Jakarta, Pelita. Berbagai elemen masyarakat terus memberikan dukungannya kepada korps
Komando Pasukan Khusus (Kupassusj TNI Angkatan Darat, khususnya terhadap 11
anggota Kopassus Grup 2 Karangmenjangan yang melakukan penyerangan ke LP Kelas
IIB Cebongan, Sleman, Yogyakarta, pasca pembunuhan yang dilakukan sejumlah
preman terhadap anggota Kopassus Sertu Heru Santoso, dan pembacokan terhadap
Sertu Sriyono.
Dukungan terbaru datang dari Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil
yang menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Komnas HAM, Jalan I.atuharhary,
Jakarta Pusat, Rabu (10'/4). Sambil membawa spanduk bertuliskan "Komnas
HAM jangan diskriminatif terhadap TNI dan Kopassus," Joni Naham mendesak
Komnas HAM untuk jangan lagi membela preman.
Kelompok ini juga melakukan aksi di depan Markas. Kopassus,
Cijantung, Jakarta Timur, dengan menggalang tanda tangan kepada warga yang
melintas di sana, dengan membentangkan kain putih untuk diisi tanda tangan, dengan
judul "11 Ribu Tanda Tangan Dukungan untuk 11 Prajurit Kopassus".
Aksi ini digelar oleh Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil yang
membawahi 9 organisasi yaitu Generasi Muda Kota Depok, Aliansi Masyarakat
Sipil Cinta Hankam, Anak Kolong Bergerak, Brigade Merah Putih, Pemuda Pro
TNI-Polri, Gardu Keadilan, Laskar Advokasi Masyarakat Indonesia, Jaringan
Aktivis Indonesia Raya, dan Gerakan Mahasiswa Merah Putih.
Kopassus didirikan 16 April 1952 oleh kopassus Kolonel Kawilarang sebagai
upaya mendirikan pasukan komando yang dapat bergerak tangkas dan cepat
menghadapi RMS ketika itu.
Operasi Penumpasan DI/TII, PRRI/Permesta, Operasi Trikora, Operasi
Dwikora, penumpasan G30S/PKI, Pepera di Irian Barat Operasi Seroja di Timor Timur,
Pembebasan Sandera di Bandara Don Muang-Thailand [Woyla], Operasi GPK di Aceh,
operasi pembebasan sandera di Mapenduma, dan sejumlah penyusupan.
Sejak tanggal 25 Juni 1996 Kopassus melakukan reorganisasi menjadi
lima Grup, yaitu :
• Grup l/Para Komartdo - berlokasi di Serang, Banten
• Grup 2/Para Komando - berlokasi di Kartasura, Jawa Tengah
• Pusat Pendidikan,Pasukan Khusus - di Batujajar, Jabar
• Grup 3/Sandhi Yudha,- berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur
• Satuan 81/Penanggulangan Teror - berlokasi di.Cijantung, Jakarta
Timur.
Sebelumnya, dukungan ditunjukkan dengan munculnya gerakan 'Satu
Miliar Dukungan untuk 11 anggota Kopassus' di Face-book, yang hingga kemarin
didukung 43.906, orang.
Setelah itu muncul juga dukungan lewat aksi dan pemasangan spanduk
di Solo dan Yogyakarta, bahkan di daerah ini dimunculkan juga "Koin untuk
11 Anggota Kopassus" sebagai bentuk dukungan bagi anggota Kopassus yang
segera menghadapi peradilan militer itu.
Dukungan datang juga dari organisasi anak veteran yang tergabung
dalam Pemuda Panca Marga (PPM), Selasa (9/4) kemarin. Melalui Ketua Umum
Pengurus Pusat PPM Abraham Lunggana, PPM berpendapat apa yang dilakukan prajurit
Kopassus itu sebagai wujud sikap korsa, dan untuk hal itu mereka akan menghadiri
persidangan nanti.
Tak cukup hanya itu, simpati muncul juga dari Solidaritas Korps
Baret Merah seluruh Provinsi Banten, meminta polisi, Kopassus dan jajaran TNI
lain bekerja sama memberantas aksi-aksi preman hingga ke akar-akarnya demi
menjaga stabilitas keamanan negara.
Menurut juru bicara kelompok ini, Sasmita, semua pihak jangan hanya
masadah penembakan yang dilakukan prajurit Kopassus saja tanpa melihat sebab
akibat kenapa bisa terjadi penyerangan.
