Rabu, 11 Desember 2013

Peristiwa 30 September 1965 Harus Dilihat Jernih



[JAKARTA) Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G-30-S/PKI) meru­pakan peristiwa tragis yang tidak akan pernah dilupa­kan oleh bangsa ini, baik oleh kalangan TNI, NU, maupun PKI sendiri. Bangsa ini harus jernih melihat peristiwa tersebut, karena benturan antara NU dan PKI, selama beberapa dasawarsa yang lalu terus di­munculkan kembali oleh sejumlah kelompok kepen­tingan, baik dalam bentuk rekonstruksi sejarah, reha­bilitasi, pemulihan hak hingga memaksa pihak-pi­hak tertentu mengaku ber­salah dan meminta maaf.

Pengurus Besar Nahdla­tul Ulama (PBNU) berke­pentingan untuk mengajak semua pihak agar mema­hami sejarah secara utuh, ti­dak secara snapshot (sepotong-potong):

''Kita tidak bisa menilai sejarah secara anakronistik, yaitu melihat peristiwa masa lalu dengan cara pandang dan sikap masa kini. Sejarah ha­rus didudukkan pada spririt dan konteks zamannya," kataWakil Ketua Umum PBNU Dr As'ad Said Ah pada pem­bukaan diskusi dan peluncur­an buku putih Benturan NU-PKI 1948-1965, di Gedung PBNU Jakarta, Senin (9/12).

Hadir pada acara itu, antara lain mantan Sekjen Gerakan Pemuda Ansor (GPAnsor) Chalid Mawardi, mantan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat Let­jen (Purn) Kiki Syahnakri, dan Wasekjen PBNU Ab­dul Mun'im DZ.

Mun'im mengungkap­kan, penulisan buku bentur­an NU dengan PKI selama 1948-1965 itu penting.Apa­lagi secara periodik banyak kelompok yang membela PKI dan menyalahkan NU dan TNI.Mereka yang membela PKI itu tidak tahu, bahwa pada waktu peristiwa itu terjadi perang saudara, maka tidak ada pelaku tung­gal atau korban tunggal.Campur tangan Barat beser­ta sejumlah perwakilannya di Indonesia, seperti Komnas HAM dan Kontras ikut memperkeruh masalah ini.Mereka anak-anak baru yang belum tahu akar masa­lah yang sebenarnya.

Peristiwa 30 September sebenarnya rangkaian pe­ristiwa panjang sejak 1926 ketika PKI mulai membe­rontak dan kaitannya de­ngan pemberontakan PKI di Madiun 1948, hingga pemberontakan PKI 1965, merupakan satu rangkaian, teragenda, strategi, serta pelakunya sama, yang ber­kesinambungan dalam se­buah estafet yang rapi dan terencana. (W-12)