JAKARTA, -
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia merekomendasikan kepada oditur militer agar
segera mengajukan banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Militer II-11
Yogyakarta dalam kasus penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Cebongan,
Sleman, DI Yogyakarta. Putusan itu dinilai kurang mencerminkan keadilan bagi
korban dan keluarganya.
Komnas HAM juga merekomendasikan kepada Panglima
TNI agar mengungkap secara tuntas dan menyeluruh rangkaian peristiwa
penembakan terhadap empat tahanan, termasuk dugaan keterlibatan atasan para
anggota Kopassus yang menjadi terdakwa.
Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila menyampaikan hal
tersebut kepada pers, di Jakarta, Sabtu (7/9). Noor Laila didampingi komisioner
Komnas HAM, Nur Kholis, serta anggota Sub-Komisi Pemantauan dan Penyelidikan
Komnas HAM, Maneger Nasution.
Nur Kholis mengatakan, ada beberapa hal yang belum
terungkap dalam rangkaian kasus itu.Informasi yang masuk ke Komnas HAM, ada
dugaan pembunuhan Serka Heru Santoso di Hugo's Cafe, Yogyakarta, yang
melatarbelakangi kasus penyerangan di LP Cebongan, lebih dari empat orang.
Noor Laila menilai penyelidikan dan penyidikan
kasus penembakan di LP Cebongan itu juga dangkal karena tidak ada
rekonstruksi.Penyidikan hanya didasarkan pada keterangan saksi dan terdakwa.
Di sisi lain, menurut Nur Kholis, pemeriksaan
saksi, khususnya saksi yang berasal dari tahanan LP Cebongan, di persidangan dilakukan
bersama-sama. Ini menyalahi ketentuan aturan hukum acara.Pemeriksaan saksi
seperti itu jelas dapat memengaruhi kualitas keterangan para saksi untuk
mengungkap kebenaran.
Noor Laila mengatakan, Komnas HAM, sesuai mandat undang-undang,
telah meminta majelis hakim agar Komnas HAM dapat menyampaikan pendapat hukum (amicus curiae) atas kasus penyerbuan
dan penembakan terhadap empat tahanan di LP Cebongan itu. Namun, permintaan
tersebut ditolak ketua majelis hakim pengadilan militer.
Akhirnya, ujar Noor Laila, Komnas HAM mengirim pendapat
hukum melalui surat Namun, pendapat hukum itu tidak menjadi dasar hukum bagi
majelis hakim dalam memutus perkara.
Nur Kholis menjelaskan, pendapat hukum yang
disampaikan Komnas HAM itu terkait dugaan pelanggaran HAM dalam suatu
kasus.Dalam beberapa kasus, pendapat hukum Komnas HAM menjadi
yurisprudensi.Karena itu, penolakan terhadap pendapat hukum Komnas HAM oleh
majelis hakim pengadilan militer itu menjadi preseden buruk.
Secara terpisah, Koordinator Badan Pekerja Kontras
Haris Azhar mengatakan, Kontras menyayangkan putusan PengadilanMiliter II-11
Yogyakarta gagal menggambarkan secara utuh rangkaian pembunuhan berencana.Penggunaan
Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) hanya ditujukan kepada
pelaku lapangan, yaitu Serda Ucok dan beberapa rekannya. Padahal, banyak bukti
petunjuk atas dugaan keterlibatan pelaku lain yang mengetahui rencana
pembunuhan.
Haris menambahkan, ada beberapa kelemahan dalam
persidangan.Misalnya, majelis hakim hanya menerima dakwaan dari oditur militer
bahwa perencanaan itu dilakukan sesaat setelah Ucok turun dari Gunung
Lawu.Padahal, penyerangan itu bisa ditelusuri pada beberapa fakta setelah
pembunuhan Serka Heru Santoso di Hugo's Cafe.
Kontras menilai majelis hakim mengabaikan fakta
adanya pengetahuan di kalangan polisi bahwa ada rencana penyerangan terhadap
empat tahanan polisi kawan-kawan Heru Santoso di LP Cebongan.(FER), Sumber Koran: Kompas (09 September
2013/Senin, Hal. 04)