Rabu, 03/04/2013 15:45 WIB
Bandung - Prada Mart Azzanul
Ikhwan (23) kalap saat didatangi Shinta Mustika (19) dan Hj Opon (39) ke
asrama. Shinta minta pertanggungjawaban atas kehamilannya. Mart memboncengkan
korban dengan satu motor ke tempat sepi, kemudian 'mengeksekusi' korban dengan
menggunakan sangkur.
Setelah berdebat untuk memintai
pertanggungjawaban di depan masjid di dekat asrama, Selasa (11/2/2013), Mart
meminjam motor yang dibawa Opon untuk kembali ke asrama. Ia mengambil sangkur
komando yang disimpan di dalam lemarinya. Ia berniat menghabisi korban agar tak
melaporkan hal tersebut pada atasannya serta menghancurkan karir dan masa
depannya.
"Sangkur tersebut sudah
dilepaskan dari sarungnya dengan maksud supaya lebih mudah. Sangkur tersebut
disimpan di satu kiri celana PDL-nya. Tempat untuk menghabisinya pun telah
ditentukan," ujar Oditur Letkol CHK Siabudin saat membacakan surat dakwaan
perkara pembunuhan pada Opon dan Shinta dalam sidang di Ruang I Pengadilan
Militer II-09 Bandung, Jalan Soekarno Hatta, Rabu (3/4/2013).
Kembali menghampiri Shinta dan
Opon yang berada di masjid, terdakwa kemudian memboncengkan kedua korban dengan
alasan akan menyelesaikan masalah tersebut. Mereka pun dibawa ke sebuah
perbukitan tempat perkebunan sayur.
Mereka sempat melewati kios.
Orang-orang tidak curiga melihat Mart berboncengan dengan dua wanita tersebut,
karena kawasan tersebut memang kerap dilewati anggota TNI. Sampai ke suatu
tempat, terdakwa pun menyuruh keduanya turun karena jalan licin. Terdakwa
menyuruh Shinta menunggu, sementara ia dan Opon berjalan kaki sekitar 150
meter.
Terdakwa bertanya ke Opon apakah
ia masih tidak percaya bahwa bukan terdakwa yang menghamili. Opon pun
menyatakan tak percaya dan kembali menyatakan akan melapor pada atasan,
menuntut dan menggunakan pengacara.
"Mendengar perkataan
tersebut, seketika itu juga terdakwa mengeluarkan sangkur dari saku kiri.
Melihat terdakwa mengeluarkan sangkur, Opon lari dan berteriak
'Shinta..Shinta..". Namun tak terdengar. Terdakwa kemudian menarik jas
hujan yang digunakan Opon hingga tubuhnya berbalik menghadap terdakwa. Lalu
terdakwa langsung menikam dada kanan dengan tangan kiri. Opon sempat merebut
sangkur dan mendekapnya di dada. Lalu terdakwa mencekik dengan lengan kiri
hingga Opon meronta-ronta. Lalu terdakwa mendorong kemudian menyergap dan
menekan menghadap ke arah tanah," jelas Oditur.
Saat itu, ada seorang warga yang
melihat aksi sadis itu. Dia kabur karena dibentak. "Terdakwa sempat
membentak dengan mengatakan 'cepat pulang kamu," katanya. Selanjutnya
terdakwa dengan cepat menikam leher berulang-ulang hingga Opon tak bergerak
lagi.
Terdakwa kemudian menghampiri
Shinta setelah menyeret tubuh Opon sekitar 13 meter dari posisi awal. Saat itu
Shinta bertanya kemana ibunya. Namun dijawab terdakwa Opon pergi bersama
temannya. Terdakwa berniat menghabisi Shinta di tempat lain.
Shinta sempat berteriak memanggil
ibunya. Hingga kemudian Shinta melihat sangkur di saku celana terdakwa.
Keduanya pun terjatuh dari motor karena Shinta mempertanyakan soal sangkur dan
terdakwa menghalangi. "Terdakwa pun menikam Shinta berulang-ulang,"
katanya.
Sejumlah warga mendekat untuk
menolong Shinta, sedangkan terdakwa kabur. Shinta yang masih hidup dibawa ke
Puskesmas Cikajang namun akhirnya meninggal dunia. Warga pun kemudian menemukan
jasad Opon di Kebun Kentang. Kejadian tersebut dilaporkan warga ke Polsek
setempat.
Sampai di asrama, digelar apel
luar biasa hingga akhirnya terdakwa diperiksa dan mengakui perbuatannya yang
telah menghabisi dua perempuan tersebut.
Menurut hasil visum, Opon tewas
dengan 6 luka tusuk di bagian leher, 1 luka tusuk di dada dan memar di bagian
dada akibat benda tumpul. Sementara Shinta terdapat 8 luka tusuk di dada, leher
dan punggung.
Sidang dengan agenda pembacaan
dakwaan itu dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi. Sidang selanjutnya digelar,
Senin (8/4/2013) mendatang. Sumber : www.detik.com