Sebelum ini, Tim Investigasi TNI AD mengungkapkan pelaku penyerangan
LP Cebongan adalah oknum Kopassus sebagai aksi balasan menyusul pembunuhan,
terhadap Serka Heru Santoso, anggota TNI AD pada 19 Maret 2013 dan pembacokan
terhadap mantan anggota Kopassus Sertu Snyono pada 20 Maret 2013 oleh kelompok
preman di Yogyakarta.
Dalam penyerangan ke LP Cebongan itu, empat orang yang disebut
"preman" yaitu Hendrik Benyamin Sahetapy Engel alias Dicky Ambon,31;
Yohanes Juan Mambait alias Juan,38; Gameliel Yermianto Rohi Riwu alias Adi, 29;
dan Adrianus Candra Galaja alias Dedi,33. Terakhir diketahui Juan adalah
seorang polisi berpangkat Bripka, menurut keterangan pihak keluarganya.
Ketua Tim Investigasi TNI AD Brigadir Jenderal (CPM) Unggul K.Yudhoyono
mengatakannya pelaku secara kesatria telah mengakui perbuatan sejak hari
pertama penyelidikan, 29 Maret 2013. "Penyerangan tersebut merupakan
tindakan seketika yang dilatarbelakangi jiwa korsa dan membela kesatuan,"
katanya.
Menurut Unggul, penyerangan ke LP Cebongan itu dilakukan setelah
mereka mendengar apa yang terjadi dengan-Serka Heru Santoso dan Sertu Sriyono.
"Mereka membela kesatuan setelah mendapat kabar tentang pengeroyokan dan
pembunuhan secara sadis dan brutal terhadap anggota Kopassus atas nama Serka
Heru Santoso," tuturnya.
Mengadu ke Wantimpres dan Kemenkumham
Dalam perkembangan lain, kemarin, keluarga empat korban penyerangan
LP Cebongan mendatangi Kantor Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) dan
diterima langsung oleh anggota Wantimpres Albert Hasibuan. Mereka juga bergerak
ke Kantor Kementerian Hukum dan HAM dan diterima Wamenkumham Denny Indrayana.
Keempat keluarga tersebut adalah Jorhans kaja kakak dari Hendrik
Sahetapy Engel alias Deki, Victor kakak dari Johanes Manbait alias Juan, Yani
rohi kakak dari Adi Gamelia, dan Yohanes Lado kakak Adrianus Galaja alias Dedi.
Victor, kakak Juan, dalam jumpa pers di Kantor Wantimpres,
menjelaskan keempat korban penyerangan LP Cebongan bukanlah kawanan preman.
Dia menunjukkan adiknya Juan tidak lain adalah anggota Kepolisian RI
berpangkat Bripka.
"Adik saya Juan bukanlah seorang preman, dia adalah seorang
polisi berpangkat Bripka. Dia pernah bertugas di Aceh tahun 2001 dan sampai
saat penangkapan dia juga masih tercatat sebagai polisi," kata Victor.
Keluarga korban yang lain Jorhans Kaja juga menjelaskan adiknya Deki
adalah security Hugo's Caffe dimana Heru Santoso terbunuh. Yani Rohi
menjelaskan adiknya juga seorang Security di Graha Spa sekitar Hugo's Caffe,
dan Yohaes Lado menjelaskan adiknya Dedi adalah mahasiswa di salah satu Universitas di
Yogyakarta.
Denny Indrayana menyampaikan rasa prihatinnya kepada para perwakilan
keluarga korban, dan menyayangkan peristiwa berdarah itu. "Saya menyampaikan
rasa prihatin dan turut berbela sungkawa atas kejadian ini," ucap Denny.
Pertemuan tersebut tertutup bagi pers.
Dikatakan Denny, yang terjadi di LP Cebongan adalah sebuah perbuatan
biadab yang tidak dapat dibenarkan sedikitpun dan apapun alasannya.
"Karena itu siapapun pelaku atau eksekutornya dan sia-paun yang terlibat
atau melakukan pembiaran harus diungkap secara menyeluruh".
Termasuk yang tidak boleh dilupakan dan harus diungkap tuntas
tragedi pembunuhan terhadap korban Sertu Heru Santoso yang terjadi di Hugo's
Cafe," katanya seusai menemui empat keluarga korban pembunuhan di LP
Cebongan.
Dikatakan Denny, siapapun pelakunya baik yang terjadi di LP Cebongan
dan di Hugo's Cafe harus dimintai pertanggungjawaban dan dihukum setimpal
sesuai dengan aturan perundangan.
