nasional - Selasa, 2 April 2013 |
11:22 WIB
INILAH.COM, Jakarta - Wakil Ketua
Komisi I DPR TB Hasanuddin meminta kepada semua pihak untuk tidak membuat
kesimpulan apapun terkait insiden penyerangan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)
Cebongan, Sleman, DIY.
Menurutnya, keterlibatan TNI atau
Polri dalam insiden tersebut bisa saja terjadi. Hal itu bisa dilihat dari cara
penyerangan dan senjata yang digunakan pada saat penyerangan tersebut.
"Amuninsi kaliber 7.62 ada 4
macem, 7.62 x 39 dipakai dan dibuat pindad untuk keperluan Brimob. X 45 buatan
pindad dipakai sabara. X 51 dipakai satuan teritorial senjata penyerbu. X61
untuk senjata mesin," ujar TB Hasanuddin di Gedung DPR, Senayan, Selasa
(2/4/2013).
Dia menjelaskan, dari jenis
senjata yang digunakan dalam penyerbuan Lapas Sleman juga bisa diketahui siapa
pelakunya. Sebab peredaran senjata sendiri bisa dilacak dari tahun pembuatan
dan pabrikan senjata tersebut.
"Senpi AK sendiri masih
dipakai TNI, bekas perang dunia masih ada. Untuk Kopassus, Paskas untuk
pelatihan. Tapi yang dipakai TNI AK buatan Rusia. Tapi kalau AK yang sekarang
dipakai Brimob lebih baru lagi," paparnya.
Hasanuddin mengatakan, dari
ciri-ciri pelaku penyerangan Lapas Sleman juga bisa menggambarkan dari mana
mereka berasal. Apakah dari satuan TNI, Polri atau dari kelompok teroris. Namun
jika yang menjadi indikasi ciri-ciri perawakan tegap para pelaku tidak bisa
ditarik kesimpulan jika pelaku tersebut berasal dari satuan khusus di TNI atau
Polri.
"Soal ketangkasan pelatihan
seperti itu 2 jam bisa dilatih. Tapi kalau ada indikasi 15 pucuk senjata, itu
pasti aparat. Kalau diluar (Jawa), 15 itu akan sulit di daerah jawa. Kecuali di
Poso. Indikasi bawa granat itu pada umumnya TNI. Tetapi dua hari lalu ada yang
lempar granat di Medan, di Solo itu teroris," ungkapnya.
Untuk itu, Hasanuddin meminta
semua pihak untuk menunggu hasil investigasi yang di bentuk oleh Mabes TNI dan
penyelidikan penyidik Polri atas kasus tersebut. Sehingga nantinya bisa
mendapatkan kesimpulan siapa pelaku sebenarnya.