Jumat, 27 September 2013

Alat Sadap "Impor" TNI Sangat Berisiko!



Kamis, 26 September 2013 09:12 wib


JAKARTA - Indonesia baru saja mendatangkan perangkat intelijen buatan Inggris, salah satunya alat sadap. Namun, alat canggih buatan negeri Ratu Elizabeth itu dinilai berisiko tinggi.

Pengamat militer, Muhadjir Efendi, mengatakan, perangkat baru yang dibeli Kementerian Pertahanan (Kemenhan) untuk modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) memang dibutuhkan TNI.

"Sepanjang yang saya baca dari Kemenhan dan Mabes TNI itu akan digunakan untuk melengkapi peralatan komunikasi, Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI. Itu dibutuhkan untuk menghindari kemungkinan komunikasi antar-jaringan yang dibangun TNI dengan agen di luar negeri tidak disadap pihak lain," jelas Muhadjir saat dihubungi Okezone, Kamis (26/9/2013).

Dia menambahkan, alat yang didatangkan itu bukan hanya untuk menyadap, melainkan juga menciptakan sistem komunikasi BAIS tidak bisa disadap pihak lain.

"Kalau itu tujuannya memang sudah cukup tepat, karena strategi BAIS itu berkaitan dengan masalah keamanan negara. Jadi BAIS, tidak beroperasi pada lingkup taktis seperti kriminal. Tapi, kategorinya di wilayah pencegahan dan penanggulangan berbagai macam ancaman terhadap kedaulatan negara dan keamanan nasional," paparnya.

Kendati demikian, Muhadjir masih menyangsikan keandalan alat tersebut. Pasalnya, produk impor memiliki risiko yang tergolong tinggi.

"Semua tergantung pihak produsen dari Inggris itu bisa menjamin rahasia dari alat komunikasi itu, kalau informasi bisa tersadap, ya tentu percuma saja beli dari asing. Itulah risiko kalau alutsista beli dari pihak lain," tegasnya.

Muhadjir menyarankan, Indonesia membuat teknologi informasi sendiri. Caranya dengan merangkul beberapa perguruan tinggi yang memiliki kemampuan di bidang tersebut.

"Berkaitan dengan IT sebaiknya memproduksi sendiri, karena keandalannya terjamin. Saya menyayangkan, tidak ada tender dengan pihak terkait seperti perguruan tinggi yang sangat mumpuni mengelola IT. Sebenarnya, Kemenhan cukup memberikan spesifikasinya dan saya yakin IT kita tidak tertinggal dari pihak lain," tuntas Rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu.