Fetra Hariandja – Okezone, Senin, 16 Desember 2013 11:05 wib - PRESIDEN Susilo Bambang (SBY) meminta aparat keamanan meningkatkan kewaspadaannya menjelang perayaan Natal 2013 dan Tahun Baru 2014. Keamanan kedua hari besar itu selalu menjadi isu besar di Indonesia. Perayaan Natal dan tahun baru dalam beberapa tahun terakhir selalu diwarnai dengan teror bom.
Peringatan SBY kepada aparat keamanan sebenarnya tidak perlu dipublikasikan luas di media massa. Pernyataan yang disampaikan SBY secara langsung akan mengganggu psikologi masyarakat. Bukan mustahil sebagian masyarakat mengartikan pesan SBY bahwa Indonesia tidak aman pada Natal dan tahun baru.
Bukan hanya masyarakat yang terguncang kenyamanannya akibat ucapan SBY. Para turis dari mancanegara juga akan berpikir ulang untuk menghabiskan waktu Natal dan tahun baru di Indonesia. Kemungkinan adanya ancaman bom hendaknya tidak perlu dipublikasikan. Sebaliknya, SBY menugaskan satuan khusus antiteror untuk bekerja secara maksimal.
Apalagi SBY juga memaparkan daerah rawan teror pada hari Natal dan tahun baru. Data itu seharusnya hanya diketahui aparat keamanan. Sehingga, mereka bisa dengan mudah mengawasi pergerakan kelompok yang diduga akan melakukan teror. Dengan peringatan SBY, para calon pelaku teror tentu akan lebih berhati-hati sehingga tidak bisa dilacak aparat.
Negara sudah memiliki satuan khusus yang bertugas mengawasi pergerakan kelompok yang diduga teroris, tertama Detasemen Khusus 88, miliki Kepolisian Republik Indonesia. Kemudian seluruh satuan yakni TNI-AD, TNI-AL, dan TNI AU juga memiliki satuan khusus yang khusus menumpas teroris. Sehingga tidak ada alasan bagi pemerintah tidak bisa memberikan keamanan menjelang, selama, hingga dua hari besar itu selesai.
Presiden SBY bisa memanggil seluruh pimpinan satuan untuk membahas bagaimana bentu pengawasan dan membekukan kegiatan teroris. Sehingga, seluruh strategi yang disusun aparat keamanan bisa berjalan maksimal. Sebaliknya, pengumuman SBY bisa membuat berbagai strategi keamanan tidak maksimal.
Tentu, bangsa Indonesia dan dunia belum melupakan bom malam Natal 2000, tepatnya 24 Desember 2000. Serangkaian bom meledak pada malam Natal di Jakarta, Bekasi, Sukabumi, Mataram, Pematangsiantar, Medan, Batam, dan Pekanbaru. Kala itu, 16 orang tewas dan 96 terluka.
Setahun kemudian, 22 Juli 2001, bom meledak di Gereja Santa Anna dan Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Kalimalang, Jakarta Timur. Lima orang tewas akibat aksi teroris tersebut. Kemudian pada 31 Juli 2001, bom meledak di Gereja Bethel Tabernakel Kristus Alfa Omega, Semarang.
Bom juga pernah mengguncang keamanan dan kenyamanan masyarakat pada malam tahun baru 2002. Granat manggis meledak di depan rumah makan ayam Bulungan, Jakarta. Akibat kejadian tersebut, satu orang tewas dan satu orang lainnya terluka.
Beberapa kejadian tersebut setidaknya menjadi pesan serius bagi pemerintah bahwa bahaya teror tidak perlu dipublikasikan melalui media massa. Presiden bersama jajaran keamanan mencari formula tepat agar teror tidak terjadi. Peringatan bom melalui media massa tidak akan memberikan efek lunaknya ancaman kelompok teroris. Sebaliknya, pernyataan SBY secara langsung menjadi teror bagi keamanan dan kenyamanan masayarakat.
Berhenti mempublikasikan persoalan sensitif seperti teror bom. Masyarakat hanya ingin memperoleh jaminan dari pemerintah agar bisa merayakan Natal dan tahun baru secara aman dan nyaman. (fmh)