"Jika fakta dan buktinya menunjukkan tindakan biadab yang dilakukan
sudah direncanakan, maka hukuman bagi pembunuhan berencana harus
dijatuhkan," kata seraya berharap atas kejadian ini stigmati-sasi ataupun
labelisasi dalam bentuk apapun harus dihindari.
Disebutkannya jangan sampai stigmarisasi dan labelisasi itu menjadi
pengalihan isu. "Apapun alasannya, premanisme dan pembunuhan sama-sama
tidak dapat dibenarkan. Keduanya harus dimintai pertanggungjawaban di hadapan
hukum," tutur Denny.
Ditambahkannya labelisasi kepada etnis tertentu ataupun kesatuan
tertentu juga sama-sama tidak dapat dibenarkan. Dia pun menyebutkan pengusutan
kasus keduanya harus terus dikawal secara ketat dan transparan agar dapat
diungkap kebenaran sesungguhnya.
"Terakhir, tetapi juga sangat penting yaitu perlindungan kepada
seluruh saksi dan pengamanan atas seluruh bukti adalah tindakan yang tidak
dapat ditawar bagi terungkap tuntasnya kasus ini," kata mantan anggota tim
Satgas Anti-Mafia Hukum ini.
Didampingi 12 Pengacara
Dari Semarang, Jawa tengah diberitakan, 11 anggota Kopassus
tersangka penyerangan LP Cebongan menjalani pemeriksaan di Semarang dan
didampingi oleh 12 pengacara dari Mabes TNI AD.
Kapendam IV/Diponegoro Kolonel Inf Widodo Raharjo saat ditemui di
Makodam IV /Diponegoro, Jalan Perintis Kemerdekaan Semarang mengatakan, 12
pengacara tersebut di ketuai oleh Kolonel CHK Rohmat, SHCN, dengan anggota
Letkol CHK Sarif Hidayat, SH; Letkol CHK Ashar, SH Mkn; Letkol CHK Yaya
Supriyadi, SH Ma; Mayor CHK Mahatma Budi, SH; Mayor CHK Sunardi; Mayor CHK Isa
Angsari,SH; Mayor CHK Khamdan, SH; Mayor CHK Winarjo, SH; Mayor CHK Munadi,
SH; Kapten CHK Amarpaung, SH; dan Kapten CHK Andjoyo Ratri, SH.
Menurut Kapendam, kemarin, pemeriksaan dilanjutkan, dan
pendampingan dari penasihat hukum mulai Selasa (9/4) malam.
Dalam pemeriksaan kemarin, diagendakan pemeriksaan terhadap 31 saksi
yaitu tahanan LP Cebongan. Meski demikian belum diketahui apakah 31 saksi
tersebut dibawa ke Semarang atau penyidik yang mendatangi.
Kondisi para pelaku juga sehat, dan telah menjalani pengecekan kesehatan.
"Sel dijaga pasukan, kemudian tempat selnya harus steril, ada beberapa
sel," sambungnya.
Tim penyidik berasal dari Puspom dan Pomdam IV Diponegoro. Jika
semua selesai, maka berkasnya segera dilimpahkan ke Oditur Militer II-11
Yogyakarta.
Sementara itu, kemarin, dilakukan pelepasan mantan Panglima Kodam
IV/Diponegoro Mayjen TNI Hardiono Saroso di Markas Kodam IV/Diponegoro di
Semarang. Dia mengaku bangga dengan 11 Kopassus yang membunuh empat tahanan
di Lapas Cebongan. Bahkan Hardiono menegaskan siap mempertaruhkan karir dan
jabatannya, sebagai bentuk hormat dan bangga 11 anggotanya itu.
"Saya memberi hormat dan bangga kepada para prajurit TNI AD
yang sedang menjalani pemeriksaan karena telah bersikap kesatria," kata
Hardiono seperti dikutip Antara.
Menurutnya, dirinya harus memberi contoh kepada para prajurit
dengan tidak memikirkan lagi pangkat dan jabatan untuk menjaga soliditas. Dia juga menegaskan sepenuhnya bertanggung
jawab atas tindakan yang dilakukan para bawahannya itu. Dia juga meminta polemik kasus Cebongan ini harus segera
dihentikan. Proses hokum sedang
berjalan, kata dia, serta terbuka bagi masyarakat untuk mengikutinya . Sumber : Pelita hal.1, 11/04/13