Meskipun sudah ditetapkan sebagai pelaku
penyerangan ke Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, Daerah Istimewa
Yogyakarta, 11 anggota Grup II Komando Pasukan Khusus Kandang Menjangan
Kartasura, Surakarta, belum berstatus tersangka.
Itu artinya, sudah lima hari sejak Tim Investigasi TNI-AD mengumumkan bahwa
anggota pasukan elite TNI-AD itu sebagai pelaku, status hukum mereka belum
jelas. "Status mereka saat ini, setelah penyelidikan, mungkin akan jadi
tersangka karena sekarang baru penggantian dari investigasi ke pendalaman
penyelidikan. Kalau terbukti, mereka akan jadi tersangka," kata Kadispen
TNI-AD Brigjen Rukman Ahmad di Mabes TNI-AD, Jakarta, kemarin.
Menurutnya, ke-11 anggota pasukan baret merah itu
sudah diboyong ke Pomdam IV/Diponegoro, Semarang, untuk menjalani penyelidikan
lebih lanjut. "Di Angkatan Darat tidak ada yang otomatis, semua harus ada
pendalaman, penyelidikan, dan lainnya. Dinonaktifkan atau tidak itu bagian dari
proses hukum, melalui peradilan militer," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua,Tim Investigasi TNI-AD Brigjen Unggul
K Yudhoyono menyatakan 11 anggota Kopassus sebagai pelaku penyerangan ke LP
Cebongan yang mengakibatkan empat tersangka pengeroyokan mantan anggota
Kopassus yang bertugas di Detasemen Intelijen Kodam IV/Diponegoro, Sersan Satu
Heru Santoso, tewas (Media Indonesia, 5/4).
Di sisi lain, dua pemimpin wilayah ketika kasus Cebongan
terjadi secara resmi dicopot dari jabatan, kemarin. Mereka ialah Kapolda DIY
Brigjen Sabar Rahardjo dan Pangdam IV/Diponegoro Mayjen Hardiono Saroso. Namun,
Kapolri Jenderal Timur Pradopo dan Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono
membantah pencopotan itu terkait kasus Cebongan.
Mutasi Kapolda DIY
Brigjen Sabar Rahardjo ke Brigjen Haka Astana dilakukan di Ruang Rapat Utama
Mabes Polri, Jakarta, secara terbuka bersama lima kapolda lainnya.
"Kepada Kapolda DIY yang baru tentunya masih punya tugas menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan
masalah LP Cebongan," kata Timur Pradopo.
Sementara itu, pergantian Pangdam Mayjen Hardiono
Saroso ke Mayjen Sunindyo melalui upacara militer yang dipimpin oleh Kepala
Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Pramono Edhie Wibowo secara tertutup di Mabes
AD, Jakarta.
Dilindungi
Secara terpisah, Lembaga Perlindungan Saksi dan
Korban (LPSK) menyatakan menerima permohonan perlindungan terhadap 42 saksi
dalam kasus Cebongan. "Kami memutuskan untuk melindungi 42 orang saksi
dalam kasus penyerangan LP Cebongan dalam rapat paripurna hari ini
(kemarin)," kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai.
Ke-42 saksi tersebut terdiri dari 31 saksi yang berstatus tahanan dan 11 saksi berstatus
sipir tahanan. Namun, LPSK sampai saat ini belum mengidentifikasi berapa jumlah
saksi kunci.
Bentuk perlindungan yang diberikan LPSK terhadap para
saksi, yaitu pemulihan psikologis, pendampingan, dan perlindungan fisik jika
diperlukan. "Perlindungan fisik para saksi yang berstatus tahanan akan
dikoordinasikan dengan pihak LP, sedangkan untuk saksi yang berstatus sipir
akan langsung ditangani LPSK berupa pengamanan dan pengawalan," ungkap
Haris.
Seiring dengan gencarnya isu pemberantasan premanisme,
mantan Ketua Komnas HAM Ifdal Kasim menilai ada upaya menyesatkan untuk
membenarkan aksi pembantaian di LP Cebongan. "Negara tidak akan bisa membangun
ketertiban umum apabila ada kekerasan yang bisa dilakukan tanpa hak,"
jelasnya. (Bug/Fox/AT/*/X-6), Sumber Koran: Media Indonesia (09 April 2013/Selasa, Hal. 01)