Selasa, 17 Desember 2013, JAKARTA (Suara Karya): Pembinaan Teritorial (Binter) sebagai salah satu fungsi utama TNI Angkatan Darat (AD) ke depan harus lebih membumi serta harus dapat menjawab tuntutan dan harapan sebagian besar warga masyarakat.
Hal tersebut dikemukakan KSAD Jenderal TNI Budiman dalam Seminar TNI AD Tahun Anggaran 2013 di Jakarta, Senin (16/12).
Seminar bertema Pemberdayaan Wilayah Pertahanan melalui Pembinaan Teritorial akan berlangsung hingga Selasa (17/12), dengan menampilkan empat pembicara yakni Dankodiklat TNI AD Letjen TNI Lodewijk F Paulus, Rektor IPB Prof Dr Herry Suhardiyanto, Gubernur Lemhanas Prof Budi Susilo Soepandji, pengamat politik dan militer Prof Salim Said, dan Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kemendagri Dr Muh Marwan.
Lebih lanjut, Budiman dalam paparannya sebagai keynote speaker, mengingatkan, bahwa pada hakikatnya kepentingan nasional Indonesia adalah tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta terjaminnya kelancaran dan keamanan pembangunan nasional yang berkelanjutan. Untuk itu, pertahanan negara harus semakin kuat untuk mengatasi ancaman baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
"Oleh sebab itu, dalam mengoptimalkan upaya mewujudkan sistem pertahanan semesta yang memiliki deterrence effect dan menggetarkan, memerlukan strategi Binter ke depan yang efektif, akomodatif dan responsibilitif," kata Budiman yang juga Sekjen Kementerian Pertahanan.
Bintara Pembina Desa (Babinsa) sebagai ujung tombak Binter, menurut dia, harus pula ditingkatkan kualitasnya, sebab selain harus memiliki kemampuan berkomunikasi dengan masyarakat juga ke depan dituntut bisa menguasai perangkat teknologi komunikasi agar bisa memberi laporan dengan cepat data-data terbaru di lapangan.
Upaya TNI AD kembali memulihkan Binter, paparnya, bukan dimaksudkan untuk menghidupkan kembali dwi fungsi semasa Orde Baru. Optimalisasi Binter bertujuan agar pertahanan negara semakin efektif dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat.
Budiman pun mengingatkan, peringkat Indonesia dalam beberapa tahun mendatang akan berada pada 10 besar negara maju karena pertumbuhan ekonomi dan perkembangan penduduknya. Maka, lanjutnya, mau tidak mau anggaran pertahanannya tidak bisa lagi berkisar 1 persen dari anggaran pembangunan, seperti saat ini.
Dicontohkan Singapura, anggaran pertahanannya saat ini empat persen. "Pembangunan pertahanan harus pararel dengan pembangunan ekonomi," kata Budiman.
Hybrid War
Hal senada juga dikemukakan Dankodiklat TNI AD Letjen TNI Lodewijk F Paulus. Dikemukakan, ancaman dan tantangan masa depan seperti hybrid war menuntut TNI AD untuk mampu menyelaraskan kemampuan SDM-nya dengan alat utama sistem senjata (alutsista) masa depan guna melaksanakan tugas pokok TNI demi keutuhan NKRI.
Selain itu, isu demokratisasi yang terkait dengan HAM dan lingkungan hidup terus mengemuka dan dikampanyekan negara-negara maju yang menjadi indikator utama dalam penilaian hubungan internasional.
Dihadapkan dengan hal ini, tutur dia, transformasi Binter seharusnya dapat memberikan suatu proyeksi pelaksanaan Binter di masa depan dengan semakin kompleksnya aspek kehidupan masyarakat akibat globalisasi. (Windrarto/Feber S)