Senin, 08 April 2013 | 19:17 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Markas Besar
TNI Angkatan Darat menolak penerapan peradilan koneksitas dalam mengadili kasus
penyerbuan dan penembakan di Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman,
Yogyakarta. Sebelas anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan
Darat sudah mengaku sebagai pelaku serangan brutal itu.
"Jadi yang digunakan adalah
peradilan militer," kata Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat,
Brigadir Jenderal Rukman Ahmad saat ditemui wartawan di kantornya, di jalan
Veteran, Jakarta Pusat, Senin, 8 April 2013.
Mengenai desakan beberapa
pengamat militer untuk menggunakan peradilan umum karena perbuatan pidana umum
yang dilakukan oleh anggota Kopassus, Rukman menampik.
Merujuk peraturan perundang-undangan
yang berlaku, Rukman bersikeras peradilan militerlah yang bisa digunakan dalam
menyidik pelaku yang merupakan anggota Kopassus Grup 2 Kandang Menjangan.
Rukman juga memastikan bahwa
penyidik polisi tak akan berperan dalam proses hukum ini. Peradilan militer,
kata dia, sepenuhnya ditangani oleh internal TNI. Dia menegaskan bahwa
kontribusi Polri hanyalah sebatas menyerahkan data hasil investigasi sementara
mereka dalam kasus Cebongan. "Mereka (Polri) sudah menyatakan bersedia
menyerahkan data itu pada kami," kata Rukman.
Pada, Kamis 4 April lalu Wakil
Komandan Polisi Militer, Brigadir Jenderal TNI, Unggul Yudhoyono mengakui 11
anggota Kopassus Grup 2 Kandang Menjangan, Kartosuro, Sukoharjo, Jawa Tengah
terlibat dalm aksi penembakan itu.
Dari 11 anggota Kopassus, ada dua
yang tidak ikut melakukan aksi penyerangan, keduanya bermaksud mencegah dan
menggagalkan aksi sembilan teman mereka. Tim investigasi TNI AD menyebut
anggota Kopassus berinisial U sebagai penembak keempat tahanan Polda Yogyakarta
yang terjadi pada 23 Maret dini hari lalu.