Selasa, 10
Desember 2013
JAKARTA (Suara
Karya): Menko Kesra HR Agung Laksono menegaskan, ekspedisi Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) bukan unjuk kegiatan militer, melainkan untuk
menanamkan pembangunan karakter bangsa (nation character building) kepada
masyarakat yang tinggal di pulau-pulau terluar, terpencil, dan terisolasi.
"Ekspedisi
ini juga untuk makin memperkukuh semangat NKRI," kata Agung Laksono usai
membuka Seminar Nasional Hasil Ekspedisi NKRI: Koridor Sulawesi Tahun 2013, di
Hotel Grand Sahid Jaya, Senin (9/12).
Hadir dalam
kesempatan itu mantan Wakasad yang juga mantan Kasum TNI Letjen TNI (Purn)
Suryo Prabowo, Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus Mayjen TNI Agus Sutomo,
Pangdam Pattimura Mayjen TNI Eko Wiratmoko, dan Deputi Menko Kesra Bidang
Lingkungan Hidup dan Kerawanan Sosial Willem Rampangilei.
Menurut Agung
Laksono, Kemenko Kesra dan TNI-AD tengah mempersiapkan Ekspedisi NKRI: Koridor
Maluku dan Maluku Utara bertema "Peduli dan Lestarikan Alam
Indonesia". Ekspedisi selama 4,5 bulan itu melibatkan 240 mahasiswa
PTN/PTS seluruh Indonesia.
Kegiatan
ekspedisi itu, menurut Menko Kesra, juga sarat ilmu pengetahuan yang dibarengi
dengan melestarikan kebudayaan di suatu wilayah. Yang terpenting lagi dapat
mengetahui tingkat kesejahteraan rakyat untuk segera diperbaiki. "Kita
tidak akan tahu kalau tidak mengunjunginya. Jadi, bukan sekadar
laporan-laporan," kata Agung menegaskan.
Agung Laksono
mengatakan, ekspedisi NKRI koridor Maluku dan Maluku Utara akan dilaksanakan
pada tahun 2014. "Ekspedisi ini merupakan kelanjutan dari tiga ekspedisi
sebelumnya," kata Agung.
Dia menyebutkan,
tiga ekspedisi lainnya di antaranya ekspedisi Bukit Barisan tahun 2011 yang
dilaksanakan di Pulau Sumatera, ekspedisi khatulistiwa tahun 2012 di Pulau
Kalimantan, dan ekspedisi NKRI Koridor Sulawesi 2013. Tiga ekspedisi itu, menurut
dia, telah memberikan manfaat yang sangat berharga bagi masyarakat, bangsa, dan
negara.
Menurut Agung,
Indonesia memiliki 17.504 pulau yang terpencar di wilayah NKRI, memiliki banyak
potensi kekayaan alam yang mencakup keanekaragaman hayati dan nonhayati yang
belum terdata dengan baik. Di sisi lain, masih banyak masyarakat yang hidup di
wilayah terpencil dan terisolasi.
"Masyarakat
yang berada di wilayah terpencil dan terisolasi umumnya belum banyak tersentuh
oleh program-program pembangunan sehingga akses terhadap pelayanan sosial,
pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan politik," katanya.
Letjen TNI
(Purn) Suryo Prabowo menambahkan, terkait dengan kegiatan yang melibatkan
mahasiswa itu, TNI-AD dan Kopassus sudah bekerja sama dengan pihak kampus. Para
mahasiswa dianggap cuti kuliah. Laporan hasil ekspedisi itu, meski diikuti
secara sukarela, nilai bobotnya sama dengan nilai mata kuliah kuliah kerja
nyata (KKN). "Nanti kami akan memberikan rekomendasi. Jadi, mereka tidak
perlu mengikuti KKN lagi," katanya.
Ekspedisi
sebelumnya, menurut dia, juga melibatkan mahasiswa. Pada pertama kali digelar
Ekspedisi Bukit Barisan 2011 di wilayah Sumatera, 40 mahasiswa ikut serta, lalu
pada tahun berikutnya meningkat menjadi 90 mahasiswa pada Ekspedisi
Khatulistiwa 2012 di wilayah Kalimantan. Pada ekspedisi ketiga koridor Sulawesi
tahun 2013, jumlah mahasiswa yang terlibat meningkat tajam, menjadi 200
mahasiwsa.
Di pulau-pulau
terpencil dan terluar yang dikunjungi tim ekspedisi itu ada yang berpenghuni,
ada juga yang tidak. Sementara di pulau yang berpenghuni, menurut Danjen
Kopassus Mayjen TNI Agus Sutomo, terkadang ditemukan sekelompok masyarakat
terasing. Masyarakat terasing yang ada di pulau itu harus diberdayakan--kalau
perlu, direlokasi dengan bantuan pemda.
"Karenanya,
perlu sosialisasi dan edukasi agar pembangunan kesejahteraan rakyat berjalan.
Karena itu, ekspedisi ini memiliki nilai strategis. Selain membangun nilai
kebangsaan dan wawasan nusantara, juga memberikan pengetahuan, keterampilan
untuk meningkatkan pendapatan. Sehingga akses di bidang pendidikan, kesehatan,
dan sosial jadi lebih baik," katanya. (Singgih BS)