Selasa, 17 September 2013

Transportasi Minim, Warga Perbatasan Jadi "Anak Tiri"

Senin, 16 September 2013 | 13:11 WIB

MIANGAS, KOMPAS.com — Warga yang berada di daerah perbatasan Indonesia-Filipina yang masuk dalam wilayah administrasi Sulawesi Utara, khususnya di kawasan Nusa Utara, mengeluhkan minimnya sarana transportasi laut yang menghubungkan mereka dengan pulau-pulau lainnya. 

Keluhan itu setidaknya disampaikan warga di tiga pulau terluar yang ada di Nusa Utara. Ketiga pulau tersebut ialah Pulau Miangas dan Pulau Marampit di Kabupaten Kepulauan Talaud serta Pulau Marore di Kabupaten Kepulauan Sangihe. 

"Keluhan ini akan menjadi perhatian kami dan sudah barang tentu menjadi kewajiban kami untuk mengoordinasikannya dengan semua pihak terkait agar permasalahan ini bisa segera teratasi," ujar Kepala Badan Pengelola Perbatasan Provinsi Sulut Rudy Mokoginta kepada Kompas.com, Senin (16/9/2013). 

Sebelumnya, dalam kunjungan kerja yang dilakukan oleh Panglima Kodam (Pangdam) VII/Wirabuana Mayjen TNI Bachtiar ke daerah perbatasan, warga di tiga pulau tersebut secara beragam mengeluhkan sarana transportasi sebagai salah satu kendala yang mereka hadapi selama ini. 

"Di sini hanya ada satu kapal yang menyinggahi pulau kami Pak sehingga banyak hasil pertanian dan hasil tangkapan di laut tidak bisa kami jual ke luar daerah," keluh Olsen Taarama, warga Marampit. 

Hal yang sama juga dikeluhkan oleh Kepala Desa Miangas, Suwardi Pade, yang menjelaskan bahwa kadang warganya berhasil membawa pulang tangkapan ikan yang banyak, tetapi menjadi sia-sia karena tidak bisa segera dijual ke luar daerah. 

"Kalau untuk konsumsi kami di pulau sudah sangat berlebihan karena hampir semua warga kami nelayan. Hasil ikan banyak, tapi tidak tahu mau dijual ke mana, tidak ada kapal," keluh Pade.

Selain kurangnya kapal, Pade juga mengatakan bahwa belum adanya fasilitas penampung ikan membuat warganya pasrah dengan kondisi yang ada. Kalaupun penampung ikan dibangun, minimnya pasokan listrik juga menjadi salah satu persoalan.

Bupati Talaud, Constantine Ganggali, yang ikut dalam rombongan menjelaskan bahwa sebenarnya pemerintah daerah sudah membangun infrastruktur penunjang sarana transportasi laut. 

"Di tiga pulau itu sudah ada pelabuhan yang dibangun, termasuk pelabuhan feri. Tapi, memang harus diakui masih ada kendala dalam pelayaran kapal ke rute pulau-pulau tersebut. Kami akan segera membenahinya," ujar Ganggali. 

Demi menambah sarana transportasi di Pulau Miangas, sementara dibangun bandar udara untuk menghubungkan pulau paling utara di Indonesia tersebut dengan ibu kota Kabupaten Talaud. 

Mokoginta mengakui, sebenarnya perhatian pemerintah daerah untuk daerah perbatasan cukup besar. Hal itu tersirat dari jumlah alokasi dana yang ditujukan untuk pembangunan di kawasan perbatasan tersebut.

"Untuk tahun 2013 ini saja ada dana sebesar Rp 458 miliar dari 14 kementerian dan lembaga yang dialokasikan untuk 11 pulau terluar di Provinsi Sulawesi Utara yang tersebar di empat kabupaten," ujar Mokoginta.

Mokoginta berharap sinergi dan kerja sama dari berbagai pihak untuk duduk bersama mengatasi berbagai permasalahan di daerah perbatasan diharapkan mampu menangani keluhan warga di sana, termasuk masalah transportasi. 

"Kita memang masih memerlukan pembenahan yang lebih maksimal, termasuk melakukan orientasi program kegiatan di lokasi-lokasi prioritas dengan lebih terarah agar semua kebutuhan masyarakat di sana bisa terpenuhi dengan segera. Dengan demikian, itu bisa menggerakkan perekonomian mereka," jelas Mokoginta. 
Mokoginta menyadari bahwa masalah lintas batas akan terus menjadi kendala jika tidak diatasi dengan perbaikan dari sisi infrastuktur yang memadai dan memberikan jaminan kenyamanan bagi warga yang berada di sana.

"Jangan sampai mereka merasa dianaktirikan dengan sarana dan fasilitas publik yang minim," ujar Mokoginta. 

Dia juga mengaku berterima kasih dengan kehadiran anggota TNI yang selama ini bertugas menjaga stablitas keamanan di daerah perbatasan dengan membangun pos-pos penjagaan di sana. 

Sebab, kehadiran anggota TNI bukan tidak hanya sebagai tentara, tetapi juga mampu menjawab berbagai kekurangan yang ada di perbatasan, seperti menjadi guru, mengisi kekosongan tenaga kesehatan, bahkan mengajarkan warga bercocok tanam.

Menanggapi hal itu, Pangdam VII/Wirabuana Mayjen TNI Bachtiar mengatakan bahwa hal tersebut sudah menjadi tugas anggota TNI. 

"Tugas pokok prajurit yang ditugaskan di daerah perbatasan adalah menjaga pulau tersebut dari ancaman negara lain, tetapi sebagaimana TNI adalah pengayom rakyat, sudah sepatutnyalah setiap anggota TNI harus juga merasa terpanggil untuk mengabdi bagi rakyat dalam segala aspek, karena tanpa rakyat, tentara tidak berarti apa-apa," tegas Bachtiar. (Editor : Glori K. Wadrianto)