Rabu, 11 Desember 2013

Panglima TNI: Reformasi Ciptakan Kapitalisme Politik



Created on Selasa, 10 Desember 2013 19:10 Published Date


Jakarta, GATRAnews - Panglima Tentara Nasional Inodnesia, Jenderal TNI Moeldoko menilai, pasca Reformasi bergulir terjadi berbagai anomali yang tak sanggup diimbangi rakyat dan para petinggi negeri ini, karena meninggalkan nilai-nilai lama dan nilai baru belum ditemukan, sehingga mengakibatkan kepanikan budaya atau culture shock.

"Ada beberapa anomali pasca-reformasi, yakni anomali politik, ekonomi, sosial dan budaya, dan otonomi," ujar Moeldoko, saat menyampaikan paparannya yang berjudul "Ketidakteraturan yang Berlebihan", dalam Kongres Kebangsaan yang dihelat Forum Pemred, di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (10/12).

Pada kongres bertajuk "Menggagas Kembali Haluan Bangsa Menuju 100 Tahun Indonesia Merdeka" ini, Moeldoko memaparkan, anomali di bidang politik terjadi akibat transisi demokrasi. Salah satu yang menonjol, yakni keinginan untuk tetap mempertahankan sistem pemerintahan presidensial, namun toleran terhadap multi partai. Padahal, sistem presidensial tidak menganut sistem multi partai.

Demokrasi Indonesia juga diwarnai kapitalisasi politik, yakni politik sangat mahal dan hanya yang memiliki tumpuan kapital yang bisa mengikutinya. Akibatnya, siapapun yang terpilih akan berusaha mengembalikan modal yang telah dikeluarkannya, minimal sesuai dengan yang dihabiskannya.

Moeldoko mencontohkan, akibat dari kapitalisasi politik tersebut, 309 kepala daerah tersangkut kasus hukum, baik berstatus tersangka, terdakwa, dan terpidana. Selain itu, hampir 100% kepala daerah pecah kongsi, sehingga arah pembangunan itu tidak jelas lagi. "94% hubungan kepala daerah pecah kongsi, sehingga setelah itu tidak jelas."

Setelah Orde Baru (Orba). Pada masa Orba, Indonesia berada di titik eksekutif atau pemerintahan, sedangkan pada masa Reformasi, beradi di yudikatif. "Belakangan ini titik berat ini bergeser lagi ke eksekutif. Mudah-mudahan dari forum ini lahir rumusan baru," harapnya.

Sedangkan terkait anomali di bidang ekonomi, imbuh jenderal bintang empat ini, pemerintah merevisi pertumbuhan ekonomi Indonesia di akhir tahun hanya sebesar 5,5 sampai 5,9% dari sebelumnya 5,9 sampai 6,2%. Bahkan di kuartal III 2013, ini diperkirakan kembali melambat seperti kuartal II-2013 sebesar 5,81%.

"Nilai tersebut lebih rendah dari pencapaian di kuartal I 2013 sebesar 6,01%," paparnya.

Kemudian, imbuh dia, sesuai data ILO, sejak tahun 2011, ada 90 federasi, 5 konfederasi 11 ribu serikat pekerja. Data BPS pada Februari 2011 menyebutkan jumlah buruh mencapai 30, 72 juta jiwa. Akibat kekuatan buruh tersebut, menjadi kekuatan parlemen jalanan.

"Namun kekuatan buruh yang terpecah menimbulkan anomalinya buruh yang kemudian cenderung reaktif," paparnya.

Di bidang sosial pun terjadi hal yang sama, bahkan seorang balita berusia 8 bulan mengalami pemerkosaan, pemerkosaan terhadap gadis di bawah umur, hingga pemerkosaan dalam angkutan umum.

Untuk menyelesaikan anomali tersebut, tandas dia, diperlukan kepatuhan terhadap hukum. Kepatuhan terhadap hukum itu sesuai dengan empat pilar kebangsaan yang berlaku di negeri ini. "Kita harus bediri paling depan untuk mewujudkannya," pungkas Moeldoko. (IS)