Senin, 09 September 2013

PENYERANGAN CEBONGAN_Komnas HAM Minta Oditur Militer Banding



JAKARTA, - Ko­misi Nasional Hak Asasi Manusia merekomendasikan kepada odi­tur militer agar segera mengajukan banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta dalam kasus penye­rangan Lembaga Pemasyarakat­an Kelas IIB Cebongan, Sleman, DI Yogyakarta. Putusan itu dini­lai kurang mencerminkan keadil­an bagi korban dan keluarganya.

Komnas HAM juga mereko­mendasikan kepada Panglima TNI agar mengungkap secara tuntas dan menyeluruh rangkai­an peristiwa penembakan ter­hadap empat tahanan, termasuk dugaan keterlibatan atasan para anggota Kopassus yang menjadi terdakwa.

Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila menyampaikan hal tersebut kepada pers, di Jakarta, Sabtu (7/9). Noor Laila didampingi ko­misioner Komnas HAM, Nur Kholis, serta anggota Sub-Komisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Maneger Nasution.

Nur Kholis mengatakan, ada beberapa hal yang belum ter­ungkap dalam rangkaian kasus itu.Informasi yang masuk ke Komnas HAM, ada dugaan pem­bunuhan Serka Heru Santoso di Hugo's Cafe, Yogyakarta, yang melatarbelakangi kasus penye­rangan di LP Cebongan, lebih dari empat orang.

Noor Laila menilai penyeli­dikan dan penyidikan kasus pe­nembakan di LP Cebongan itu juga dangkal karena tidak ada rekonstruksi.Penyidikan hanya didasarkan pada keterangan saksi dan terdakwa.

Di sisi lain, menurut Nur Kho­lis, pemeriksaan saksi, khususnya saksi yang berasal dari tahanan LP Cebongan, di persidangan di­lakukan bersama-sama. Ini me­nyalahi ketentuan aturan hukum acara.Pemeriksaan saksi seperti itu jelas dapat memengaruhi ku­alitas keterangan para saksi un­tuk mengungkap kebenaran.

Noor Laila mengatakan, Kom­nas HAM, sesuai mandat un­dang-undang, telah meminta majelis hakim agar Komnas HAM dapat menyampaikan pendapat hukum (amicus curiae) atas ka­sus penyerbuan dan penembakan terhadap empat tahanan di LP Cebongan itu. Namun, permin­taan tersebut ditolak ketua ma­jelis hakim pengadilan militer.

Akhirnya, ujar Noor Laila, Komnas HAM mengirim pen­dapat hukum melalui surat Na­mun, pendapat hukum itu tidak menjadi dasar hukum bagi ma­jelis hakim dalam memutus per­kara.

Nur Kholis menjelaskan, pen­dapat hukum yang disampaikan Komnas HAM itu terkait dugaan pelanggaran HAM dalam suatu kasus.Dalam beberapa kasus, pendapat hukum Komnas HAM menjadi yurisprudensi.Karena itu, penolakan terhadap penda­pat hukum Komnas HAM oleh majelis hakim pengadilan militer itu menjadi preseden buruk.

Secara terpisah, Koordinator Badan Pekerja Kontras Haris Azhar mengatakan, Kontras me­nyayangkan putusan PengadilanMiliter II-11 Yogyakarta gagal menggambarkan secara utuh rangkaian pembunuhan beren­cana.Penggunaan Pasal 340 Ki­tab Undang-undang Hukum Pi­dana (KUHP) hanya ditujukan kepada pelaku lapangan, yaitu Serda Ucok dan beberapa rekan­nya. Padahal, banyak bukti pe­tunjuk atas dugaan keterlibatan pelaku lain yang mengetahui ren­cana pembunuhan.

Haris menambahkan, ada be­berapa kelemahan dalam persi­dangan.Misalnya, majelis hakim hanya menerima dakwaan dari oditur militer bahwa perencana­an itu dilakukan sesaat setelah Ucok turun dari Gunung Lawu.Padahal, penyerangan itu bisa di­telusuri pada beberapa fakta se­telah pembunuhan Serka Heru Santoso di Hugo's Cafe.

Kontras menilai majelis hakim mengabaikan fakta adanya pe­ngetahuan di kalangan polisi bahwa ada rencana penyerangan terhadap empat tahanan polisi kawan-kawan Heru Santoso di LP Cebongan.(FER), Sumber Koran: Kompas (09 September 2013/Senin, Hal. 04)