangjo bilang kun fayakun
(apa yang terjadi, terjadilah)," ujarnya.
Sebelumnya, sejumlah pesan pendek yang
menyatakan akan ada sweeping dan balas dendam atas kematian Santoso beredar
di kalangan warga Nusa Tenggara Timur di Yogyakarta. Dua hari sebelum penyerbuan
ke Cebongan, Nona juga menerima SMS dari istri seorang anggota Brigade Mobil,
sahabatnya, di Yogyakarta. Juan pernah menjadi anggota Brimob Gondoluwung,
Bantul, Yogyakarta, dan tiga tahun bertugas di Aceh. Isi pesan pendek itu perihal
adanya sweeping oleh anggota Kopassus terhadap warga asal NTT. "Di
sini pada takut. Tiga mobil Kopassus sweeping," menurut pesan
pendek di telepon seluler Nona.
Nona
juga menerima pesan dari teman-teman Juan agar tak berkunjung ke asrama NTT di
Tegal Panggung, dekat Stasiun Lempuyangan. Menurut Nona, teman-teman Juan
sesama asal NTT pada Rabu itu sudah tahu Juan dan tiga kawannya bakal dihabisi
saat ditahan di Polda Yogyakarta. Kesaksian Nona cocok dengan pernyataan sejumlah
sumber Tempo. Sumber itu
mengatakan intelijen Kopassus diduga bermain mata dengan polisi menjelang
penembakan empat tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Cebongan.
Menurut sumber itu, serangan ke Cebongan bukan
operasi tertutup. Setidaknya, ujar dia, intelijen polisi dan intelijen Tentara
Nasional Indonesia sudah sama-sama tahu. Sumber itu mengatakan Juan dan tiga
rekannya sesungguhnya bakal dieksekusi oleh sejumlah anggota Kopassus ketika berada di
tahanan Polda pada 21 Maret 2013 malam atau sehari sebelum penembakan.
"Mau disikat di dalam. Lalu Kapolda bilang ke intel Kopassus, 'Jangan
begitu. Kalian mau bikin malu saya,'" kata sumber itu menirukan Kepala
Kepolisian Daerah Yogyakarta Sabar Rahardja.
Sabar
membantah jika pihaknya disebut tahu akan adanya serangan itu. Ditemui Jumat
pekan lalu seusai salat Jumat di masjid di kompleks Polda DIY, dia menegaskan
bahwa pihaknya tak tahu sama sekali bakal ada penyerangan. "Belum tahu,
demi Allah. Makanya tenang-tenang waktu itu," ucap Sabar sembari mendongak
ke langit.
Sebelumnya,
beredar pula kabar kencang di kalangan warga NTT bahwa anggota Kopassus
berencana akan mengeksekusi Juan dkk pada Kamis siang, dua hari sebelum
mereka dibunuh. Ketika itu, Juan dan tiga kawannya menjalani rekonstruksi
pembunuhan Santoso di Hugo's Cafe, dua kilometer arah barat Bandar Udara Adisutjipto.
Tapi pada saat itu rekonstruksi dijaga ketat oleh polisi. Kabar Juan dan
kawan-kawan akan dibunuh tak terbukti.
Pengakuan
Ketua Paguyuban Flobamora (Flores, Sumba, Timor, dan Alor) Hillarius Mero
menguatkan ihwal rencana serangan oleh Kopassus. Ia menyatakan sempat diminta
mampir oleh pimpinan intelijen di sebuah kesatuan kepolisian. Hillarius diberi
informasi intelijen tentang gerakan tiga mobil berisi sejumlah anggota
Kopassus yang berencana menghabisi Juan dan kawan-kawan. Mendapat informasi
itu, dia buru-buru meninggalkan kantor polisi dan pulang ke rumahnya lewat
jalur yang tak biasa. "Saya memutar. Ngeri juga saya," kata
Hillarius. Dia lalu segera menyebarkan pesan pendek ke komunitas NTT di
Yogyakarta. Ia meminta mereka berhati-hati.
Kakak
kandung Juan, Vicktor Manbait, mengatakan, sebelum peristiwa penembakan, Juan
juga meminta adiknya yang menghuni asrama NTT di Tegalpanggung berhati-hati.
Dia mengirimkan nasihat itu ke nomor ponsel seorang adiknya. "Isi SMS-nya,
,'Kamu hati-hati, jangan keluar malam. Saya ditipu polisi. Saya tidak bersalah
dalam peristiwa itu,'" ujarnya. Menurut Vicktor, Juan kecewa ditetapkan sebagai
tersangka karena sebenarnya bukan dia yang melakukan pembunuhan. Juan saat itu
berusaha melerai.
Tim
investigasi TNI memang telah menyatakan bahwa anggota Kopassus adalah pelaku
penyerangan di Cebongan. Tempo berulang
kali mengontak dan mendatangi petinggi Kopassus Grup 2 Kandang
Menjangan di Kartasura, tapi tak mendapat jawaban. Jawaban ringkas baru diberikan
Perwira Seksi Intel Kopassus Grup 2 Kandang Menjangan Kapten Benny
Angga, Jumat pekan lalu. Ia mengatakan pimpinan di markas tersebut berada di
Jakarta hingga pertengahan April. "Ikut apel dansat (komandan satuan)
sampai 16 April," kata Angga. Di Jakarta, Jumat pekan lalu, Mayor Jenderal
TNI Agus Sutomo menyatakan, sebagai komandan, dia yang paling bertanggung
jawab. "Sebelas orang itu anak buah saya dan sayalah atasannya, Mayjen TNI
Agus Sutomo," ujarnya. (SUNUDYANTORO,
SHINTA MAHARANI, PITO AGUSTIN RUDIANA, MUH.
SYAIFULLAH (YOGYAKARTA), AHMAD RAFIO (SUKOHARJO), Sumber: Majalah Tempo
(14 April 2013/Minggu, Hal. 80-81)