Selasa, 10 September 2013

Pasukan China dan AS Berlatih Bersama



BOGOR, KOMPAS - Duta Besar Amerika Serikat untuk ASEAN David Lee Carden memuji latihan antiteror terbesar di dunia yang digelar di Sentul, Jawa Barat, 9-13 September 2013, sebagai inisiatif bersama dari para ahli di bidangnya.

Untuk pertama kali, pasukan khusus Amerika Serikat dan China berlatih bersama mitra ASEAN. Latihan itu turut diikuti pasukan dari Rusia, Korea Selatan, Jepang, India, Australia, dan Selandia Baru. "Ini memberikan harapan bagi dunia yang lebih baik Para peserta tidak hanya menghadapi terorisme, tetapi juga keamanan maritim, tanggap bencana, ancaman wabah penyakit, hingga persoalan kejahatan korupsi yang bersifat lintas batas negara," kata Carden.

Panglima TNI Jenderal Moeldoko dalam kesempatan sama menekankan perlunya membangun kemampuan inter opera bilitas sesamanegara ASEAN dan delapan mitra kerja. "Kita harus membentuk semacam standar prosedur operasi dalam penanganan antiteror yang sudah jadi kejahatan global," katanya.

Moeldoko mengingatkan, latihan antiteror bermanfaat bagi negara di kawasan di bidang teknis, taktis, manajemen, dan analisa menghadapi pola jaringan teroris. "Jejaring teroris juga menggunakan instrument politik resmi, merekrut, mencari dukungan politik, indoktrinasi, dan melakukan operasi hibrida untuk mencapai sasaran," katanya.

Sejumlah prajurit Tentara Pembebasan Rakyat (People Liberation Army-PLA) China mengaku berasal dari berbagai tempat. Sementara para prajurit AS berasal dari Komando Pasifik (US Pacific Command-Pacom).Sersan Taylor mengaku pernah bertugas 2,5 tahun di Irak dan Afganistan dalam tiga kali penugasan.

Libatkan korban

Sebelumnya, dalam peringatan Sembilan tahun bom Kuningan, di Jakarta, Minggu, disadari perlunya pelibatan korban dalam penanganan terorisme. Selama ini, pemerintah terlalu focus pada penindakan teroris. Padahal, potensi korban untuk menyadarkan teroris dan mencegah munculnya teroris baru sangat besar.

"Kami ingin turut dilibatkan dalam kampanye penanganan terorisme demi mewujudkan Indonesia damai. Dengan melihat keadaan ataupun membagikan pengalaman korban kejahatan terorisme, pelaku bisa disadarkan," kata Sudirman, korban bom di Kuningan, 2004.

Menurut Direktur Aliansi Indonesia Damai Hasibullah, korban terorisme adalah potensi yang luar biasa untuk menyadarkan teroris. Keadaan dan kesaksian mereka menjadi media yang ampuh memperlihatkan sisi kekejaman terorisme. Cara itu diharapkan bias menyadarkan pelaku atau calon pelaku.Sayangnya, selama ini potensi tersebut diabaikan pemerintah.

Pemikir kebangsaan, Yudi Latif, berpandangan, teroris tidak saja miskin material, tetapi juga mental. Mereka tidak melihat sisi baik dari kehidupan. (ONG/K01)