Selasa, 24 September 2013

Pengelolaan Wilayah Perbatasan Belum Optimal













JAKARTA,   DPD RI menilai pen¬gelolaan daerah perbatasan selama ini belum optimal, terutama dalam hal pembangunan dasar untuk pe¬menuhan kebutuhan pokok. Untuk itu perlu mendapatkan prioritas da¬lam penge
lolaan daerah perbatasan melalui Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).

"Daerah perbatasan perlu mendapat¬kan prioritas di antaranya peningkatan aksesibilitas masyarakat perbatasan, pengembangan sarana prasarana, dan pengembangan sumber daya manusia (SDM)," ucap Ketua Tim Kerja (Timja) DPD Jacob Jack Ospara di Gedung DPD, Jakarta, Senin, (23/9).

Hal pokok lainnya, lanjut dia, pengembangan kapasitas kelembagaan masyarakat, pengembangan ekonomi lokal, percepatan penetapan batas negara, pemeliharaan data fisik atau nonfisik, serta demarkasi daerah perbatasan dan pembangunan berkelan¬jutan berbasis lingkungan.

"Hal pokok itu harus menjadi landasan sosiologis, sehingga mendorong Komite I DPD untuk terus melakukan pengkajian terhadap RUU Pengelo¬laan Daerah Perbatasan mulai dari internal hingga Kupang, Pontianak, dan Medan, sebagai sampling daerah perbatasan antarnegara," kata Anggota DPD Provinsi Maluku itu.

Sebelum sejumlah anggota DPD RI dari Maluku keluar untuk menghimpun pendapat dari masyarakat di daerah perbatasan. Mereka terlebih dahulu menggelar rapat untuk mendengarkan paparan tim ahli terkait dengan uji sahih RUU Pengelolaan Daerah Perbatasan. "Ini penting dalam rangka meningkat¬kan kesejahteraan, keamanan, serta kepastian hukum bagi masyarakat perbatasan," jelas Jacob.

Jacob menyebut kondisi daerah per¬batasan saat ini secara ekonomi sangat tertinggal. Jumlah desa miskin sekitar 43 persen dan penduduk miskin seki¬tar 37 persen, padahal memiliki sum¬ber daya alam melimpah. "Kesejahter¬aan masyarakat di daerah perbatasan bila dibandingkan dengan negara tetangga sangat memprihatinkan. Di Perbatasan Kalimantan Barat dengan Sarawak dan Kalimantan Timur den¬gan Sabah serta Nusa Tenggara Timur dengan Timor Leste sangat terasa ketimpangan pembangunan yang sangat besar," tutur Jacob.

Dia menjelaskan, ketimpangan itu sesungguhnya tidak perlu ada, teru¬tama pada daerah-daerah di per-batasan Kabupaten Belu, Kabupaten Timor Tengah Utara yang berbatasan langsung dengan Timor Leste, karena sebelumnya negara mantan koloni Portugis itu merupakan bekas provinsi ke-27 dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Untuk itu, Jacob berharap meng¬hadirkan BNPP pada daerah-daerah tersebut dan memang cukup membantu. "Tetapi belum mampu me¬nyelesaikan masalah koordinasi serta belum dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat perbatasan," terangnya. (fdi), Sumber Koran: Indo Pos (24 September 2013/Selasa, Hal. 03)