Selasa, 10
September 2013 03:04:47
Sebagai anggota
DPR dari partai oposisi PDIP, Mayjen purn TB Hasanuddin dikenal kritis,
terutama dalam isu-isu militer. Dia memang lama berkecimpung di TNI dengan
berbagai macam posisi penting. Kritiknya tak segan menyinggung lingkaran dekat
kekuasaan.
Seperti pada isu
Mayor (Inf) Agus Harimurti Yudhoyono yang makin sering tampil di hadapan
publik, kritik muncul dari TB Hasanuddin. Dia mempertanyakan apakah izin untuk
bicara ke publik oleh para atasannya sesuai aturan di lingkungan TNI? Atau
hanya khusus untuk Agus saja izin itu?. Kritik lain dia sampaikan dalam
beberapa kesempatan terpisah.
Banyak yang
mengenal TB Hasanuddin sebagai mantan Sekmil pada era Presiden Megawati
Soekarnoputri, meski sesungguhnya dia pernah menjadi Ajudan Presiden BJ
Habibie. Ditemui merdeka.com di sela Rakernas PDIP, TB Hasanuddin bicara soal
pengalamannya sebagai ajudan presiden, dan analisanya mengapa ajudan presiden
punya karier kemiliteran yang bagus.
Apa modal
penting menjadi ajudan presiden?
Pertama kita itu
dilihat jabatannya (sebelum menjadi ajudan). Kemudian waktu selama menjabat,
ada psikotes juga. Tentu hasil psikotes waktu naik jabatan juga dilihat. Selama
menjalani sekolah pendidikan, prestasi juga dilihat. Intelektualnya juga
dilihat seperti apa. Riwayat hidup jabatan seperti apa, track record juga
dilihat.
Setelah itu
mengikuti seleksi di setiap angkatan masing-masing terus diseleksi dan diambil
1 orang terbaik.
Bagaimana proses
Anda menjadi ajudan presiden?
Saya dulu
dipanggil oleh bagian personalia TNI AD, waktu itu ada tiga orang. Kemudian
saya diminta ikut tes dari wawancara sampai psikotes, tes kesehatan juga sudah
pasti ada. Dilihat juga pendidikan saya seperti apa. Sebelum menjadi ajudan,
saya dulu wakil komandan resimen, baru menjabat setahun.
Suka duka
sebagai ajudan presiden itu apa?
Kalau sukanya
itu bisa kemana-mana gratis, misalnya ke luar negeri. Terus banyak belajar
tentang kenegaraan. Kalau dukanya ya capek lah kerja terus menerus. Kita
bekerja tergantung kegiatan presidennya.
Apa benar karier
ajudan itu selalu meroket?
Sebenarnya
meroket itu tergantung atasannya. Kalau atasannya (presiden) masih menjabat ya
tentu karier ajudan itu akan memiliki jabatan top. Contoh saja zaman Pak Harto,
kan mantan ajudan beliau seperti Pak Try Sutrisno bisa menjabat wakil presiden
setelah tak menjabat ajudan. Pak Wiranto juga. Itu karena ada hubungan
kedekatan emosional ya.
Kalau saya beda,
kan saya mantan ajudan Habibie, tetapi kan Pak Habibie habis itu turun ya mana
bisa saya meroket. Hal yang sama pada mantan ajudan Gus Dur, ajudan Bu Mega
juga sama kan. Setelah ajudan, pada masa jeda itu saya pindah ke kodim, baru ke
sekretaris militer. Tahun 2009 saya putuskan terjun ke dunia politik dan keluar
dari TNI AD. Ya karena Pak Habibie turun jadi saya tidak bisa dapat jabatan
top. Tetapi saya orangnya tidak menggantungkan diri kepada siapapun. Jadi
biasa-biasa saja.
Apa memang
situasi setelah pemimpin nasional bukan Pak Harto berbeda?
Ya, karena zaman
reformasi kan berbeda dengan zaman Pak Harto. Dulu zaman Pak Harto, banyak yang
ingin jadi ajudan, karena setelah menjabat ajudan pasti dapat jabatan top. Itu
sudah pasti. Intinya itu ajudan maju kariernya tergantung dari presiden
menjabat. [tts]