Selasa, 10 September 2013

Danjen Kopassus Nilai Vonis atas Anak Buah Terlalu Berat



KOMANDAN Jenderal Komando Pasukan Khusus (Kopassus Mayjen Agus Sutomo menyebut vonis 11 tahun penjara terhadap eksekutor kasus Cebongan, Serda Ucok, terlalu berat. Apalagi, sambungnya, di balik pembantaian anak buahnya terhadap empat tahanan titipan di Lembaga Pemasyarakatan Cebongan itu, masyarakat Yogyakarta kini merasa hidup lebih tenteram karena aksi premanisme turun drastis di kota itu.

"Puas tidak puas, itu pasti ada. Saya pun merasa tidak puas, tapi kita hargai proses hukum yang masih berjalan," ujarnya di sela-selakegiatan Counter Terrorism Exercise di Sentul, Bogor, Jawa Barat, kemarin.

"Namun, setelah kejadian (penyerbuan LP Cebongan) itu, masyarakat Yogyakarta menemukan suasana damai, aman, merasa tidak ada gangguan. Jadi boleh dikatakan ancaman-ancaman premanisme turun drastis," tambahnya.

Agus mengakui ke-12 anggotanya, termasuk Serda Ucok, telah melanggar hukum, bahkan melakukannya di lembaga resmi.Namun, ia berpandangan tetap ada sisi positif dari tragedi tersebut.

"Mungkin itu kehendak Tuhan karena selama ini kelompok preman Dicky dkk telah melakukan hal-hal negatif yang merugikan masyarakat Yogyakarta," imbuhnya.

Karena itu, ia tetap menyampaikan rasa hormat kepada para anak buahnya itu, yang kini tengah diproses pemecatan dari TNI.

"Di satu sisi saya marah, di sisi lain juga saya hormat karena mereka mengorbankan jiwa raganya, kariernya, untuk sebuah kehormatan kesatuan," ujarAgus.

Di kesempatan terpisah, Ketua Setara Institute Hendardi mengkritisi system peradilan militer yang dinilainya masih timpang karena tidak mendudukkan warga Negara secara sama di hadapan hukum.

Berkaca dari peradilan kasus Cebongan, menurutnya, ketimpangan itu berusaha ditutupi oleh majelis hakim dengan menjatuhkan vonis berat kepada para terdakwa.

"Sejumlah lembaga Negara bahkan lupa agenda, sesungguhnya dari advokasi kasus Cebongan bahwa yang menjadi tujuan utama ialah memastikan semua orang sama di hadapan hukum, tidak ada supremasi militer yang melakukan tindak pidana umum atas warga negara lain, karena itu mutlak reformasi peradilan militer," tegasnya. (*/RO/P-l)