Selasa, 2 April 2013 | 20:40 WIB
INILAH.COM, Jakarta –
Penyelidikan kepolisian dalam kasus penyerangan LP Cebongan, Sleman yang
mengarah pada adanya keterlibatan Kopassus agaknya sulit terbantahkan. Hal itu
setidaknya terlihat dari hasil identifikasi pada hal-hal terkait teknologi
informasi dan di lapangan.
Sumber INILAH.COM yang mengetahui
hasil penyelidikan itu mengungkapkan bahwa sebelum terjadi penyerangan ke LP
Cebongan, Polisi dan Kopassus sudah berulang kali melakukan kontak. Menurut
sumber tersebut, dari fakta SMS dan hasil penyelidikan lainnya, diduga ada
keterlibatan oknum Kopassus.
Temuan dari hasil identifikasi di
lapangan itu antara lain:
1. Setelah peristiwa penusukan
anggota Kopassus di Hugo’s Cafe, pada Selasa (19/3/2013), pukul 7.00-8.00 pagi,
Polres Sleman didatangi oleh seseorang. Ia meminta agar para tahanan yang
terlibat penusukan diserahkan kepadanya. Alasannya, ia ragu polisi akan
bertindak adil karena di dalamnya ada anggota polisi yang terlibat yang bernama
YJM.
2. Polisi menolaknya dan menjamin
akan menindaknya secara adil. Bahkan untuk meyakinkannya, polisi
mempertontonkan rekaman CCTV kejadian penusukan di Hugo’s Caf. Dari rekaman itu
terlihat bahwa YJM justru melerai pertikaian yang terjadi dan tidak ikut
menusuk.
3. Orang tersebut kemudian
meminta rekaman CCTV untuk diserahkan kepada Pangdam. Namun, polisi tetap
menolaknya karena akan digunakan untuk penyelidikan. Sebagai gantinya, polisi
mengajak untuk menontonnya secara bersama-sama Pangdam.
4. Karena itulah secara
bersama-sama CCTV tersebut ditonton oleh semua pihak berkepentingan dari TNI
dan Polri.
5. Namun, usai menyaksikan itu,
muncul perintah kepada seseorang dari Kopassus untuk membalas pembunuhan
anggota Kopassus itu. Perintah itu terdengar oleh beberapa orang yang hadir di
sana. “Saya perintahkan menghitung mundur. Kamu kan faham maksud saya
menghitung mundur. Balas," demikian perintah itu.
6. Pada Jumat (22/3/2013) pukul
19.30 hingga 22.00 berlangsung pertemuan Komunitas Intelijen Daerah (Kominda)
di Rumah Makan Bumi Ayu. Saat pertemuan berlangsung, seorang anggota TNI
menerima telepon dari atasanya. Saat menerima telepon itu, ia terdengar
berkata, “Siap siap, pasukan Kopassus sudah bergerak." Pernyataan itu
didukung oleh fakta di lapangan bahwa ada pergerakan beberapa truk ke arah
Jogja dari Solo. Pada saat itu, sebanyak 2 truk bersiaga di kawasan Babarsari,
Jogja dan tiga truk bersiaga di Korem.
Terdengar pula anggota TNI itu
menyatakan, "Siap-siap unit Flip sudah bergerak." Flip yang dimaksud
adalah unit pasukan elit untuk melakukan jammer). Alat itu merupakan standar
militer 46.1e (elektromagnetic compatible).
7. Pada 22 Maret sekitar pukul
8.00 hingga 8.30 WIB, polisi menerima SMS dari seseorang yang menyatakan bahwa
ia khawatir tidak bisa mengontrol anak buahnya. Bahkan disebutkan pula bahwa
ada satuan lain yang siap bergabung.
SMS tersebut kemudian di-forward
kepada Kapolda dan oleh Kapolda di-forward kembali ke Danrem dan oleh Danrem
di-forward kepada Pangdam. Namun, Pangdam menyatakan SMS itu palsu.
Usai menyatakan hal itu, Kapolres
Yogyakarta kembali menerima SMS yang isinya meralat SMS sebelumnya. Kali ini ia
menyatakan akan menjaga anak buahnya secara maksimal dan ia menyatakan kepada
anak buahnya untuk tetap tenang karena kasus ini akan diselesaikan dengan baik
dan pelakunya akan dihukum seberat-beratnya.
8. Dari pemeriksaan di lokasi
juga ditemukan proyektil peluru dan selongsong 7,62 mm. Setelah dikonfirmasi ke
Pindad, diketahui bahwa peluru itu hanya digunakan untuk snipper (runduk) dan
dipakai khusus untuk pasukan elit.