Penulis : Kontributor Timor
Barat, Sigiranus Marutho Bere | Sabtu, 6 April 2013 | 10:44 WIB
KUPANG, KOMPAS.com — Keluarga
empat orang korban penembakan yang terjadi di sel 5A blok Anggrek Lembaga
Pemasyarakataan Cebongan, Sleman, Yogyakarta menolak kesimpulan awal tim
investigasi internal Tentara Nasional Indonesia. Peristiwa penembakan terjadi
pada Sabtu (23/3/2013) dini hari.
"Kami keluarga korban
pembantaian di LP Cebongan menolak kesimpulan awal tim investigasi internal TNI
bentukan KSAD yang disampaikan pada 4 April 2013. Kami menilai kesimpulan
tersebut hanyalah bagian dari rekayasa TNI menutupi skenario pembantaian dan
untuk menutupi jaringan pelaku yang lebih luas," kata juru bicara keluarga
empat orang korban, Viktor Manbait, kepada Kompas.com, Sabtu (6/4/2013).
Menurut Viktor, Kesimpulan itu
mencerminkan sikap para pimpinan TNI yang tidak kesatria, menolak
pertanggungjawaban komando dengan mengorbankan prajurit tingkat rendah untuk
menutupi motif peristiwa sesungguhnya.
"Sejak awal, kami keluarga
korban menolak keberadaan tim investigasi internal ini, para pimpinan TNI
seperti Pangdam IV Diponegoro telah terlibat rekayasa sejak awal peristiwa ini.
Delapan poin kesimpulan tersebut menunjukkan rekayasa yang secara sistematis
dilakukan oleh Tim 9 dengan merekonstruksi peristiwa secara tidak utuh dan
tendensius," beber Viktor.
Viktor mengatakan, Tim 9 telah
berkesimpulan bahwa empat korban yang merupakan tahanan titipan di LP Cebongan
adalah pelaku pembunuhan terhadap anggota Kopassus Serka Heru Santoso pada 19
Maret 2013 di Hugo's Cafe.
Kesimpulan ini menunjukkan begitu
rendahnya profesionalisme Tim 9 bekerja dengan menggenalisasi tindakan dan
peran tiap-tiap pelaku yang menyebabkan kematian Almarhum Heru Santoso.
"Kesimpulan pertama yang
disampaikan ini merupakan rekayasa dengan menyebut kasus di Hugo's Cafe sebagai
peristiwa pembunuhan. Faktanya pada 19 Maret 2013 adalah perkelahian antara
salah satu korban dengan dua rekan Alm Heru Santoso," kata Viktor yang
didampingi tiga orang wakil keluarga lainnya, yakni Yani Rohi Riwu (keluarga
korban Gamaliel Yermianto Rohi Riwu), Albert Yohanes (keluarga korban Hendrik
Benyamin Sahetapy Engel), dan Yohanes Lado (keluarga korban Adrianus Chandra
Galaja).
Karena itu, kata Viktor, pihak
keluarga meminta kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selaku kepala
pemerintahan dan Panglima Tertinggi TNI untuk segera membentuk Tim Gabungan
Pencari Fakta (TGPF) mengusut secara tuntas peristiwa LP Cebongan sampai
membawa seluruh pelaku ke pengadilan Hak Asasi Manusia.
"Selain itu, keluarga juga
meminta Presiden SBY memerintahkan Panglima TNI dan Kepala Kepolisian RI untuk
menyerahkan seluruh proses penyelidikan kepada TGPF yang terbentuk," kata
Viktor.